Apa Isi Bab 9 Buku Penyambung Lidah Rakyat Indonesia yang Disinggung Hasto?

1 day ago 4

Jakarta -

Buku karya Cindy Adams disitir oleh Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, dalam kemunculan pertamanya lewat video setelah resmi diumumkan KPK sebagai tersangka kasus suap. Hasto mengibaratkan perjuangan kader-kader PDIP saat ini memasuki etape krusial, mirip dengan perjalanan Bung Karno dalam Bab 9 buku Bung Karno; Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Apa sebenarnya isi bab 9 buku tersebut?

Dirangkum detikcom, Jumat (27/12/2024), Cindy Adams adalah seorang jurnalis asal Amerika Serikat yang mendokumentasikan perjalanan hidup Bung Karno, proklamator Indonesia. Buku karya Cindy Adams ini pertama kali diterbitkan dalam bahasa Inggris dengan judul Sukarno: An Autobiography as Told to Cindy Adams.

Dalam versi terjemahan bahasa Indonesia, buku tersebut diberi judul Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Buku ini terdiri dari 21 bab, yang masing-masing menggambarkan tahapan penting dalam perjalanan hidup dan perjuangan Bung Karno.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Cindy Adams mengawali tulisan di Bab I dengan menggambarkan sosok Bung Karno sebagai seorang pecinta yang luar biasa. Bung Karno tak hanya mencintai negaranya dan rakyatnya, tetapi juga seni, serta dikenal sebagai sosok manusia yang penuh perasaan.

Tulisan dalam setiap bab buku tersebut dirangkai secara runtut. Pada Bab II, Cindy Adams mengisahkan latar belakang di balik julukan 'Putra Sang Fajar' yang disematkan kepada Bung Karno. Selanjutnya, bab demi bab menguraikan perjalanan hidup Bung Karno dari mulai Kesedihan di Masa Muda, Dapur Nasionalisme, Gerbang ke Dunia Putih, Marhaenisme, Bahasa Indonesia hingga mendirikan PNI.

Isi Bab 9 Buku Cindy Adams

Bab 9 buku Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karya Cindy Adams diberi subjudul 'Masuk Tahanan'. Bab ini dibuka dengan gambaran tentang ancaman penjara yang senantiasa melekat di kepala Bung Karno selama perjuangannya.

Namun dalam percakapannya dengan salah satu tokoh PNI, Gatot Mangkupradja, Bung Karno menyatakan dia tidak gentar dengan ancaman tersebut. Bung Karno menegaskan mengenai perjuangan mati-matian dan kemenangan merupakan suatu keharusan sejarah yang tidak bisa dielakkan.

"Setiap agitator dalam setiap revolusi tentu mengalami masuk penjara. Di suatu tempat, entah dengan cara bagaimana, suatu waktu tangan besari dari hukum tentu akan jatuh pula di atas pundakku," kata Bung Karno seperti dituliskan dalam Buku Bung Karno; Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.

"Apakah Bung Karno takut?" tanya Gatot.

"Tidak, aku tidak takut," jawab Bung Karno.

"Aku sudah tahu akibatnya pada waktu memulai pekerjaan ini. Aku pun tahu, bahwa pada satu saat aku akan ditangkap. Hanya soal waktu saja lagi. Kita harus siap secara mental," sambung Bung Karno.

Spirit dari Bung Karno yang tak takut terhadap ancaman itu memberikan keberanian kepada Gatot. Lalu diceritakanlah mengenai kisah pemimpin revolusi Prancis yang terus menerus meneguhkan semangat keberanian sebab meyakini perbuatannya akan tercatat dalam sejarah.

Gatot kemudian bercerita mengenai seorang pemimpin di Garut yang kerap bolak-balik masuk penjara hingga 14 kali. Pemimpin tersebut dinamakan sebagai pengacau oleh pembesar di Garut.

Bab ini juga mengangkat cerita pengorbanan dari para pejuang di beberapa daerah lain yang menegaskan bahwa tidak ada perjuangan yang sia-sia. Mereka yang akan menghadapi hukuman pun sempat ada yang mengirimkan surat kepada Bung Karno agar perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia terus dilanjutkan.

Singkat cerita, bab tersebut diakhiri dengan kisah penangkapan Bung Karno saat bermalam di rumah seorang pengacara bernama Sujudi. Sekitar pukul 5 pagi, Bung Karno bersama kawan-kawannya terbangun oleh suara yang keras orang yang menggedor pintu rumah.

"Inikah rumah tempat pemimpin revolusioner menginap," kata salah seorang bertanya.

"Ya, inilah tempatnya," kata seseorang lain menjawab.

Setelah itu, lebih banyak suara terdengar meneriakkan perintah-perintah. Akhirnya kemudian Gatot Mangkupradja yang pertama membuka pintu. Lalu masuklah seorang inspektur Belanda dengan setengah lusin polisi Indonesia. Mereka semua memegang pistol di tangan.

Selanjutnya Inspektur tersebut menahan dan memerintahkan Bung Karno untuk ikut dengannya. Saat itu Bung Karno tidak diizinkan membawa barang-barang, bahkan Bung Karno tidak boleh membawa tas dengan pakaian pengganti.

Sementara di luar rumah sudah ada sekitar 50 orang polisi yang mengepung dan tiga unit mobil yang telah siap. Bung Karno dkk pun dimasukkan ke dalam mobil dan digiring ke kantor polisi.

Setelah satu hari satu malam, Bung Karno kemudian dibawa ke stasiun dan naik kereta selama 12 jam dengan kondisi dikawal oleh para polisi. Bung Karno kemudian turun di Cicalengka. Di lokasi tersebut, pasukan barisan pengawal menanti.

"Lima Komisaris, dua pengendara sepeda motor, setengah lusin inspektur beserta arak-arakan kami yang terdiri dari sedan-sedan hitam meluncur ke Bandung. Perjalanan itu tidak lama. Kami hanya sempat menggetar gugup sesaat ketika sampai di rumah kami yang baru. Di depannya tertulis: Rumah Penjara Bantjeuj," demikian kalimat penutup dari Bab 9 Bung Karno; Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.

Baca selengkapnya kasus Hasto dan dugaan perannya di kasus Harun Masiku di halaman berikutnya

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |