Jakarta, CNBC Indonesia - Tim negosiator antara Rusia dan Ukraina akan bertemu langsung di Ibu Kota Turki, Ankara, pekan ini. Hal ini untuk menyelesaikan sejumlah hal terkait perang keduanya, utamanya tentang Laut Hitam.
Mengutip Russia Today, Senin (14/4/2025), seorang sumber pertahanan mengatakan delegasi dari kedua negara akan bertemu untuk membahas keamanan di Laut Hitam. Diketahui, wilayah maritim yang vital ini telah menjadi daerah yang tidak luput dari aksi saling serang antara Moskow dan Kyiv.
"Pertemuan akan berlangsung pada hari Selasa dan Rabu di markas besar Angkatan Laut Turki di Ankara," menurut sumber Kementerian Pertahanan Turki.
Namun, Menteri Luar Negeri Ukraina Andrey Sibiga menolak adanya rencana pertemuan ini. Ia mengklaim bahwa laporan tersebut salah dan tidak ada pembicaraan yang direncanakan.
Perang besar antara Rusia dan Ukraina pecah sejak 24 Februari 2024 lalu saat Moskow melancarkan serangan skala besar terhadap Ukraina Timur atau Donbass. Presiden Rusia Vladimir Putin menyebut pihaknya berupaya merebut wilayah itu dengan alasan diskriminasi rezim Kyiv terhadap wilayah itu, yang mayoritas dihuni etnis Rusia, serta niatan Ukraina untuk bergabung bersama aliansi pertahanan Barat, NATO.
Dalam perang ini, Kyiv mendapatkan sokongan dari Amerika Serikat (AS), Inggris, dan sekutu-sekutu lainnya di Eropa dan Asia-Pasifik. Selain bantuan dana dan senjata, Washington dan para mitranya telah menjatuhkan ribuan sanksi ekonomi kepada Rusia dengan harapan agar Negeri Beruang Putih tak mampu lagi membiayai perangnya.
Sementara itu, dalam pembicaraan antara tim Rusia dan Amerika Serikat (AS) di Riyadh pada akhir Maret, keduanya sepakat menghidupkan kembali Prakarsa Gandum Laut Hitam, yang menurut Kremlin, harus mencakup pencabutan pembatasan Barat terhadap Bank Pertanian Rusia dan lembaga keuangan lainnya yang terlibat dalam penjualan makanan dan pupuk internasional. Gencatan senjata maritim dipandang oleh Moskow dan Washington sebagai langkah menuju penyelesaian diplomatik konflik Ukraina.
Inisiatif Gandum Laut Hitam, yang awalnya ditengahi pada Juli 2022 oleh PBB dan Turki, menetapkan jalur aman bagi produk pertanian Ukraina dengan imbalan AS dan Uni Eropa (UE) mencabut pembatasannya terhadap ekspor gandum dan pupuk Rusia. Moskow menarik diri dari kesepakatan itu setahun kemudian, dengan alasan kegagalan Barat untuk menegakkan kewajibannya.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sebelumnya mengklaim bahwa Kyiv menolak gencatan senjata maritim karena hal itu mewakili 'pelemahan posisi dan pelemahan sanksi' terhadap Rusia.
Presiden AS Donald Trump, di sisi lain, mengkonfirmasi bulan lalu bahwa pemerintahannya sedang mempertimbangkan untuk mencabut beberapa pembatasan terhadap Moskow guna menghidupkan kembali Inisiatif Gandum Laut Hitam. Ia mengatakan bahwa ada sekitar lima atau enam syarat.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengesampingkan pelonggaran pembatasan UE terhadap Moskow. Ia menegaskan bahwa pembatasan tersebut harus "tetap berlaku hingga perdamaian yang adil dan abadi tercapai di Ukraina."
Menurut juru bicara Kremlin Dmitry Peskov, gencatan senjata maritim hanya dapat berlaku jika syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh Rusia terpenuhi. Ia juga menyebut siap bekerja sama dengan Washington terkait hal ini.
"Tentu saja, kali ini keadilan harus ditegakkan, dan kami akan melanjutkan kerja sama kami dengan Amerika (dalam Inisiatif Laut Hitam)," tegas Peskov.
(tps/tps)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Rusia Bakal Setujui Kesepakatan Laut Hitam Dengan Ukraina
Next Article 1.000 Hari Perang Rusia-Ukraina, Asa Perdamaian di Tengah Pertempuran