Jakarta -
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mendukung arahan Presiden Prabowo untuk menurunkan biaya haji 2025 tanpa mengurangi kualitas layanan. Ia menilai langkah ini selaras dengan perjuangan Komisi VIII DPR dan Fraksi PKS untuk meringankan beban calon jamaah.
Hidayat mengatakan komitmen menurunkan biaya haji setiap tahun telah diusulkan dan diperjuangkan oleh Fraksi PKS dan Komisi VIII DPR-RI dalam rapat kerja dengan Kementerian Agama.
Ia mengapresiasi Prabowo yang mengarahkan Menteri Agama dan Wamenag baru, Nasaruddin Umar dan Buya Syafii, untuk membuat terobosan dalam penyelenggaraan dan biaya haji.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan pola pikir yang sama dengan kami di Fraksi PKS dan di Komisi VIII terkait penyelenggaraan haji dan biaya haji yang diarahkan untuk bisa meringankan beban calon jamaah haji, dengan tetap menjaga kualitas pelayanan haji dan sustainabilitas dari keuangan haji," ujar Hidayat dalam keterangan tertulis, Sabtu (28/12/2024).
Anggota Komisi VIII DPR-RI Fraksi PKS ini menilai dalam tiga tahun terakhir, Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qaumas dan Kemenag selalu mengusulkan kenaikan biaya haji yang signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Pada tahun 2022, Yaqut mengusulkan biaya haji sebesar Rp 45 juta per jamaah, yang melonjak menjadi Rp 69 juta pada tahun 2023, dan mencapai Rp 73,5 juta pada tahun 2024. Kenaikan ini selalu menjadi polemik di masyarakat.
Hidayat mengatakan dalam setiap rapat di Komisi VIII dan panja haji, mereka berupaya keras memperjuangkan aspirasi masyarakat, khususnya calon jamaah haji. Meskipun berhasil menurunkan biaya haji menjadi Rp 39,8 juta pada tahun 2022, Rp 49,8 juta pada tahun 2023, dan Rp 56 juta pada tahun 2024, PKS masih mengkritisi karena biaya tersebut masih bisa ditekan lebih rendah lagi.
Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini mengatakan arahan Presiden terkait rencana penurunan biaya haji yang disampaikan oleh Menteri Agama dan Wamenag baru menjadi angin segar dan sinyal kesamaan persepsi antara Pemerintah dan Komisi VIII DPR-RI.
"Dan berharap agar Panja Haji bisa memutuskan persetujuan penurunan biaya haji tersebut," sambungnya.
Hidayat mengungkap sejak dulu anggota Komisi VIII DPR-RI melihat komponen biaya penerbangan yang mencakup lebih dari sepertiga biaya haji perlu dikoreksi. Dengan sistem carter penerbangan yang ada, biaya tersebut seharusnya bisa ditekan ke level yang wajar, tidak merugikan jamaah, dan tetap menguntungkan maskapai penerbangan.
Selain itu, biaya pemondokan, transportasi, katering, dan masyair juga bisa diturunkan melalui penganggaran yang realistis dan lobi dengan pihak di Arab Saudi, seperti kebijakan penghapusan pajak masyair.
"Dan yang tidak kalah penting, sejak beberapa tahun yang lalu, kami bersama Fraksi PKS sudah mengusulkan agar durasi tinggal jamaah haji selama di Arab Saudi bisa dipangkas dari 40 hari menjadi 30 hari. Itu akan signifikan mengurangi pembiayaan," tutur Hidayat.
Untuk mewujudkannya, pemerintah Indonesia perlu melobi kerajaan Saudi agar menyediakan lebih banyak bandara internasional selain Jeddah dan Madinah, guna mengurangi antrean pesawat yang menyebabkan lamanya durasi tinggal jamaah.
Secara kasar, kebijakan tersebut bisa menekan biaya haji hingga 25%. Dengan asumsi biaya haji tahun lalu sebesar Rp 93,4 juta, biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) pasca efisiensi bisa ditekan hingga sekitar Rp 70 juta.
Jika skenario BPKH diterapkan dengan porsi nilai manfaat diturunkan ke level 38% pada tahun 2025, biaya yang harus dibayar setiap calon jamaah haji (bipih) bisa turun hingga Rp 44 juta.
Ia menambahkan dengan skenario efisiensi tersebut, biaya yang ditanggung setiap jamaah berpotensi turun dari Rp 56 juta di tahun 2024 menjadi Rp 44 juta di tahun 2025.
"Dengan demikian sustainabilitas keuangan haji juga bisa terjaga karena beban nilai manfaat bisa turun dari 40% di tahun 2024 ke 38% di tahun 2025 dengan padanan nilai BPIH yang lebih rendah dari tahun sebelumnya," lanjutnya.
Hidayat mengatakan langkah-langkah tersebut bisa dilaksanakan dengan menguatkan 'political will' dari Pemerintah. ia berharap Menteri Agama dan Wamenag yang baru memperhatikan temuan dan rekomendasi dari Panja Haji 2024 untuk perbaikan penyelenggaraan haji, serta melaksanakan komitmen mengurangi biaya haji sambil menjaga kualitas pelayanan.
"Hal ini selain ditunggu oleh para calon jemaah haji, juga akan menjadi legacy bagi Pemerintah, termasuk Menag dan Kemenag, karena mulai musim haji tahun berikutnya (2026) penyelenggaraan haji tidak lagi dikelola oleh Kemenag melainkan akan dikelola oleh Badan Penyelenggara Haji," pungkasnya.
(anl/ega)