Waka Komisi II Ungkap 3 Agenda Besar soal Pembahasan Pemilu di DPR

1 day ago 4

Jakarta -

Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima, mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan dihapusnya ambang batas pencalonan presiden hingga parlemen. Aria Bima menyebut pihaknya terbuka penyusunan undang-undang politik dengan metode omnibus law atau sapu jagat antara satu dan lainnya.

"Jadi Komisi II itu ada tiga agenda besar. Yang pertama, itu yang keputusan DPR yang tidak ada parliamentary threshold. Yang kedua, usulan presiden mengenai pilkada tidak secara langsung tapi melalui DPR. Ketiga, keputusan MK mengenai batasan tidak adanya presidential threshold," kata Aria Bima dihubungi, Senin (6/1/2025).

Aria mengatakan pihaknya mendapat masukan terkait penyusunan RUU Politik dengan metode omnibus law. Termasuk terkait DPR yang mesti menindaklanjuti pengubahan ambang batas parlemen sebesar 4 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hal-hal yang menyangkut terkait dengan kita inginnya untuk omnibus pemilu ya supaya kita terintegrasi dalam satu cara pandang yang lebih menyeluruh, tidak sepotong-sepotong. Iya tiga itu tadi (omnibus) termasuk yang terkait dengan tidak adanya parliamentary threshold untuk partai-partai politik yang mendapatkan kursi DPR RI. Nah gitu kan," ucapnya.

Aria mengungkit kebijakan ambang batas parlemen 4 persen lantaran memperhatikan kinerja hingga jumlah alat kelengkapan dewan (AKD) di DPR RI. Ia melihat DPR periode lalu yang berisi XI komisi saja masih banyak yang belum terjangkau.

"Cara pandangnya gini DPR ini kan keputusannya kelembagaannya, fraksi lewat alat kelengkapan. Waktu itu pikiran kita itu ada XI komisi kan? XI komisi itu kalau kali dua itu kan 22, setiap anggota komisi itu 22. Kalau kita konversi ke persentase jumlahnya kan kurang lebih sekitar 4 persen ya," kata politikus PDIP ini.

"Ya sekitar 4-5 persen itu, jadi kita waktu itu bertumpu pada aspek kinerja. Itu pun sudah 19 orang, yang 4 persen berapa sih? 20-an, 20 kursi lah. Dengan alat kelengkapan, badan-badan lain, dengan pansus, itu sudah tidak kejangkau kerjaannya," tambahnya.

Ia mengatakan, dengan jumlah XIII komisi di DPR saat ini, angka 4 persen semestinya tak memenuhi. Aria mengatakan ambang batas 0 persen di parlemen justru akan menimbulkan masalah.

"Jadi cara pandang kami soal keputusan kinerja itu dengan pengisian anggota-anggota yang ada. Kita pernah juga 0 persen waktu itu menjadi sangat tidak efektif karena nanti kan kaitannya dengan partai politik, kaitannya dengan kelengkapan. Jadi saya melihat bahwa pembatasan parliamentary threshold waktu itu terkait dengan kinerja," katanya.

Sebelumnya, MK menilai ketentuan parliamentary threshold atau ambang batas parlemen 4 persen suara sah nasional yang diatur UU 7 Tahun 2017 tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat. MK memerintahkan agar ambang batas parlemen tersebut diubah sebelum pelaksanaan Pemilu 2029

Hal ini disampaikan MK dalam putusan perkara 116/PUU-XXI/2023, yang diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Meski begitu, dalam pertimbangannya, MK menyatakan ketentuan Pasal 414 ayat (1) dalam UU 7/2017, yang mengatur ambang batas parlemen 4 persen masih konstitusional untuk diberlakukan pada hasil Pemilu 2024. Namun, ambang batas parlemen ini tidak bisa lagi berlaku pada Pemilu 2029.

Berikut isi amar putusan MK:

Dalam Pokok Permohonan

1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;
2. Menyatakan norma Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen serta besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dengan berpedoman pada persyaratan yang telah ditentukan;
3. Memerintahkan Pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;
4. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya.

(dwr/ygs)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |