China dan India Membayangi Harga Batu Bara, Begini Review Sepekan

2 days ago 10

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara berhasil bertahan di atas level US$ 100 per ton dalam sepekan terakhir, meskipun dibayangi sentimen negatif dari China dan produksi yang melimpah di India. Berdasarkan data Refinitiv, harga batu bara ditutup di level US$ 102 per ton pada perdagangan 28 Maret 2025, tidak berubah dari sehari sebelumnya.

Kenaikan harga batu bara yang terjadi dalam dua hari terakhir menopang level psikologis US$ 100 per ton, setelah sempat menyentuh titik terendah dalam empat tahun pada 25 Maret 2025 di US$ 98,25 per ton. Sebelumnya, harga batu bara sempat merosot akibat produksi yang berlimpah di China dan India, yang menyebabkan lonjakan stok serta tekanan harga global.

Dari China, laporan Asosiasi Transportasi dan Distribusi Batu Bara Tiongkok menunjukkan bahwa stok batu bara berada di dekat level tertinggi sepanjang sejarah. Analis lokal memperkirakan bahwa harga bisa terus tertekan dalam beberapa bulan ke depan jika permintaan tidak meningkat signifikan. Morgan Stanley juga memperingatkan potensi pembatasan impor oleh China guna menjaga keseimbangan harga.

Di sisi lain, India mencatat produksi batu bara yang mencapai satu miliar ton per 20 Maret, lebih cepat dari pencapaian tahun sebelumnya. Reformasi kebijakan pemerintah India dan ekspansi sektor pertambangan swasta semakin memperkuat pasokan domestik, yang turut menekan harga global.

Meskipun dibayangi tekanan dari China dan India, harga batu bara mendapat dorongan dari kebijakan Glencore. Raksasa komoditas asal Swiss ini mengumumkan pemangkasan produksi di tambang Cerrejon, Kolombia, yang diperkirakan akan mengurangi pasokan sebanyak 5-10 juta ton tahun ini. Langkah ini sejalan dengan strategi perusahaan dalam menyesuaikan produksi dengan harga pasar.

Keputusan Glencore berhasil menopang harga batu bara, memicu rebound ke level US$ 100 per ton setelah empat hari berturut-turut mengalami pelemahan. Analis menilai bahwa strategi pengurangan produksi ini dapat menjaga keseimbangan pasar dan mencegah harga jatuh lebih dalam.

Dalam jangka pendek, harga batu bara diperkirakan masih menghadapi volatilitas seiring dengan dinamika pasokan dan permintaan global. Sementara China dan India terus meningkatkan produksi, pemangkasan pasokan dari Glencore serta permintaan yang masih kuat dari sektor kelistrikan Asia dapat menjadi faktor penopang harga.

Beberapa analis juga mencatat bahwa meskipun pembangkit listrik berbasis energi terbarukan semakin berkembang, batu bara masih menjadi sumber energi utama di beberapa negara, terutama di Asia Tenggara dan India. Dengan demikian, harga batu bara kemungkinan masih akan bertahan di kisaran US$ 100 per ton dalam beberapa waktu ke depan.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |