Jakarta -
Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia/Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Abdul Kadir Karding mengatakan, Presiden RI Prabowo Subianto telah menyetujui anggaran sebesar Rp 45 triliun untuk membantu pemberangkatan pekerja migran hingga peningkatan keahlian atau skill. Nantinya, dana bisa dicairkan dalam bentuk pinjaman dengan bunga rendah.
"Kami sangat bersyukur bahwa Pak Prabowo, Pak Presiden kita begitu memiliki perhatian yang luar biasa kepada pekerja migran Indonesia. Kemarin di rapat terbatas, Alhamdulillah atas perhatian dan komitmen Pak Prabowo, nanti kementerian ini akan mendapatkan komitmen dari pemerintah untuk dana Rp 45 Triliun," kata Karding saat ditemui di Kementerian P2MI/BP2MI, Pancoran, Jakarta Selatan, Senin (6/1/2025)
"Dana ini nanti kita gunakan untuk membantu pekerja migran Indonesia dalam bentuk mungkin pinjaman dengan bunga yang sangat rendah. Dana ini, salah satunya adalah untuk PMI berangkat dan juga untuk pelatihan calon PMI, karena masalah utama selama ini adalah masalah pembiayaan, akses pekerja migran Indonesia terhadap pembiayaan," sambungnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karding menuturkan dana Rp 45 Triliun akan dikeluarkan dalam tiga tahap selama 5 tahun ke depan. Pada tahun ini, dana sebesar Rp 15 Triliun siap dikucurkan untuk membantu pembiayaan pekerja migran saat proses pemberangkatan menuju negara tujuan.
"Pembiayaan terutama untuk cost structure pemberangkatan, yang kedua untuk pelatihan dan mungkin juga pemberdayaan. Nah, Insyaallah, pemerintah dalam hal ini Pak Presiden akan mengeluarkan Rp 15 Triliun pertama," jelasnya.
Menurut Karding, dengan dana tersebut diharapkan pekerja migran yang berangkat memiliki keahlian dan mengikuti prosedur. Dengan begitu, persoalan yang dihadapi pekerja migran, seperti eksploitasi hingga overcharge, bisa diminimalisasi.
"Ini tujuannya adalah kita ingin memperkuat pelindungan PMI, dengan anggaran ini memang kami katakan akan memperkuat, karena data kami, seluruh pekerja-pekerja migran yang kena masalah di luar, baik itu eksploitasi, overcharge, kemudian apa namanya perlakuan tidak adil lain, itu rata-rata, faktor utamanya karena dia unprocedural dan juga skill, 90 sampai 95 persen itu datanya seperti itu," ucapnya.
"Sehingga solusinya adalah kita akan mendorong PMI berangkat ke luar negeri ini prosedural, yang kedua, tentu dengan secara bertahap kita tingkatkan skill dari pada pekerja-pekerja migran kita," katanya.
(taa/taa)