Jakarta -
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta tidak membebankan uang pengganti terhadap dua mantan direktur PT Timah Tbk. Hakim menyatakan keduanya tak terbukti menerima duit hasil korupsi pengelolaan timah.
Hal itu disampaikan majelis hakim saat membacakan pertimbangan vonis keduanya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/12/2024). Dua terdakwa itu adalah mantan Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan mantan Direktur Keuangan PT Timah Emil Ermindra.
"Terdakwa Riza Pahlevi dan Emil Ermindra tidak terbukti memperoleh hasil atau kekayaan yang bersumber dari tindak pidana korupsi tersebut. Di mana sejumlah Rp 493.399.704.345 (miliar) yang dibebankan penuntut dalam tuntutan pidananya terhadap masing-masing terdakwa yaitu terdapat Mochtar Riza Pahlevi dan Emil Ermindra," kata ketua majelis hakim Rianto Adam Pontoh saat membacakan pertimbangan vonis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hakim menyatakan duit korupsi pengelolaan timah tak diterima Mochtar dan Riza, melainkan diterima Tetian Wahyudi. Dalam kasus ini, Tetian disebut sebagai Direktur Utama CV Salsabila Utama, yakni perusahaan yang bekerja sama dengan PT Timah Tbk dalam program kemitraan.
"Ternyata sebagaimana fakta hukum yang terungkap di persidangan, bahwa uang-uang tersebut telah diterima oleh Tetian Wahyudi, direktur sekaligus pendiri CV Salsabila Utama, sebagai bukti ke-13 berupa akta pendirian CV Salsabila Utama melalui CV Salsabila Utama sebagai pembayaran atas bijih timah dan total keseluruhan yang telah diterima Tetian Wahyudi melalui CV Salsabila Utama," ujar hakim.
Hakim menyatakan Mochtar Riza dan Emil Ermindra tidak terbukti menerima duit korupsi pengelolaan timah. Hal itulah yang menjadi alasan hakim tak membebankan uang pengganti kepada keduanya.
"Menimbang bahwa sebagaimana ketentuan Pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tentang Tipikor bahwa menyatakan pembebanan uang pengganti adalah sebesar harta benda yang didapatkan dari tindak pidana korupsi yang dilakukan, dan sesuai fakta hukum persidangan Terdakwa Mochtar Riza Pahlevi tidak memperoleh dari hasil tindak pidana korupsi," ucap hakim.
"Maka demikian, kepada Terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Emil Ermindra tidak dibebankan untuk membayar uang pengganti tersebut," imbuhnya.
Hakim Perintahkan Jaksa Kembalikan Aset Helena
Majelis hakim juga hanya membebankan uang pengganti kepada Helena Lim sebesar Rp 900 juta. Hakim memerintahkan jaksa mengembalikan aset milik Helena yang telah disita.
"Dapat disimpulkan bahwa segenap aset yang disita tersebut tidak memenuhi satu pun syarat penyitaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat 1 KUHAP. Sehingga sudah sepatutnya aset tersebut dinyatakan demi hukum tidak dapat disita untuk perkara a quo," kata hakim anggota Fajar Kusuma Aji.
Hakim menyatakan seluruh aset Helena yang disita tak terkait dengan kasus korupsi pengelolaan timah. Hakim menyatakan aset itu diperoleh di luar tempus waktu kasus tersebut.
"Majelis Hakim berpendapat bahwa terkait dengan penyitaan terhadap aset milik Terdakwa Helena diperoleh sebelum atau sesudah atau di luar tempus dugaan tindak pidana di mana atas perolehan dana pengamanan seolah-olah dana CSR dari pihak smelter swasta tersebut ke rekening PT QSE adalah sejak awal 2019, dan aset yang tidak terkait dugaan tindak pidana haruslah dikembalikan kepada Terdakwa Helena," ujar hakim.
Hakim menyatakan Helena juga mengikuti program pengampunan pajak atau tax amnesty tahun 2016 dan program pengungkapan sukarela tahun 2022. Hakim menyatakan aset yang tercantum dalam program tax amnesty memiliki kekuatan hukum dan tak bisa dilakukan penyitaan.
"Dan putusan MK Nomor 37 Tahun 2016 beserta penjelasannya, seluruh harta yang telah diungkapkan dalam program tax amnesty dan PPS tersebut telah memiliki kekuatan hukum yang mengikat atau final and binding. Mengingat telah diverifikasi dan divalidasi oleh negara dengan diterbitkannya surat keterangan pengampunan pajak dan surat keterangan pengampunan hak bersih. Di samping itu, dengan dilakukan penyetoran sendiri PPh serta diterbitkannya surat keterangan pengampunan pajak dan surat keterangan pengungkapan harta bersih," ucap hakim.
"Maka, tambahan harta atas keikutsertaan dalam program tax amnesty dan PPS tersebut telah dapat dibuktikan validitas dan eksistensinya berdasarkan mekanisme peraturan perundangan-undangan perpajakan yang berlaku. Dengan demikian, sudah sepatutnya aset tersebut dinyatakan demi hukum tidak dapat disita dan dijadikan sebagai dasar penyidikan, penyelidikan dan/atau penuntutan pidana terhadap wajib pajak," tambahnya.
Dalam sidang ini, majelis hakim menyatakan Mochtar Riza, Emil Ermindra, dan Helena terbukti bersalah dalam kasus korupsi pengelolaan timah. Hakim juga membacakan vonis untuk terdakwa lainnya, yakni MB Gunawan selaku Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa.
Berikut detail lengkap vonisnya:
- Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Emil Ermindra divonis 8 tahun penjara, denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan
- MB Gunawan divonis 5,5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan
- Helena Lim divonis 5 tahun penjara, denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan, serta uang pengganti Rp 900 juta subsider 1 tahun kurungan
(mib/fas)