Jakarta -
Dua petinggi PT Refined Bangka Tin (PT RBT) yakni smelter swasta yang diwakili Harvey Moeis dituntut 8 dan 14 tahun penjara. Jaksa menyakini keduanya bersalah dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan timah.
Sidang tuntutan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/12/2024). Dua petinggi smelter swasta itu adalah Suparta selaku Direktur Utama PT RBT sejak tahun 2018, dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT sejak tahun 2017.
Suparta dituntut 14 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan. Dia juga dituntut membayar uang pengganti Rp 4.571.438.592.561,56 (Rp 4,5 triliun) subsider 8 tahun kurungan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Membebankan Terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 4.571.438.592.561,56 dengan ketentuan apabila terdakwa tidak dapat membayar uang pengganti tersebut selama satu bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutup uang pengganti tersebut," kata jaksa.
"Dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 8 tahun," imbuh jaksa.
Jaksa mengatakan Suparta juga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Jaksa menyakini Suparta melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, Reza dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan, tanpa dibebankan membayar uang pengganti. Jaksa menyakini Reza melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan primer.
"Menjatuhkan pidana penjara kepada Terdakwa Reza Andriansyah dengan pidana penjara selama 8 tahun tahun," kata jaksa.
"Menghukum terdakwa membayar denda sebesar Rp 750 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," imbuh jaksa.
Dalam surat dakwaan yang telah dibacakan, jaksa mengatakan kasus korupsi ini merugikan negara Rp 300 triliun. Kerugian itu berasal dari kerja sama PT Timah, yang merupakan BUMN, dengan lima smelter swasta.
Jaksa mengatakan lima smelter swasta itu adalah PT Refined Bangka Tin beserta perusahaan afiliasinya, CV Venus Inti Perkasa beserta perusahaan afiliasinya, PT Sariwiguna Binasentosa beserta perusahaan afiliasinya, PT Stanindo Inti Perkasa beserta perusahaan afiliasinya, dan PT Tinindo Internusa beserta perusahaan afiliasinya.
Dalam pertemuan di Hotel dan Restoran Sofia pada Agustus 2018 disepakati harga sewa peralatan processing pelogaman timah sebesar USD 3.700 per ton SN di luar harga bijih timah yang harus dibayar oleh PT Timah Tbk kepada CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Binasentosa. Sementara itu, khusus PT Refined Bangka Tin yakni smelter yang diwakili Harvey diberi penambahan insentif sebesar USD 300 per ton SN sehingga nilai kontrak khusus untuk PT Refined Bangka Tin menjadi sebesar USD 4.000 per ton SN.
Kerja sama itu disebut dilakukan dengan harga lebih tinggi, tanpa kajian hingga tanggal mundur (backdate). Kerugian keuangan negara Rp 300 triliun ini juga dihitung dari kerusakan ekosistem akibat penambangan ilegal.
Singkat cerita, Harvey Moeis yang mewakili PT Refined Bangka Tin bersama Suparta dan Reza Andriansyah melakukan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk. Tindakan itu dapat terlaksana akibat adanya pembiaran yang dilakukan pihak PT Timah Tbk dan Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung.
Saksikan juga video: Harvey Moeis Dituntut 12 Tahun Penjara di Kasus Korupsi Timah
(mib/fas)