Jakarta -
Jaksa menghadirkan saksi bernama Dede Rahmana dalam sidang kasus dugaan suap terkait eksekusi lahan dengan terdakwa mantan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Rina Pertiwi. Dede mengaku mendapat Rp 200 juta dari Rina.
Jaksa awalnya bertanya ke Dede soal kuitansi pembelian tanah senilai Rp 1 miliar. Dede mengatakan kuitansi itu direkayasa.
"Apakah Pak Dede pernah menerima kuitansi pembelian tanah di blok Pasir, Desa Jangkurang, Leles, Garut, sejumlah Rp 1 miliar?" tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (9/12/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu yang direkayasanya itu, Pak," jawab Dede.
Dede mengatakan nilai jual beli tanah itu Rp 1 miliar yang seolah-olah sama dengan nilai cek yang diberikan seorang bernama Ali Sopyan. Dia mengaku mengikuti perintah Rina terkait rekayasa pinjaman modal hingga perjanjian sewa.
"Berarti selain perjanjian pinjam modal, perjanjian sewa, ada juga perjanjian jual beli tanah? Sama nggak tanah tersebut milik bapak?" tanya jaksa.
"Iya, saya sudah beli dari masyarakat di sana, itu tahun 2008, 2009, sudah lama itu bapak. Ada dia (Rina) waktu itu, 'Kang, yang Rp 1 miliar teh seolah-olah beli tanah untuk nyewa ruko gitu'," jawab Dede.
Dia mengaku diminta Rina membuat tanggal mundur atau backdate pada kuitansi jual beli tanah seolah terjadi pada tahun 2018. Padahal, meterai pada kuitansi itu cetakan tahun 2022.
Ketua majelis hakim, Eko Aryanto, juga ikut bertanya ke Dede terkait perannya dalam kasus tersebut. Dede mengaku menerima Rp 200 juta karena telah mendoakan.
"Bapak tadi nerima berapa? Rp 200 juta?" tanya hakim.
"Iya," jawab Dede.
"Untuk apa itu? Peran bapak apa, mendoakan saja?" tanya hakim.
"Iya," jawab Dede.
"Bapak kan mendoakan saja? Tanah yang di Cibinong minta didoakan?" tanya hakim.
"Iya," jawab Dede.
"Ini karena berhasil bapak dapat Rp 200 juta?" tanya hakim.
"Ya nggak tahu berhasil, nggaknya," jawab Dede.
Hakim lalu mendalami jumlah uang yang diterima Rina. Dia mengatakan Rina menerima bagian dari total pemberian cek Rp 1 miliar oleh Ali Sopyan sebesar Rp 797.500.000.
"Jadi yang benar-benar diterima oleh terdakwa Rina itu berapa totalnya?" tanya jaksa.
"Rp 797 juta," jawab Dede.
Sebelumnya, Rina Pertiwi didakwa menerima suap Rp 1 miliar terkait pengurusan eksekusi lahan salah satu perusahaan BUMN. Jaksa mengatakan Rina menerima bagian Rp 797 juta dari total suap tersebut.
"Telah menerima hadiah padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya, jika antara beberapa perbuatan meskipun masing-masing merupakan kejahatan ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut," kata jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (21/11).
Kasus ini bermula dari gugatan perdata ahli waris pemilik tanah di Jalan Pemuda Rawamangun, Jakarta Timur, yang dikuasai BUMN. Ahli waris itu memberikan kuasa ke seseorang bernama Ali Sopyan.
Gugatan perdata itu telah diputus hingga peninjauan kembali (PK) dengan hasil menghukum perusahaan BUMN membayar ganti rugi sebesar Rp 244.604.172.000 (Rp 244 miliar). Ali meminta bantuan Johanes dan Sareh Wiyono untuk mengurus eksekusi hasil putusan PK tersebut.
Ada tiga kali pertemuan yang dilakukan antara Ali, Johanes, dan Sareh untuk membahas eksekusi putusan PK tersebut. Singkatnya, Ali memasukkan surat permohonan eksekusi putusan PK melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) PN Jaktim dan telah lebih dulu menghubungi Rina, yang bersedia membantu mengurus eksekusi putusan tersebut.
Jaksa mengatakan surat permohonan eksekusi itu diteruskan ke meja Ketua PN Jaktim. Lalu, surat permohonan itu didisposisi ke Rina selaku panitera.
Rina kemudian membuat resume surat permohonan eksekusi lahan yang diajukan Ali. Inti resume itu menerangkan penyitaan tak bisa dilakukan oleh pihak mana pun ke aset badan milik negara/daerah, melainkan dimasukkan dalam DIPA anggaran di tahun berjalan atau tahun selanjutnya.
Jaksa mengatakan Rina tak menjalankan resume tersebut. Jaksa mengatakan, pada kenyataannya, Rina tetap melakukan penyitaan pada rekening salah satu perusahaan BUMN senilai Rp 244.604.172.000 (Rp 244 miliar).
Jaksa mengatakan Rina menerima bagian dari total suap Rp 1 miliar terkait eksekusi lahan dari Ali Sopan sebesar Rp 797 juta. Uang itu diterima Rina secara transfer dan cash.
"Maka total keseluruhan uang yang diterima oleh Terdakwa dari Saksi Ali Sopyan melalui saksi Dede Rahmana yaitu sebesar Rp 1 miliar. Dengan rincian yaitu uang sebesar Rp 797.500.000 (Rp 797 juta) diterima oleh Terdakwa dan sisanya sebesar Rp 202.500.000 (Rp 202 juta) diberikan oleh Terdakwa kepada Saksi Dede Rahmana," ujar jaksa.
Rina Pertiwi didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 12B atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
(mib/haf)