Jakarta -
Kapolresta Bogor Kota Kombes Bismo Teguh Prakoso mengatakan dua penyalur pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal yang ditangkap di apartemen Jl Sholeh Iskandar, Kota Bogor, sudah beraksi sejak Juli 2024. Kedua tersangka Meidayanti Kosasih (33) dan M Zaky Lazuardi (31) mengaku sudah memberangkatkan PMI ilegal sebanyak 20 orang ke Timur Tengah.
"Pelaku sudah beraksi sejak Juli, untuk yang sudah diberangkatkan ada 15-20 orang dengan tujuan Qatar dan Abu Dhabi. Jadi praktik mereka ini ilegal, tanpa melalui prosedur resmi dan menyalahgunakan visa wisata atau visa kunjungan, seharusnya visa kerja," kata Bismo saat jumpa pers, Jumat (27/12/2024).
Pelaku Zaky mendapat upah sebesar Rp 300 ribu dari setiap orang yang diberangkatkan. Zaky juga dijanjikan uang Rp 2,9 juta jika berhasil memberangkatkan 8 orang yang sempat ditampung di Bogor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemudian untuk tersangka MZL ini dijanjikan atau sudah diberikan uang dari setiap keberangkatan Rp 250.000 sampai Rp 300.000.000 dan dijanjikan ketika bisa memberangkatkan yang akan kita gagalkan ini dengan gaji Rp 2,9 juta," kata Bismo.
"Adapun para calon TKW ini dijanjikan ya bekerja sebagai calon TKW di negara tersebut dengan gaji Rp 4,8 juta sampai dengan Rp 5 juta. Jadi tersangka ini yang menyalahgunakan bahwa seharusnya orang berangkat itu menggunakan visa kerja, tapi si tersangka menggunakan visa kunjungan," imbuhnya.
Direktur Pengawasan, Pencegahan, dan Penindakan Dirjen Perlindungan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) Brigjen Eko Iswantono meminta masyarakat menjalani prosedur resmi jika ingin bekerja di luar negeri. Menurutnya, tidak adanya jaminan keamanan dan pemenuhan hak jadi resiko berat yang akan dihadapi PMI ilegal.
"Memang PMI ilegal ini efek atau dampaknya adalah satu, mereka pemenuhan hak mereka secara value itu tidak ada. Kedua, jaminan hukum, jaminan sosial mereka akan ada kendala di sana. Misalnya mereka mau dipulangkan, karena tidak ada yang memulangkan dari sana, dan berarti jadi beban dan tanggungjawab negara yang memulangkan," kata Eko.
(dek/dek)