Menbud Ungkap Pentingnya Bangun Identitas Bangsa dari Warisan Peradaban

4 hours ago 3

Jakarta -

Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan pentingnya membangun kesadaran sejarah dan identitas bangsa sebagai warisan peradaban tua yang kaya, bukan sekadar narasi penjajahan.

Fadli menilai saat ini generasi muda dan masyarakat umum kurang memahami bahwa Indonesia adalah salah satu peradaban tertua dan terkaya di dunia. Menurutnya, selama ini, identitas bangsa lebih banyak dibangun dari kisah penjajahan selama 350 tahun, yang justru menanamkan mental minder.

"Kita ini berangkat dari sebuah peradaban yang sangat tua dan kaya. Ini yang ingin kita perkenalkan kembali, bagaimana kita membangun mindset baru bahwa Indonesia adalah negara dengan 'mega diversity' yang harus menjadi bagian dari pembentukan karakter bangsa," ujar Fadli dalam keterangannya, Rabu (5/2/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal ini disampaikannya saat seminar Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) di Yogyakarta, Senin (3/2/2025).

Sejak berdirinya Kementerian Kebudayaan di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, Fadli menyatakan pemerintah kini memiliki alat yang lebih fokus untuk memajukan kebudayaan.

Adapun Kemenbud memiliki tiga direktorat jenderal, yaitu Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi, Diplomasi, Promosi, dan Kerjasama Kebudayaan, serta Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan.

Lebih lanjut, Fadli menjelaskan Kemenbud berperan dalam mewujudkan amanat Pasal 32 Ayat 1 UUD 1945, yang mengharuskan negara memajukan kebudayaan nasional di tengah peradaban dunia.

Pada kesempatan tersebut, Fadli juga menyoroti soal rendahnya jumlah cagar budaya nasional, yang juga menjadi salah satu isu utama dalam seminar ini. Saat ini, hanya terdapat 228 cagar budaya nasional yang diakui resmi, padahal objek yang diduga sebagai cagar budaya mencapai 48.731 situs.

Fadli mengungkapkan Aceh, yang memiliki banyak potensi cagar budaya, baru memiliki satu situs yang diakui sebagai cagar budaya nasional. Menurutnya, masalah utama yang dihadapi adalah kendala administratif dan birokrasi yang berbelit, termasuk proses pengajuan yang harus melalui tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional.

Namun, ia menekankan dengan "political will", hambatan tersebut bisa diatasi. Ia pun mencontohkan kasus di Banten Lama.

Dalam kasus tersebut, proses penetapan tim ahli cagar budaya yang sebelumnya macet bertahun-tahun, bisa diselesaikan hanya dalam waktu tiga hari setelah komunikasi dengan pemerintah daerah.

"Saya tidak tahu bottleneck-nya di mana, tapi kalau ada political will yang kuat, kendala-kendala administratif ini bisa cepat selesai," tegasnya.

Untuk itu, Fadli mengajak IAAI untuk berkolaborasi dalam memperkuat tenaga ahli cagar budaya di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Sebab,keterlibatan arkeolog dinilai krusial dalam mempercepat proses penelitian dan pengakuan situs-situs bersejarah.

Selain itu, ia juga menyoroti perlunya mekanisme pembaruan aturan terkait penetapan cagar budaya nasional. Dengan begitu, dalam kondisi tertentu, suatu situs dapat langsung diakui tanpa harus melalui proses yang panjang di tingkat daerah.

"Banyak situs yang sebenarnya sudah sangat layak menjadi cagar budaya nasional, tetapi terhambat prosedur yang berbelit. Ini yang harus kita perbaiki," katanya.

Kemudian, Fadli juga menyoroti pentingnya repatriasi benda-benda bersejarah yang saat ini berada di luar negeri.

Saat ini, pemerintah telah memulai langkah ini dengan Belanda dan akan memperluas upaya diplomasi budaya dengan Inggris, Jerman, India, dan Amerika Serikat.

Namun, ia menekankan repatriasi bukan sekadar mengembalikan artefak ke Tanah Air, tetapi juga mendata ulang dan menyusun narasi sejarah yang lebih kuat di museum-museum Indonesia.

"Museum kita masih memiliki masalah besar dalam pendataan. Ada yang bilang koleksi museum nasional mencapai 200 ribu item, ada yang bilang 100 ribu. Selisihnya 100 ribu! Ini menunjukkan betapa pentingnya pembaruan data," ungkapnya.

Fadli juga mengusulkan pengembangan museum terbuka (open-air museum), seperti di situs-situs cagar budaya. Ia pun mencontohkan situs Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat yang masih menjadi perdebatan akademis, tetapi memiliki potensi besar dalam rekonstruksi sejarah Indonesia.

Di hadapan para ahli arkeolog, Fadli menekankan perubahan mindset adalah kunci untuk mengembalikan kebanggaan nasional atas warisan budaya.

Fadli menyebut dengan mempercepat pengakuan cagar budaya, memperkuat peran arkeolog, dan memperjuangkan repatriasi benda bersejarah, Indonesia bisa meneguhkan posisinya sebagai negara dengan peradaban yang kaya dan mendalam.

"Tugas kita adalah memastikan bahwa kebudayaan bukan hanya warisan masa lalu, tetapi juga kekuatan untuk masa depan. Jika kita bisa membangun identitas dari warisan peradaban kita sendiri, maka kita akan menjadi bangsa yang lebih percaya diri dan berdaulat," pungkasnya.

(ega/ega)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |