Jakarta, CNBC Indonesia - Menguap terlalu sering bukan sekadar tanda bosan atau kantuk biasa. Menurut American Academy of Sleep Medicine (AASM), kebiasaan sering mengantuk bisa mengindikasikan masalah kesehatan yang lebih serius.
"Mengantuk adalah masalah kesehatan serius yang memiliki dampak luas," kata Presiden AASM, Dr. Eric Olson, seorang ahli paru dan spesialis pengobatan tidur dari Mayo Clinic, Minnesota dikutip laman CNN International, Selasa (15/4/2025).
Dalam pernyataan resminya, Olson menegaskan, kurang tidur malam yang berkualitas (minimal tujuh hingga delapan jam) telah dikaitkan dengan diabetes, depresi, penyakit jantung, gangguan ginjal, tekanan darah tinggi, obesitas, hingga stroke.
Sayangnya, gejala seperti tertidur saat kerja sering dianggap sepele. Padahal, menurut spesialis tidur dari Northwestern University, Dr. Kristen Knutson, seseorang yang cukup tidur tidak akan mudah tertidur di situasi pasif meski membosankan sekalipun.
"Kantuk berlebihan di siang hari bisa menurunkan performa dan menjadi tanda adanya gangguan tidur atau masalah medis lain. Jika hal ini terjadi terus-menerus, sebaiknya konsultasikan ke dokter," katanya.
Risiko Tersembunyi dari Sering Menguap
Tubuh melakukan hal-hal aneh saat terus-menerus mengantuk. Menguap mengirimkan sinyal bahwa Anda sebenarnya sedang mengatasi kekurangan tidur. Namun, sinyal-sinyal tersebut sama sekali tidak benar, kata Dr. Indira Gurubhagavatula, seorang ahli tidur di Veteran's Administration Medical Center di Penn Medicine di Philadelphia.
"Yang disayangkan adalah data menunjukkan bahwa ketika mengalami kekurangan tidur yang kronis, kemampuan kita untuk memahami gangguan yang dialami tubuh sendiri menjadi tidak lagi akurat - kita pikir kita baik-baik saja padahal sebenarnya tidak," kata Gurubhagavatula.
"Ketika kami melakukan tes untuk mengukur seberapa baik otak Anda berfungsi-- seperti kemampuan mengingat, tes memori, koordinasi-- kami menemukan banyak orang sebenarnya melakukan kesalahan," katanya.
Hal yang lebih berbahaya lagi adalah otak bisa mengalami "microsleep" atau tidur singkat selama 2 hingga 10 detik tanpa disadari. Ini sangat berisiko jika sedang mengemudi atau melakukan aktivitas berbahaya.
"Yang mengkhawatirkan, dengan kurang tidur kronis, seseorang jadi tidak mampu menilai tingkat kelelahan dirinya sendiri secara akurat. Mereka merasa baik-baik saja, padahal sebenarnya tidak," ujarnya.
Untuk menilai seberapa parah kantuk yang dialami, para ahli menggunakan Epworth Sleepiness Scale. Tes ini menilai kemungkinan seseorang tertidur saat melakukan aktivitas pasif, seperti menonton TV atau duduk sebagai penumpang dalam mobil selama satu jam. Skor di atas 10 dianggap signifikan dan perlu ditindaklanjuti secara medis.
"Jika Anda mulai merasa kelopak mata berat, tubuh merosot, merasa pusing, tangan gemetar, atau bahkan menjadi impulsif dan tak peduli sekitar, itu bisa jadi gejala bahaya akibat kekurangan tidur," tambah Gurubhagavatula.
Penyebab Lain Kantuk Berlebihan
Selain kurang tidur, kantuk juga bisa dipicu oleh gangguan tidur seperti sleep apnea, insomnia, sindrom kaki lelah, hingga gangguan ritme sirkadian. Penyakit kronis, efek samping obat, dan gaya hidup tertentu juga bisa menjadi pemicunya.
Penggunaan alkohol sebelum tidur, meski dianggap membantu tidur, justru menurunkan kualitas tidur secara keseluruhan. Alkohol mungkin membuat lebih cepat tidur, namun tubuh akan terbangun saat efeknya habis.
"Banyak pasien saya kaget betapa tidur mereka membaik hanya dengan menghentikan satu gelas minuman saat makan malam," kata Dr. Indira Gurubhagavatula dari Penn Medicine.
Para ahli menekankan pentingnya menjaga sleep hygiene atau kebersihan tidur, termasuk menghindari kafein berlebih, menciptakan lingkungan tidur yang nyaman, dan memiliki rutinitas tidur yang konsisten untuk menjaga kesehatan dan kewaspadaan sepanjang hari.
(hsy/hsy)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Ada Perang Tarif AS Vs China, Pengusaha Parfum Curhat Ini
Next Article Banyak Orang Stress, Sleep Tourism Diprediksi Jadi Tren 2025