Harvey Moeis divonis 6,5 tahun penjara di kasus korupsi timah, dan terbilang jauh dari tuntutan jaksa yakni 12 tahun penjara. Putusan ini menuai kritik dari berbagai pihak.
Kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah secara bersama-sama ini menyebabkan kerugian negara Rp 300 triliun. Harvey juga disanksi membayar denda Rp 1 miliar. Jika tak dibayar, maka diganti dengan kurungan 6 bulan.
Harvey juga dihukum membayar uang pengganti senilai Rp 210 miliar. Apabila tidak dibayar, maka harta bendanya akan dirampas dan dilelang untuk mengganti kerugian atau apabila jumlah tidak mencukupi maka diganti hukuman penjara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mengadili, menyatakan Terdakwa Harvey Moeis telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan melakukan tindak pidana pencucian uang," kata hakim ketua Eko Aryanto saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Senin (23/12).
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan," sambung hakim.
Kritik Demokrat
Foto: Hinca Panjaitan (Raja Adil/detikSumut)
Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan, mengkritik vonis hukuman Harvey Moeis di kasus korupsi komoditas timah hanya 6,5 tahun. Ia bertanya-tanya kerugian negara sebesar Rp 300 triliun yang tak sebanding dengan hukuman pelaku koruptor.
"Putusan ini adalah kabar buruk bagi keadilan. Bagaimana mungkin kerugian negara sebesar Rp 300 triliun hanya dihargai dengan hukuman 6,5 tahun penjara?" kata Hinca kepada wartawan, Rabu (25/12/2024).
Hinca menyebut korupsi yang dilakukan Harvey Moeis dan kawan-kawan merupakan kejahatan yang paling berdampak terhadap alam Indonesia. Ia menyebut apa yang telah diperbuat Harvey dan pelaku lainnya merusak masa depan generasi muda RI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Timah Bangka Belitung, yang seharusnya menjadi berkah bagi daerah, justru menjadi kutukan. Korupsi ini bukan sekadar mencuri uang, ini mencuri masa depan," katanya.
Hinca menyebut tak masuk akal hukuman yang diberikan ke Harvey hanya 6,5 tahun. Ia mengatakan tuntunan jaksa sebanyak 12 tahun saja sudah ringan bagi koruptor sekaligus perusak alam tersebut.
"Lingkungan di Babel hancur, tambang ilegal merajalela, dan rakyat hidup dengan warisan kerusakan. Lalu, hukuman hanya 6,5 tahun? Hilang sudah akal sehat," kata Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat ini.
"Saya bahkan merasa tuntutan jaksa yang 12 tahun saja sudah terasa ringan. Tapi hakim menilai jauh lebih rendah lagi. Apa ini? Diskon akhir tahun untuk para koruptor," sambungnya.
Kritik Pusako
Foto: Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand), Charles Simabura. (dok. pribadi)
Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas (Pusako Unand), Charles Simabura, menilai vonis 6,5 tahun penjara untuk Harvey Moeis terkait kasus korupsi timah ringan. Menurutnya, vonis itu memperlemah pemberantasan korupsi.
"Ini semakin memperlemah pemberantasan korupsi. Dan menambah jumlah deretan vonis ringan perkara korupsi," kata Charles kepada wartawan, Selasa (24/12).
Charles meminta jaksa mengajukan banding atas vonis ini. Dia berharap vonis Harvey Moeis bisa diperberat dalam putusan banding nantinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jaksa harus banding dan lebih memperkuat argumentasi yang dianggap lemah oleh hakim PN," tutur dia.
Menurut Charles, hakim harusnya mempertimbangkan kerugian negara dalam kasus ini. Diketahui kerugian negara dalam kasus timah ini mencapai Rp 300 triliun.
"Hakim kan juga harus pertimbangkan kerugian keuangan negara yang timbul. Sebagai kejahatan kolektif dengan angka kerugian yang begitu besar berbanding terbalik dengan kasus korupsi serupa yang angka kerugiannya jauh di bawah kasus timah," ujar Charles.
Kritik NasDem
Foto: Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo. (Dokumen Istimewa).
Anggota Komisi III Fraksi NasDem, Rudianto Lallo, menyikapi vonis terhadap Harvey Moeis di kasus korupsi timah dinilai rendah hanya 6,5 tahun. Rudianto menilai mestinya vonis terhadap Harvey maksimal seperti yang dituntut oleh jaksa.
"Kalau bicara ada efek jera dalam sebuah perkara kasus, maka hukumannya harusnya maksimal supaya ada efek jera. Ada efek jera berarti tidak ada lagi orang berani melakukan tindakan pidana korupsi kan seperti itu," kata Rudianto dihubungi, Selasa (24/12).
Rudianto mengatakan pengembalian aset menjadi hal yang penting dalam perkara yang merugikan negara senilai Rp 300 triliun ini. Ia mempertanyakan apakah uang pengganti yang disita dari Harvey Moeis dapat sebanding dengan kerugian negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang kedua, bagaimana pengembalian kerugian negara atau pemulihan aset, itu yang lebih penting. Sehingga orang yang terdakwa korupsi, maka paling utama bagaimana mengembalikan aset atau kerugian negara ini," ujar Rudianto.
"Kasus timah ini kan ditengarai ada bahkan triliunan kan, isunya dari awal kan hebohnya Rp 300 T. Rp 300 T itu potensinya kembali nggak ke negara atau tidak? kan itu yang jadi pertanyaan," tambahnya.
(azh/azh)