KPU Siap Patuhi Putusan MK soal Hapus Ambang Batas Capres 20%

2 days ago 5

Jakarta -

Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai penghapusan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold minimal 20%. KPU mengaku siap menerima berapapun total pasangan calon yang akan diusung oleh partai politik peserta pemilu.

"Putusan MK sejak diucapkan oleh Hakim MK, maka bersifat erga omnes atau final and binding," kata Komisioner KPU RI Idham Holik kepada wartawan, Sabtu (4/1/2025).

"Kami meyakini bahwa pembentuk undang-undang sangat memahami tentang sifat putusan Mahkamah Konstitusi. Sehingga nanti dalam proses legal drafting perubahan Undang-Undang Pemilu, hal tersebut dapat dituangkan menjadi materi Undang-Undang Pemilu," sambungnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Idham mengatakan KPU memiliki pengalaman mengenai pelaksanaan putusan MK terkait pencalonan saat Pilpres 2024. Bahkan, kata dia, MK memberikan apresiasi kepada KPU yang dapat langsung mengimplementasikan putusan MK tersebut.

"Dalam persidangan perselisihan hasil pemilu presiden, Mahkamah mengapresiasi KPU yang telah melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi, karena putusan MK bersifat final and binding," ujarnya.

Lebih lanjut, Idham mengatakan KPU siap untuk menerima berapapun jumlah pasangan calon yang diusulkan. Diketahui dalam putusan MK juga membolehkan semua partai politik peserta pemilu mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

"Dalam menjalankan tahapan pencalonan KPU menjalankan fungsi administatif. Berkenaan dengan pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi, tentunya KPU sangat siap menerima pendaftaran bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden sesuai dengan apa yang diatur atau diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi," jelasnya.

MK sebelumnya telah membacakan putusan perkara nomor 62/PUU-XXI/2023 di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1). MK mengabulkan permohonan yang pada intinya menghapus ambang batas pencalonan presiden.

"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Ketua MK Suhartoyo.

MK pun meminta pemerintah dan DPR RI melakukan rekayasa konstitusional dalam merevisi UU Pemilu. Tujuannya, agar jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak membeludak.

(amw/idh)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |