Jakarta -
Polisi menangkap pria Bekasi berinisial RYS (29) terkait kasus penjualan video porno anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) minta Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) lebih ketat Awasi platform yang mudah menampilkan konten pornografi seperti Telegram dan X.
"Ini menjadi keprihatinan bagi KPAI kenapa ini terulang dan terulang terus. Siapa supplier dari konten pornografi ini. Pertama silakan cek platform yang memang mudah kita dapatkan tayangan-tayangan porno itu. Kemarin sudah disebut, telegram dan X," kata Ketua KPAI, Ai Maryai kepada wartawan, Sabtu (11/1/2025).
"Ini menyasar pada Komdigi untuk melakukan langkah-langkah ini, setidaknya dua platform ini. Karena masih banyak disebutkan platform lain," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Ai, persoalan konten pornografi tidak bisa hanya diselesaikan dengan menangkap penjual atau penyebarnya saja. Dia mengatakan banyak tipu daya kepada para korban yang tergiur dengan imbalan uang sehingga nekat menjadi model dalam video porno tersebut.
"Ada situasi yang kita tidak bisa lupa, ada rekrutmen tipu daya. Ingat perempuan yang diminta berhubungan seks dengan anaknya, akan dibayar oleh Facebook waktu itu, tapi tidak jadi, videonya dikirim, duitnya nggak dikasih dan tayangannya sudah meluas ke mana-mana. Lalu ibu ini ditangkap polisi, alasannya terjerat pinjol dan sebaginya," ujarnya.
"Masih ingat nggak waktu ada delapan anak menjadi korban video porno sesama jenis yang diamankan oleh Bandara Soetta, itu jelas dibikin film oleh satu production house dan diedarkan di Amerika," lanjutnya.
Menurutnya apabila sebuah platform memiliki aturan dan ideologi maka konten pornografi tidak akan mudah didapat dan diakses. Dia mengatakan aturan dan ideologi di Indonesia dengan negara lain berbeda, sehingga yang dianggap konten dewasa di Indonesia belum tentu di luar negeri.
"Itu artinya kejahatan ini berkelindan antar perorangan, dengan kelompok sindikat dan bahkan sebuah platfom digital dia tidak punya sebuah aturan. Kalau platform ini punya aturan, platform ini punya ideologi protection. Kenapa ideologi, karena ini antar bangsa, bukan hanya Indonesia kan yang pakai telegram, pakai X, sementara di kita itu udah konten negatif disebutnya, di mereka di negara-negara lain, itu konten biasa aja dewasa. Tapi mereka kuat anak-anak tidak bisa akses, media sosialnya kayak Australi dibatasi," ucapnya.
Lebih lanjut, Ai mengapresiasi langkah polisi yang telah menangkap pelaku penjual video porno anak. Dia menyampaikan perlu ada langkah yang lebih baik tidak hanya berhenti sampai menangkap pelaku penjual video porno anak.
"KPAI mengapresiasi Polda Metro Jaya sudah menetapkan satu tersangka, tetapi jangan lupa terhadap klosi global dan klosi nasional kita yang harus memiliki tujuan serta langkah-langkah," imbuhnya.
Pelaku Jual Ribuan Video Porno Anak
RYS (29)diringkus Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya di Bekasi Barat, Kota Bekasi. Beberapa konten pornografi yang dijualmelalui telegram di antaranya merupakan konten pornografi anak di bawah umur.
"Dari tangan tersangka penyidik menemukan 1.029 konten atau informasi elektronik berupa gambar, berupa video yang diduga bermuatan asusila atau melanggar norma kesusilaan dan beberapa video di antaranya adalah anak," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi kepada wartawan, Kamis (9/1/2025).
Kasus terungkap setelah penyidik Direktorat Reserse Siber melakukan patroli di dunia maya. Dari hasil penyelidikan, para member yang ingin berlangganan ke grup Telegram itu harus membayar Rp 15 ribu untuk 3 bulan.
"Untuk menjadi admin atau member yang disebarkan oleh tersangka RYS tadi itu hanya membayar Rp 10 ribu-15 Ribu per 3 bulan," kata dia.
"Dia menyebarkan melalui Telegram, orang bisa jadi member di situ, kemudian mendapatkan konten-konten yang bermuatan asusila atau pornografi di mana sebagian adalah anak. Ini sangat memprihatinkan," imbuhnya.
Saat ini pihak kepolisian masih melakukan serangkaian pendalaman terkait kasus tersebut. Ade Ary mengimbau kepada masyarakat untuk melapor jika menemukan kasus serupa.
"Yang memperdagangkan, yang mempertontonkan, yang memanfaatkan, yang memiliki atau yang menyimpan produk pornografi itu dapat dipidana, dapat diproses pidana," tuturnya.
(dek/dhn)