Alasan Warga di Babel Polisikan Penghitung Kerugian Rp 271 T Kasus Timah

4 hours ago 3
Jakarta -

Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Putra Putri Tempatan (Perpat) Babel, Andi Kusuma, melaporkan Guru Besar IPB Bambang Hero Saharjo ke Polda Babel. Andi mempolisikan Bambang dengan tuduhan memberi keterangan palsu.

"Di sini (Bambang) kami laporkan Pasal 242 KUHPidana. Karena pada saat dihadirkan di persidangan sebagai saksi dari Kejagung, di situ disampaikan malas untuk menjawab (rincian kerugian negara)," jelas Andi dilansir detikSumbagsel, Jumat (10/1/2025).

Pasal 242 KUHP itu mengatur hukuman pelaku pemberi keterangan palsu di atas sumpah. Menurut Andi, Bambang bukanlah seorang ahli perhitungan kerugian negara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia menilai Bambang tidak kompeten melakukan penghitungan kerugian lingkungan dalam kasus timah. Total kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 271 triliun.

"Bapak Bambang Hero ini bukan ahli di bidang perhitungan kerugian negara, dia hanya (ahli) lingkungan. Pengambilan (sampel) itu pun dari satelit," ujar Andi.

Dia juga menuding perhitungan itu berimbas kepada kondisi perekonomian di Babel. Andi mengklaim ekonomi di Babel masih terpuruk.

"Jika bicara krisis ekonomi, saat ini Bangka Belitung terpuruk. Banyak perubahan terdampak dan karyawan dirumahkan," tambahnya.

Dia mengaku mendukung Kejagung mengusut kasus korupsi timah. Namun, dia mempermasalahkan perhitungan kerugian lingkungan Rp 271 T yang dianggapnya tak jelas.

"Tapi harus mempunyai nilai-nilai berkeadilan. Kalau memang konteksnya Rp 271 triliun ada, benar adanya, kami support, kami dukung. Tapi tolong buktikan, dalam hal putusan jelas-jelas tidak mencapai Rp 271 triliun," ujarnya.

Dirkrimum Polda Babel Kombes Nyoman Merthadana membenarkan pihaknya telah menerima laporan itu. Polisi akan mendalami laporan tersebut.

"Laporan sudah masuk ke SPKT. Tentunya kami dalami dulu," ujar Kombes Nyoman.

Perhitungan Kerugian Lingkungan di Kasus Timah

Penambangan timah ilegal di Bangka Belitung (Babel) Indonesia sudah berlangsung puluhan tahun. Kegiatan terlarang ini belum bisa diatasi padahal merusak lingkungan. Praktik pertambangan timah ilegal di provinsi Bangka Belitung (Babel) sangat marak. Tak hanya di darat, penambangan ilegal juga terjadi di laut, dan jumlahnya sangat banyak. Mereka menggunakan alat-alat dan kapal ala kadarnya. Istimewa/Dok PT Timah. Ilustrasi tambang timah (Foto: Istimewa/dok PT Timah)

Jaksa mengatakan telah terjadi kerusakan tanah dan lingkungan akibat tambang timah PT Timah di Babel. Hal itu diketahui dari citra satelit yang diambil sejak 2015 hingga 2022.

Jaksa mengatakan Bambang kemudian melakukan identifikasi laboratorium terhadap temuan tersebut. Hasilnya, kawasan hutan itu sudah terganggu cukup parah.

"Bahwa akibat kegiatan penambangan yang dilakukan secara melawan hukum telah mengakibatkan kerugian lingkungan hidup di non Kawasan hutan seluas 95.017,313 hektare adalah sebesar Rp 47.703.441.991.650 (Rp 47,7 triliun) sedangkan nilai kerugian lingkungan hidup akibat tambang timah di dalam Kawasan hutan dengan luas 75.345,751 hektare
adalah sebesar Rp 223.366.246.027.050 (Rp 223,3 triliun). Oleh karena itu maka kerugian lingkungan pada lahan non kawasan hutan seluas 95.017,313 hektare dan pada kawasan hutan seluas 75.345,751 hektare dengan total luas area 170.363,064 hektare adalah sebesar Rp 271.069.688.018.700 (Rp 271 triliun)," ujar jaksa dalam dakwaannya terhadap para terdakwa kasus ini.

Selain itu, ada juga kerugian yang disebabkan pengeluaran PT Timah yang tak seharusnya senilai Rp 10,3 T dalam kemitraan dalam program kemitraan jasa pertambangan, kerugian Rp 5,1 triliun dalam pengamanan aset cadangan bijih timah, Rp 2,2 triliun dalam kerja sama processing penglogaman, dan Rp 11,1 triliun dalam pembelian timah dari penambang ilegal yang sebenarnya dilakukan di wilayah izin usahanya. Sehingga, total kerugian dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun.

Singkat cerita, persidangan pun berjalan terhadap para terdakwa. Bambang juga telah memberi keterangan sebagai ahli dalam persidangan.

Setelah melalui serangkaian persidangan, majelis hakim membacakan vonis terhadap para terdakwa. Tiga terdakwa pertama yang vonisnya dibacakan ialah eks Kadis ESDM itu adalah Suranto Wibowo selaku Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2015-2019, Amir Syahbana selaku Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2021-2024 dan Rusbani selaku Plt Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung Maret 2019.

Suranto divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta, Amir divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta serta uang pengganti Rp 325 juta, sementara Rusbani divonis 2 tahun penjara dan denda Rp 50 juta. Dalam putusannya, hakim menyatakan kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun.

"Menimbang bahwa kegiatan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk tahun 2015-2022 mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 300.003.263.938.131,14 (Rp 300 triliun)," kata hakim saat membacakan pertimbangan vonis pada Rabu (11/12/2024).

Kerugian itu termasuk unsur kerusakan ekosistem akibat penambangan ilegal. Total kerugian akibat kerusakan lingkungan itu Rp 271 triliun atau sama seperti perhitungan yang dimasukkan jaksa dalam dakwaan.

"Oleh karena itu, maka kerugian lingkungan pada lahan nonkawasan hutan seluas 95 ribu hektare lebih dan pada kawasan hutan sebesar 75 ribu hektare lebih dengan total sekitar 170 ribu hektare lebih, yaitu sebesar Rp 271.069.688.018.700 (Rp 271 triliun)," ujarnya.

Jumlah kerugian negara yang dinyatakan terbukti dalam kasus ini tetap sama, yakni Rp 300 triliun, dalam perkara dengan terdakwa lain seperti Harvey Moeis dan Helena Lim.

Kejagung Buka Suara

Kejaksaan Agung (Kejagung) telah buka suara usai Bambang dilaporkan. Kejagung menyatakan Bambang memberi keterangan berdasarkan keahliannya.

"Semua pihak harus taat asas. Ahli memberikan keterangannya atas dasar pengetahuannya, yang kemudian diolah dan dihitung oleh auditor negara," kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar kepada wartawan, Jumat (10/1/2025).

Harli mengatakan perhitungan kerugian itu dilakukan atas permintaan penyidik. Dia juga mengingatkan bahwa lingkungan Rp 271 triliun itu termasuk dalam kerugian Rp 300 T yang dinyatakan terbukti di pengadilan.

"Pengadilan dalam putusannya telah menyatakan kerugian negara dalam perkara a quo sebanyak Rp 300 T. Artinya, pengadilan juga sependapat dengan JPU bahwa kerugian kerusakan lingkungan tersebut merupakan kerugian keuangan negara," ujarnya.

(haf/imk)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |