Pemerintah memastikan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini menuai protes dari berbagai pihak.
Protes itu datang dari aksi demo hingga pernyataan sejumlah pihak seperti Muhammadiyah. Bahkan banyak juga orang yang menandatangani petisi penolakan ini.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, kenaikan PPN jadi 12% penting untuk menjaga stabilitas perekonomian, perlindungan sosial sekaligus mendukung program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto. Hal ini diharapkan bisa terwujud melalui peningkatan pendapatan negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Peningkatan pendapatan negara di sektor pajak itu penting untuk mendorong program Asta Cita dan prioritas Pak Presiden baik untuk kedaulatan dan resiliensi di bidang pangan dan kedaulatan energi," kata Airlangga dalam Konferensi Pers Paket Kebijakan Ekonomi, di kantornya, Jakarta, Senin (16/12).
"Di samping itu juga tentu penting untuk berbagai program infrastruktur pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, dan juga program terkait dengan makanan bergizi," sambungnya.
Petisi Diteken 95 Ribu Orang
Foto: Getty Images/iStockphoto/AndreyPopov
Muncul petisi meminta pemerintah segera membatalkan kenaikan PPN. Petisi ini sudah ditandatangani oleh 95 ribu orang lebih.
Dilihat detikcom, Kamis (19/12/2024), petisi ini dimulai oleh akun atas nama 'Bareng Warga'. Petisi yang diberi judul 'Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!' itu dimulai sejak 19 November 2024.
Pukul 09.16 WIB petisi ini sudah ditandatangani 95.284 orang. Petisi ini mempetisi Presiden Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bareng Warga mengatakan petisi ini dibuat karena adanya kenaikan pajak pertambahan nilai menjadi 12% per 1 Januari 2025. Menurutnya, kenaikan ini membuat masyarakat semakin kesulitan karena harga akan naik.
"Rencana menaikkan kembali PPN merupakan kebijakan yang akan memperdalam kesulitan masyarakat. Sebab harga berbagai jenis barang kebutuhan, seperti sabun mandi hingga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan naik. Padahal keadaan ekonomi masyarakat belum juga hinggap di posisi yang baik," ujar Bareng Warga dalam petisi tersebut.
Bareng Warga mencontohkan biaya hidup di Jakarta yang tidak sebanding dengan pendapatan masyarakat. Dia juga mengatakan kenaikan PPN ini bisa membuat daya beli masyarakat semakin merosot.
"Naiknya PPN yang juga akan membuat harga barang ikut naik sangat mempengaruhi daya beli. Kita tentu sudah pasti ingat, sejak bulan Mei 2024 daya beli masyarakat terus merosot. Kalau PPN terus dipaksakan naik, niscaya daya beli bukan lagi merosot, melainkan terjun bebas," katanya.
"Atas dasar itu, rasa-rasanya Pemerintah perlu membatalkan kenaikan PPN yang tercantum dalam UU HPP. Sebelum luka masyarakat kian menganga. Sebelum tunggakan pinjaman online membesar dan menyebar ke mana-mana," imbuhnya.
Ketum Muhammadiyah Minta Kaji Ulang
Foto: Ketum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, memberikan tanggapan kepada awak media di UMK, NTT, Jumat (6/12/2024). (Simon Selly/detikBali)
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir meminta pemerintah mengkaji ulang kenaikan PPN menjadi 12 persen per 1 Januari 2025. Haedar meminta setiap kebijakan yang dirumuskan berlandaskan keadilan sosial.
"(Soal PPN 12 persen) Perlu betul-betul dikaji ulang ya, sehingga kebijakan pajak itu juga ya memperhatikan aspek keadilan sosial," kata Haedar saat ditemui wartawan seusai menghadiri acara Dies Natalis UGM di Grha Sabha Pramana, Sleman, dilansir detikJogja, Kamis (19/12).
Haedar mengatakan permasalahan pajak selalu terkait dengan perusahaan berskala kecil dan masyarakat kelas menengah. Dia berharap agar kebijakan soal pajak tidak menghambat semangat kemajuan di masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena kan policy pajak di Indonesia tidak akan lepas dari kondisi kehidupan bangsa dan cita-cita keadilan sosial," ucap dia.
"Di situ aja yang harus diperhatikan betul sehingga kebijakan itu kemudian malah tidak menghambat spirit kemajuan pada setiap elemen masyarakat, institusi yang tidak sepenuhnya mereka bergerak dalam dunia bisnis yang berskala besar," sambungnya.
Gen-Z Turun ke Jalan
Foto: Alika, 22 tahun (kiri) saat mengikuti demonstrasi menolak PPN 12% di depan Istana Merdeka, Kamis (19/12/2024). (Kurniawan Fadilah/detikcom)..
Demonstrasi menolak kenaikan PPN menjadi 12 persen berlangsung di seberang Istana Merdeka. Berbagai aspirasi disuarakan massa aksi, termasuk jerit suara hati dari Gen Z.
Alika (22), salah satu mahasiswa yang ikut aksi, mengaku keberatan dengan kenaikan PPN 12 persen. Dia menyebut kenaikan ini akan berpengaruh terhadap sektor-sektor hiburan bagi kaum Gen Z.
"Kita menuntut agar pemerintah bisa membatalkan kebijakan untuk menaikkan pajak 12 persen. Karena kemarin juga saya lihat risetnya CELIOS (Center of Economic and Law Studies), kalau misalkan pajak ini sangat memberatkan, terutama Gen Z ya. Saya kan Gen Z, kayak misalkan hiburan Netflix, itu juga tiket konser itu juga akan naik," ujar Alika kepada detikcom di lokasi aksi seberang Istana Merdeka, Kamis (19/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, dia menyoroti sektor-sektor lain yang dinilai bisa menjadi solusi dari kebijakan kenaikan pajak oleh pemerintah. Dia menyebut pemerintah semestinya membuat kebijakan kenaikan pajak terhadap karbon hingga kelompok konglomerat.
"Terus bagaimana bisa pemerintah menaikkan pajak di saat proyek megabesar yang memberatkan APBN itu seperti IKN masih berjalan? Terus juga sebenarnya masih banyak juga prioritas lain yang bisa dinaikkan," kata Alika.
"Misalkan kayak carbon tax yang dari dulu tuh wacananya nggak pernah dijalankan dan wacananya nanti 2025. Lalu juga kenapa pemerintah nggak menaikkan pajak orang orang kaya kayak wealth tax gitu, terus juga perusahaan nikel," ungkapnya.
Massa aksi di seberang Istana Merdeka berdemo sejak pukul 15.00 WIB. Mereka tampak mengenakan pakaian hitam-hitam.