Jakarta -
Menteri Kebudayaan Fadli Zon membuka pameran seni bertajuk Jejak Perlawanan: Sang Presiden 2001. Eksebisi ini digelar untuk mengenang salah satu seniman besar Indonesia, Raden Soehardi Adimaryono atau Hardi, Tribute to Hardi (1951-2023), yang memamerkan 78 karya Hardi di Galeri Nasional.
Diketahui, Hardi adalah salah satu pelukis Indonesia yang turut membentuk lanskap seni rupa modern dan menjadi simbol perlawanan melalui seni.
Dalam sambutannya di acara pembukaan Kamis (9/1), Fadli Zon menggambarkan sosok Hardi sebagai seniman yang melampaui peran tradisionalnya. Menurutnya Hardi tak hanya dikenal sebagai pelukis yang visioner, tetapi juga sebagai pemikir yang kritis, seorang aktivis seni yang berani menyuarakan kebenaran tanpa kompromi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fadli Zon juga mengenang Hardi sebagai seniman yang tak hanya menghasilkan karya seni rupa, tetapi juga karya tulis yang kritis. Tulisan-tulisannya yang pernah terbit di media besar seperti Sinar Harapan menjadi bukti bahwa seni adalah alat perjuangan untuk menyuarakan kebenaran dan keadilan.
"Tidak banyak pelukis yang juga penulis. Hardi adalah salah satunya, bersama nama-nama besar seperti Sujoyono dan Popo Iskandar," ujar Fadli Zon dalam keterangan tertulis, Sabtu (11/1/2025).
Lebih lanjut dia juga menyoroti bagaimana Hardi menjadi bagian penting dalam Gerakan Seni Rupa Baru yang lahir tahun 1975, sebuah gerakan revolusioner yang merayakan 50 tahunnya pada tahun ini. Gerakan ini muncul sebagai respons terhadap seni rupa tradisional yang dianggap stagnan dan tidak relevan dengan kondisi sosial-politik saat itu.
Fadli Zon menekankan Gerakan Seni Rupa Baru adalah salah satu tonggak penting dalam sejarah seni rupa Indonesia. Gerakan ini mematahkan dominasi estetika tradisional dan membuka jalan bagi seni rupa yang lebih kritis dan relevan.
"Hardi dan kawan-kawan melakukan protes yang melahirkan gerakan seni rupa baru, sebuah tonggak penting dalam sejarah seni rupa Indonesia," tambahnya.
Hardi, yang dikenal karena keberaniannya, sering dibandingkan dengan Rendra, sang 'burung merak' di dunia sastra. Menurut Fadli, Hardi selalu menjadi pusat perhatian di berbagai kesempatan, tidak hanya melalui karya seninya tetapi juga melalui kritik-kritik sosialnya yang lugas.
Fadli juga berbagi kenangannya tentang Hardi, yang pernah ia anggap tidak cocok menjadi politisi karena sikapnya yang terlalu jujur dan tanpa basa-basi dalam menyampaikan kritik. Sikap ini dinilainya menjadi kekuatan utama Hardi sebagai seniman.
"Melalui seni, Hardi melawan. Ia menyuarakan keadilan bagi sesama, menghadirkan refleksi sosial, kultural, dan politik yang kuat dalam setiap karyanya," ujar Fadli.
Pentingnya Menghargai Seniman sebagai Aset Nasional
Fadli juga menegaskan seniman seperti Hardi adalah aset nasional yang harus dihargai dan dilestarikan. Ia menyebut Hardi sebagai salah satu national treasure Indonesia yang memberikan kebanggaan bagi bangsa.
"Kita kehilangan seorang Hardi, yang pernah dipuji oleh Affandi sebagai salah satu pelukis terbaik Indonesia. Tribut ini adalah penghormatan atas kontribusinya yang luar biasa," tutur Fadli.
Dia berharap pameran ini bukan hanya menjadi penghormatan untuk Hardi, tetapi juga sebuah undangan bagi generasi muda untuk melanjutkan semangatnya. Di era digital ini, seni memiliki potensi besar untuk menjadi alat perubahan. Namun semangat keberanian dan kejujuran seperti yang dimiliki Hardi harus terus dihidupkan.
(akd/ega)