Jakarta -
Menteri Agama (Menag) RI Nasaruddin Umar mengingatkan soal toleransi di Indonesia jangan hanya menjadi kiasan bibir semata. Ia ingin toleransi dilaksanakan secara tulus bagi setiap umat yang ada di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Nasaruddin dalam pembukaan acara Seminar Natal Nasional 2024 di Auditorium HM Rasjidi, Jalan KH Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/2024). Adapun tema dalam acara Natal ini adalah 'Gereja Berjalan Bersama Negara: Semakin Beriman, Humanis dan Ekologis'.
Nasaruddin mulanya menyampaikan keberhasilan pemuka agama hingga Kemenag tak hanya dinilai dari ukuran formal. Semestinya, kata dia, pemuka agama hingga Kemenag bisa mendekatkan umat dengan ajaran yang dianutnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak boleh hanya diukur pada ukuran-ukuran formal, misalnya WTP (wajar tanpa pengecualian), substansi Kementerian Agama dan kita juga sebenarnya tokoh-tokoh agama, keberhasilan kita itu bisa diukur seberapa besar kemungkinan kita untuk mendekatkan antara umat dengan ajaran agamanya," kata Nasaruddin dalam sambutannya.
Ia menyebut pihak Kemenag gagal jika tak bisa mengeratkan umat dengan agamanya. Ia menyebut, apabila umat semakin damai dan meyakini ajarannya, Kemenag berhasil.
"Semakin berjarak antara umat dengan ajaran agamanya. Itu artinya semakin gagal kita sebagai pemuka agama atau kementerian negara, tapi sebaliknya semakin lengket, semakin berdamai antara umat dengan ajaran agama yang dianutnya maka itu artinya keberhasilan bersama kita," ungkapnya.
Ia mengingatkan toleransi jangan sekadar kiasan bibir semata. Nasaruddin menyebut penerimaan terhadap perbedaan harus dilakukan dengan ikhlas dan dari hati terdalam.
"Jadi Bapak/Ibu sekalian, toleransi jangan hanya jadi kiasan bibir, toleransi yang sejati adalah kesediaan kita menerima orang yang berbeda dengan kita dengan tulus," ujar Nasaruddin.
"Tapi kalau masih ada sedikit kegundahan, itu bukan toleransi ya, toleransi yang sejati adalah kesediaan kita memberikan tempat dalam hati kita yang sangat dalam orang-orang yang berbeda dengan kita karena apa yang kita lakukan selama ini, ini pemandangan yang sangat indah," sambungnya.
Sementara itu, Ketua Umum Panitia Natal Nasional 2024, Thomas Djiwandono, mengatakan negara harus mendengar suara gereja. Ia menyebut antara satu pihak dan yang lain harus saling melengkapi untuk menciptakan toleransi di RI.
"Gereja tidak dapat berperan sendiri, negara adalah satu institusi besar yang di banyak hal memiliki otoritas terbesar. Negara juga ditopang oleh sumber daya yang kuat. Gereja memerlukan negara untuk memberi wujud nyata pada segala ajaran dan seruannya," ucap Wakil Menteri Keuangan RI ini.
"Di sisi lain, negara perlu mendengar suara gereja. Gereja seperti halnya institusi keagamaan lainnya, mewarisi kekayaan ajaran moral yang dapat memberi negara arah untuk dituju dan batasan agar tidak tergelincir ke jurang kesewenang-wenangan," imbuhnya.
Lihat Video Gibran: Jika Ada yang Dipersulit Saat Jalankan Natal, Lapor Saya!
(dwr/taa)