Ahli Hukum: Sikap Sopan Tak Relevan Jadi Hal Meringankan Kasus Korupsi

2 days ago 4

Jakarta -

Mahkamah Agung (MA) menyatakan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur hakim mempertimbangkan hal meringankan sebelum memutus suatu perkara. Ahli Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai perilaku 'sopan' tak relevan menjadi hal meringankan di kasus korupsi dan terorisme.

Abdul Fickar awalnya menyampaikan sikap sopan merupakan hal yang memang harus dilakukan setiap orang dalam persidangan. Termasuk, kata dia, oleh para terdakwa.

"Ya, dalam keadaan biasa sikap sopan merupakan hal biasa yang harus dilakukan siapapun dalam persidangan, termasuk terdakwa," kata Abdul Fickar kepada wartawan, Jumat (3/1/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Abdul menilai bisa saja terdakwa bersikap agresif dalam persidangan. Dia mengatakan hakim seharusnya dibekali ilmu kejiwaan untuk mengantisipasi sikap agresif terdakwa.

"Mungkin hal ini terkait dengan sering juga adanya terdakwa yang agak agresif dalam mengekspresikan sikapnya, sangat mungkin sikap agresif sering kali timbul dari mereka yang tidak merasa bersalah tetapi dijadikan terdakwa. Seharusnya para hakim itu juga dibekali ilmu kejiwaan untuk mengantisipasi beragam sikap para terdakwa," jelasnya.

Abdul menyebut tingkat kedewasaan masing-masing terdakwa berbeda. Dia menilai sikap sopan dan tidak sopan terlalu bias sehingga tidak tepat dijadikan alasan meringankan atau memberatkan putusan.

"Karena beragamnya tingkat kedewasaan orang atau terdakwa dalam menghadapi sidang, terutama mereka yang baru pertama kali berhubungan dengan pengadilan, jadi sopan dan tidak sopan itu sering kali menjadi bias. Karena itu menurut saya tidak lah tepat menempatkan sikap 'sopan atau tidak sopan' itu sebagai hal yang memberatkan atau meringankan putusan," jelasnya.

Dia menilai penilaian sopan dan tidak sopan mengesankan hakim-hakim di Indonesia mudah tersinggung. Dia menyebut mempertimbangkan sopan dan tidak sopan malah membuat hakim seolah belum matang.

"Kesannya hakim-hakim kita mudah tersinggung dan belum matang menghadapi situasi kejiwaan para terdakwa," ujarnya.

Abdul pun menilai sikap sopan tidak relevan diperhitungkan bagi tersangka korupsi dan terorisme. Dia menyebut pengadilan merupakan tempatnya beradu argumen, bukan sikap.

"Apalagi jika dikaitkan dengan perkara korupsi dan terorisme menjadi sangat tidak relevan. Yang mulai dilupakan orang adalah pengadilan itu tempatnya 'adu argumen' tentang bersalah tidaknya seseorang sekeras apapun suasananya. Jadi tidak relevan bicara soal sopan dan tidak sopan dalam proses peradilan," tuturnya.

Pernyataan MA

Mahkamah Agung (MA) buka suara soal perilaku 'sopan' yang ramai disorot karena menjadi pertimbangan meringankan hakim dalam memutus suatu perkara. Menurut juru bicara MA, Yanto, pertimbangan meringankan tersebut diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Hal itu disampaikan Yanto dalam konferensi pers di MA, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025). Menurut Yanto, selain pertimbangan umum, hakim memiliki pertimbangan khusus yang dapat meringankan terdakwa dalam putusan suatu perkara.

"Jadi KUHAP kita kan mengatur, jadi sebelum menjatuhkan pidana kepada terdakwa, itu perlu dipertimbangkan hal yang memberatkan dan yang meringankan, 197 (KUHAP) kalau nggak salah ya. Itu jadi wajib dicantumkan hal-hal yang memberatkan, yang meringankan. Nah itu kan pertimbangan memberatkan meringankan itu kan secara umum," kata Yanto.

Lalu, dari mana asal 'sopan' dapat dijadikan pertimbangan meringankan?

Menurut Kitab Hukum Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), ada beberapa hal keadaan atau kondisi yang dapat menjadi pengurang hukum pidana bagi terdakwa. Alasan kesopanan sendiri muncul pada Putusan Mahkamah Agung pada 2006.

Hal ini kemudian menjadi yurisprudensi atau serangkaian putusan hukum yang dikeluarkan oleh pengadilan yang kemudian memiliki kekuatan hukum yang mengikat atau persuasif. Adapun putusan MA yang menjadi yurisprudensi terkait sikap sopan dapat meringankan hukuman pidana, sebagai berikut:

1. Putusan Mahkamah Agung Nomor 572 K/PID/2006:

- Terdakwa berlaku sopan di persidangan
- Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya
- Terdakwa belum pernah dihukum
- Terdakwa menyesali perbuatannya.

2. Putusan Mahkamah Agung Nomor 2658 K/PID.SUS/2015:

- Terdakwa belum pernah dihukum
- Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan.

(maa/haf)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |