Jakarta -
Anggota DPR RI Fraksi PKS Dapil Tangerang Raya Banten Habib Idrus Al Jufri menanggapi laporan dan keluhan para nelayan di sekitar Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, Tangerang, dalam beberapa minggu terakhir.
Warga mengeluhkan akses mereka ke laut telah terganggu akibat adanya 'pagar laut' yang diduga dipasang oleh pengembang kawasan tersebut.
"Kondisi ini tidak hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga melukai keadilan sosial yang seharusnya menjadi prinsip utama dalam setiap pembangunan," ungkap Idrus dalam keterangan tertulis, Jumat (10/1/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Idrus mengungkapkan para nelayan tradisional di wilayah Tangerang Raya, termasuk Pulau Cangkir dan pesisir Kronjo, telah menggantungkan hidupnya pada laut selama puluhan tahun.
"Laut bukan hanya sumber ekonomi, tetapi juga bagian dari identitas mereka. Ketika akses mereka dibatasi oleh proyek-proyek besar seperti PIK 2, kita harus bertanya: apakah pembangunan ini benar-benar inklusif? Apakah suara masyarakat kecil didengar dalam proses perencanaannya?" katanya.
"Saya menegaskan hak nelayan untuk mengakses laut adalah bagian dari keadilan sosial yang harus dijaga. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria menjamin akses publik terhadap sumber daya alam," imbuh Idrus.
Anggota DPR RI dari Dapil Banten III ini pun menambahkan, Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) juga menegaskan hak atas akses bebas ke laut bagi masyarakat lokal.
"Dampak sosial dan ekonomi keluhan nelayan tentang terhalangnya akses ke laut karena pagar bambu atau material reklamasi bukanlah hal kecil. Mereka melaporkan harus memutar jauh, yang mengakibatkan peningkatan konsumsi bahan bakar dan berkurangnya hasil tangkapan," ungkapnya.
Dampak ini, lanjut Idrus, tidak hanya mengurangi pendapatan keluarga nelayan tetapi juga mengancam ketahanan pangan masyarakat lokal yang bergantung pada hasil laut.
"Lebih ironis lagi, laporan Ombudsman Republik Indonesia menunjukkan bahwa reklamasi di kawasan PIK 2 dilakukan dengan mengabaikan prosedur yang mengutamakan kesejahteraan masyarakat sekitar. Jika hal ini benar, maka ada potensi maladministrasi yang harus diusut tuntas," tegasnya.
Pembangunan Inklusif dan Berkeadilan
Terkait persoalan ini, Idrus pun mendorong adanya pembangunan yang inklusif dan adil bagi masyarakat, termasuk para nelayan.
"Sebagai Wakil Rakyat dari Dapil Tangerang Raya Banten, saya memahami kebutuhan untuk mendorong pembangunan. Namun pembangunan haruslah inklusif, berkeadilan, dan tidak mengorbankan hak masyarakat kecil. Proyek sebesar PIK 2, yang dikategorikan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), seharusnya menjadi teladan dalam menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan keadilan sosial," bebernya.
Pihaknya pun mendesak agar ada investigasi menyeluruh. Pertama, pemerintah daerah dan pusat bersama Ombudsman RI, harus melakukan investigasi mendalam terkait dugaan pemagaran laut dan dampaknya terhadap nelayan.
"Kedua, evaluasi amdal: dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) harus ditinjau ulang untuk memastikan bahwa kepentingan masyarakat lokal, termasuk nelayan, dilindungi," ucapnya.
Ketiga, lanjut Idrus, adanya dialog dengan nelayan. Ia mengungkapkan pengembang PIK 2 harus membuka ruang dialog dengan nelayan lokal untuk mencari solusi yang adil, termasuk memberikan jalur akses alternatif atau kompensasi yang memadai.
"Keempat, pengawasan proyek PSN. DPR RI, melalui komisi terkait, harus memastikan bahwa pelaksanaan PSN tidak melanggar hak masyarakat lokal," tegas Idrus.
Menjaga Hak Rakyat Membangun untuk Semua
Idrus pun menegaskan pembangunan tidak boleh menjadi alasan untuk mengabaikan hak masyarakat kecil. Pasalnya, keberhasilan suatu proyek bukan hanya diukur dari gedung tinggi yang berdiri atau jumlah investasi yang masuk, tetapi dari sejauh mana manfaatnya bagi masyarakat.
"Sebagai wakil rakyat, saya akan terus memperjuangkan keadilan bagi nelayan di Tangerang Raya dan memastikan bahwa suara mereka didengar. Semoga setiap langkah yang kita ambil untuk membangun bangsa ini senantiasa berlandaskan pada prinsip keadilan dan kesejahteraan bersama," jelas Wakil Sekretaris Fraksi PKS DPR RI ini.
Sementara itu, anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS Johan Rosihan melakukan inspeksi mendadak (sidak) terkait kasus pemagaran laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Tangerang pada Rabu (8/1/2025). Dalam sidak ini, Johan turut didampingi anggota Komisi IV lainnya Riyono 'Caping' dari Fraksi PKS DPR RI.
"Pemagaran laut ini adalah bentuk pelanggaran nyata terhadap hak nelayan dan masyarakat pesisir. Pemerintah harus segera memastikan legalitas tindakan ini dan mengambil langkah tegas jika terbukti melanggar aturan," ujar Johan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007, kata Johan, pemanfaatan wilayah pesisir harus dilakukan dengan izin resmi dan mempertimbangkan kepentingan masyarakat setempat.
Selain itu, setiap kegiatan yang berpotensi merusak ekosistem laut diwajibkan memiliki analisis dampak lingkungan (amdal) sesuai dengan Undang-Undang Lingkungan Hidup.
Johan pun menegaskan, jika pagar didirikan tanpa izin atau tanpa memperhatikan dampak ekologis dan sosial, tindakan tersebut berpotensi melanggar hukum dan pelakunya dapat dikenai sanksi administratif hingga pidana.
"Nelayan adalah tulang punggung ekonomi pesisir. Hak mereka atas akses laut harus dilindungi. Kasus ini adalah pengingat bagi kita semua bahwa pengelolaan laut harus mengutamakan keberlanjutan ekosistem dan kesejahteraan masyarakat," pungkasnya.
(akd/ega)