Jakarta -
Hukuman untuk hakim agung nonaktif Gazalba Saleh diperberat menjadi 12 tahun penjara. Gazalba sebelumnya divonis 10 tahun penjara.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Gazalba Saleh telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan kumulatif pertama dan kumulatif kedua," bunyi putusan PT Jakarta sebagaimana dilihat di SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara 35/PID.SUS-TPK/2024/PT DKI, Jumat (27/12/2024).
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Gazalba Saleh oleh karena itu dengan pidana penjara selama 12 tahun dan denda sejumlah Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan," lanjut putusan hakim.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, hakim di tingkat banding ini juga menjatuhkan pidana tambahan dengan membayar Rp 500 juta. Apabila Gazalba tidak membayar dalam 1 bulan sesudah putusan inkrah maka diganti pidana selama 2 tahun.
"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa Gazalba Saleh untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 500 juta dengan ketentuan apabila Terpidana tidak dapat membayar uang pengganti tersebut paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupi kekurangan uang pengganti sebagaimana dimaksud, dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar kekurangan uang pengganti maka dipidana dengan pidana penjara selama 2 tahun," jelas hakim.
Vonis ini diputuskan oleh Teguh Harianto selaku hakim ketua dan Subachran Hardi Mulyono serta Sugeng Riyono sebagai hakim anggota. Vonis ini diputuskan pada 16 Desember 2024.
Gazalba terbukti bersalah melanggar Pasal 12 B UU Tipikor dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Sebelumnya, Gazalba divonis 10 tahun penjara. Majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menyatakan Gazalba terbukti menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Gazalba Saleh oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 tahun," kata ketua majelis hakim saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (15/10).
Jaksa dalam tuntutannya, meminta Gazalba divonis 15 tahun penjara. Kemudian jaksa juga menuntut Gazalba membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Gazalba juga dituntut membayar uang pengganti senilai USD 18 ribu dan Rp 1.588.085.000 (miliar).
Dakwaan Gazalba Saleh
Gazalba didakwa menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang. Gazalba didakwa menerima gratifikasi secara bersama-sama senilai Rp 650 juta.
Jaksa KPK mengatakan gratifikasi itu diterima Gazalba dari Jawahirul Fuad terkait perkara kasasi Nomor 3679 K/PID.SUS-LH/2022. Jawahirul merupakan pemilik usaha UD Logam Jaya yang mengalami permasalahan hukum terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin dan diputus bersalah dengan vonis 1 tahun penjara.
Gazalba juga didakwa melakukan TPPU. Dalam dakwaan TPPU ini, jaksa awalnya menjelaskan Gazalba Saleh menerima uang dari sejumlah sumber. Pertama, Gazalba disebut menerima SGD 18 ribu atau Rp 200 juta yang merupakan bagian dari total gratifikasi Rp 650 juta saat menangani perkara kasasi Jawahirul Fuad.
Berikutnya, Gazalba disebut menerima Rp 37 miliar saat menangani peninjauan kembali yang diajukan oleh Jaffar Abdul Gaffar pada 2020. Uang itu diterima oleh Gazalba bersama advokat Neshawaty Arsjad.
Gazalba juga menerima penerimaan selain gratifikasi SGD 18 ribu sebagaimana dijelaskan dalam dakwaan pertama. Jaksa menyebut Gazalba menerima SGD 1.128.000 atau setara Rp 13,3 miliar, USD 181.100 atau setara Rp 2 miliar, dan Rp 9.429.600.000 (Rp 9,4 miliar) pada 2020-2022. Jika ditotal, Gazalba menerima sekitar Rp 62 miliar.
Jaksa kemudian menyebutkan Gazalba menyamarkan uang itu dengan membelanjakannya menjadi sejumlah aset. Antara membeli mobil Alphard, menukar ke valuta asing, membeli tanah/bangunan di Jakarta Selatan, membeli emas, hingga melunasi KPR teman dekat. Total TPPU-nya sekitar Rp 24 miliar.
(zap/taa)