Jakarta -
Sidang pemeriksaan saksi untuk terdakwa tiga majelis hakim nonaktif Pengadilan Negeri Surabaya yang mengadili Gregorius Ronald Tannur ditunda. Sidang ditunda karena saksi yang akan dihadirkan jaksa sakit dan ada keperluan di luar kota.
"(Saksi) tidak dapat meninggalkan rumah sakit, terus saksi lain mengurusi keperluan yang mendesak di luar kota. Demikian ya sudah diperlihatkan oleh penuntut umum dan disaksikan juga oleh penasihat hukum Saudara. Jadi pemeriksaan hari ini belum bisa kita lanjutkan," kata ketua majelis hakim Teguh Santoso di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).
Sidang akan dilanjutkan Selasa (7/1). Hakim meminta jaksa menghadirkan saksi di persidangan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi sidang kita tunda hari Selasa tanggal 7 Januari 2025 dengan agenda untuk pembuktian penuntut umum," ujar hakim.
Sebelumnya, tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya didakwa menerima suap Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu (setara Rp 3,6 miliar) terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur dalam kasus tewasnya Dini Sera Afrianti. Tiga hakim nonaktif itu juga didakwa menerima gratifikasi.
Pembacaan dakwaan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (24/12/2024). Ketiga hakim yang menjadi terdakwa ialah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.
"Terdakwa Erintuah Damanik menerima gratifikasi berupa uang dalam bentuk rupiah dan mata uang asing," kata jaksa.
Jaksa mengatakan Erintuah Damanik menerima gratifikasi dalam bentuk uang senilai Rp 97,5 juta, SGD 32 ribu, dan RM 35.992,25.
Uang tersebut disimpan oleh Erintuah Damanik di rumah dan di apartemennya. Namun jaksa tak menjelaskan dari mana saja uang itu berasal.
"Dianggap pemberian suap yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya yaitu selaku hakim," ujar jaksa.
Gratifikasi Heru Hanindyo
Heru Hanindyo juga didakwa menerima gratifikasi berupa uang dalam bentuk rupiah dan mata uang asing. Adapun uang yang diterima sebesar sebesar Rp 104,5 juta, USD 18.400, SGD 19.100, 100 ribu yen, 6.000 euro, serta uang tunai sebesar 21.715 riyal.
Jaksa mengatakan Heru Hanindyo telah menerima uang yang berhubungan dengan jabatannya selama bertugas sebagai hakim. Jaksa mengatakan uang itu disimpan dalam safe deposit box (SDB) di suatu bank dan di rumah Heru Hanindyo.
Gratifikasi Mangapul
Hakim Mangapul juga didakwa menerima gratifikasi. Rinciannya uang senilai Rp 21,4 juta, USD 2.000, dan SGD 6.000.
"Terdakwa selama menjabat sebagai Hakim telah menerima uang yang berhubungan dengan jabatannya yang disimpan di Apartemen Terdakwa Mangapul dalam bentuk rupiah dan mata uang asing," kata jaksa.
Jaksa mengatakan ketiga hakim nonaktif itu tidak melaporkan terkait penerimaan gratifikasi tersebut kepada KPK. Padahal, seharusnya, mereka melaporkan gratifikasi itu dalam rentang waktu 30 hari sejak menerima gratifikasi.
Selain itu, jaksa menyampaikan para terdakwa tidak melaporkan adanya harta kekayaan dalam bentuk uang tunai ke dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Jaksa menilai perbuatan para terdakwa dianggap sebagai suap lantaran berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugas sebagai hakim.
Akibat perbuatannya, mereka didakwa Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(mib/zap)