Jakarta -
Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera mengatakan pendapatan daerah yang kecil dan terbatas serta APBD tak efektif seperti yang diungkit Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian merupakan fakta. Mardani mengatakan masalah itu bisa diperbaiki.
"Pertama, ini fakta. Kedua, ini menyedihkan. Ketiga, ini mesti diubah. Keempat, ubahlah dari akarnya," kata Mardani kepada wartawan, Rabu (18/12/2024).
Mardani menilai permasalahan tersebut terjadi karena otonomi yang dilakukan selama ini malah menciptakan raja-raja kecil. Dia juga menyebut otonomi di sejumlah daerah malah menghasilkan pemerintah daerah dengan anggaran kecil yang sulit ditingkatkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang anggarannya kecil karena otonomi di tingkat kabupaten kota bukan hanya menciptakan raja kecil, tapi anggaran kecil, susah menjadi leverage (pengungkit)," ucapnya.
Ketua DPP PKS itu mengatakan perlu ada perbaikan dalam otonomi. Dia mengusulkan syarat untuk suatu daerah bisa menjadi daerah otonomi baru harus diubah.
"Ubah otonomi di provinsi dan jumlah kota kabupaten kita dalam satu provinsi maksimal 6-8 kota kabupaten," jelasnya.
Sebelumnya, Mendagri Tito menyinggung anggaran belanja daerah yang tidak efektif. Dia menyoroti penggunaan anggaran lebih besar untuk rapat hingga studi banding.
Hal itu disampaikan Tito di acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Keuangan Daerah dan Penganugerahan APBD Award Tahun 2024 di Grand Sahid Hotel, Jakarta Pusat, Rabu (18/12). Di hadapan para kepala daerah, Tito memaparkan grafik pendapatan dan belanja daerah.
"Kemudian yang sebelah kanan sekali, ini kalau kita mau paksa-paksa juga membuat program dia udah nggak bisa. Karena warna biru-nya (belanja) udah terlalu dominan. Transfer pusatnya itu udah dominan, PAD-nya kecil, pendapatan lokalnya kecil," kata Tito dalam arahannya.
"Jadi kita kasih lagi kegiatan-kegiatan lain, misalnya makan bergizi, membuat perumahan di daerah itu bagi rakyat miskin ya nggak punya, (anggaran lagi) dia. Dia memang uangnya nggak ada, mau digencet juga gimana nggak ada," lanjutnya.
Tito kemudian mencontohkan ada penggunaan anggaran program yang tidak efektif. Dia mengambil contoh ada daerah menganggarkan stunting senilai Rp 10 miliar. Namun, dari total anggaran itu hanya Rp 2 miliar yang disalurkan ke masyarakat, selebihnya dipakai studi banding yang malah lebih besar.
"Anggaran Rp 10 miliar. Rapat koordinasi, studi banding dan lain-lain Rp 6 miliar. Yang jadi makanan untuk ibu hamil dan anak-anak di bawah 2 tahun itu Rp 2 miliar. Rp 2 miliarnya lagi evaluasi. Jadi yang stunting itu Rp 2 miliar yang masuk ke perut itu. Yang lainnya studi banding," ucap Tito.
(taa/haf)