Jakarta -
Koalisi Masyarakat Anti Korupsi melapor ke KPK terkait perkara-perkara lama yang belum dituntaskan KPK. Salah satunya yaitu dugaan gratifikasi dengan terlapor mantan Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo.
"Kami dari Koalisi Masyarakat Anti Korupsi telah memberikan surat laporan atas beberapa tunggakan kasus yang tidak terselesaikan di era pimpinan KPK sebelumnya," kata Agus Syarifuddin selaku Koordinator Koalisi Masyarakat Anti Korupsi di KPK pada Kamis (9/1/2025).
Agus juga menunjukkan bukti aduan masyarakat yang telah diterima KPK. Dia memberikan laporan atas sejumlah kasus yang belum diselesaikan oleh Pimpinan KPK sebelumnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di antaranya yang pertama perkara dugaan korupsi dengan cara gratifikasi terkait pemberian kredit di Bank Jawa Tengah dalam periode 2014-2023 yang di mana dalam kasus ini, ini melibatkan banyak tokoh atau pun elite-elite partai politik dan kasusnya sampai hari ini belum terselesaikan," kata Agus.
"Seperti halnya dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan salah satu tokoh yaitu Basuki Tjahaja Purnama. Ada 4 perkara di sini, terkait dengan pengadaan lahan Cengkareng, kemudian pengadaan lahan Yayasan Sumber Waras, kemudian ada permintaan kontribusi tambahan, dan intervensi di Pertamina," imbuh Agus.
Agus mengaku membawa dokumen terkait laporannya itu. Menurutnya ada banyak kasus yang belum diusut KPK.
"Ini terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi terkait gratifikasi di mana Deddy Yevri Hanteru Sitorus diduga menerima gratifikasi berupa helikopter, terus masih ada lagi kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan Adian Napitupulu terkait proyek Waduk Jatiluhur dan rekomendasi dari direksi serta komisaris BUMN," ucapnya.
Dugaan Perkara Ganjar
Terkait dugaan penerimaan gratifikasi yang menyasar mantan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo diketahui terjadi pada Maret 2024. Saat itu pelapornya adalah Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso.
Yang dilaporkan saat itu adalah Direktur Utama Bank Jateng periode 2014-2023 bernama Supriyatno dan Gubernur Jateng periode 2013-2023 Ganjar Pranowo. Sugeng menyebutkan modus dugaan gratifikasi yang dilaporkan yaitu berupa cashback.
"IPW melaporkan adanya dugaan penerimaan gratifikasi dan/atau suap yang diterima oleh direksi Bank Jateng dari perusahaan-perusahaan asuransi yang memberikan pertanggungan jaminan kredit kepada kreditur Bank Jateng. Jadi istilahnya ada cashback," ucap Sugeng.
"Cashback-nya diperkirakan jumlahnya 16 persen dari nilai premi. Nah, cashback 16 persen itu dialokasikan tiga pihak. Lima persen untuk operasional Bank Jateng, baik pusat maupun daerah, 5,5 persen untuk pemegang saham Bank Jateng, yang terdiri dari pemerintah daerah atau kepala-kepala daerah, yang 5,5 persen diberikan kepada pemegang saham pengendali Bank Jateng yang diduga adalah kepala daerah Jawa Tengah dengan inisial GP," imbuhnya.
Sugeng mengatakan pemegang saham pengendali Bank Jateng adalah Gubernur Jateng, yang dalam periode itu adalah Ganjar Pranowo. Sugeng menduga perbuatan itu dilakukan dalam kurun 2014-2023. Totalnya, menurut Sugeng, lebih dari Rp 100 miliar.
"Itu diduga terjadi dari 2014 sampai 2023. Jumlahnya besar loh. Kalau dijumlahkan semua, mungkin lebih dari Rp 100 miliar untuk yang 5,5 persen tuh. Karena itu tidak dilaporkan, ini bisa diduga tindak pidana," ucap Sugeng.
Di sisi lain Ganjar tidak menjawab banyak perihal laporan itu. Yang pasti, Ganjar menegaskan tidak pernah menerima pemberian seperti yang dilaporkan.
"Saya tidak pernah menerima pemberian/gratifikasi dari yang dia tuduhkan," kata Ganjar saat dihubungi, Rabu (6/3).
Di sisi lain Politikus PDIP Deddy Sitorus saat itu turut buka suara. Menurutnya laporan pada Ganjar politis.
"Sangat politis," kata Deddy kepada wartawan, Kamis (7/3/2024).
Deddy menganggap laporan itu hendak mengalihkan isu wacana pengajuan hak angket terhadap proses pemilu dan dugaan penggelembungan suara di daerah-daerah. Dia menyinggung pelapor, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso, beridentitas kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di wilayah Bogor.
"Pengalihan isu soal penggelembungan suara dan hak angket, menurut saya begitu. Karena pelapornya orang PSI di Bogor, laporannya tentang di Jateng," kata dia.
(ial/dek)