Jakarta -
Guru Besar IPB Bambang Hero Saharjo buka suara setelah dilaporkan ke Polda Bangka Belitung oleh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Putra Putri Tempatan (Perpat) Babel, Andi Kusuma. Bambang dilaporkan perihal penghitungan kerugian keuangan negara dalam perkara dugaan megakorupsi tata kelola pertambangan di PT Timah.
Bambang mengaku baru mengetahui hal itu dari pemberitaan media. Dia lantas heran dengan tudingan pelapor. Sebab, penghitungan itu dilakukannya atas permintaan penyidik pada Jampidsus Kejaksaan Agung.
"Pertama dia bilang saya membikin keterangan palsu, nah keterangan palsunya itu seperti apa? Karena saya itu diminta secara resmi oleh penyidik Pidsus Kejaksaan Agung dan kemudian tugas itu saya laksanakan," kata Bambang saat dimintai konfirmasi, Sabtu (11/1/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bambang menuturkan apa yang dikerjakannya pun telah sesuai dengan peraturan yang ada. Dia mengklaim bukan pertama kali melakukan penghitungan kerugian lingkungan.
"Peraturan Menteri LH Nomor 7 Tahun 2014 itu menyatakan yang berhak menghitung itu adalah ahli lingkungan atau ahli valuasi ekonomi. Nah, saya kan ahli lingkungan, boleh dong, lalu palsunya itu di mana," ujar Bambang.
"Kalau saya dikatakan memberikan keterangan palsu, di persidangan mestinya dari awal sudah ditolak sama majelis dan saya menangani kasus itu, lingkungan, sudah seribu kasus itu dari tahun 2000 sampai sekarang," lanjutnya.
Lebih jauh, Bambang menerangkan pihaknya mulai melakukan penghitungan kerugian lingkungan pada kasus itu sekitar bulan Desember 2023. Dia bersama tim bahkan turun langsung untuk melihat kondisi di lapangan.
Sebab, Bambang menjelaskan, untuk melakukan penghitungan kerugian lingkungan, harus dipastikan dahulu kerusakan lingkungannya.
"Kami lakukan itu sampling, ambil sampel pada wilayah yang diduga rusak itu. Akhirnya apa? Positif rusak. Kami hitung dan seperti itu," jelas dia.
Sedangkan untuk memperoleh informasi seperti apa kondisi awal lingkungan yang telah rusak sebelumnya, Bambang bersama timnya menggunakan citra satelit. Dia menyebut telah memaparkan keseluruhan hasilnya saat persidangan.
"Ketika di sidang itu kan saya memaparkan secara detail itu, tahun 2015 seperti apa yang sudah disampaikan tadi, luasannya berapa, sehingga saya tahu ada taman nasional itu yang digali, ada kawasan konservasi, kawasan lindung, kawasan hutan. Jadi semua itu sudah terungkap, sudah telanjang sebetulnya di persidangan saya sudah sampaikan," sebutnya.
Menurut Bambang, jika tak sependapat dengan perhitungannya, seyogianya disampaikan dalam persidangan. Sebab, penghitungan kerugian lingkungan itu pun telah dipaparkannya dalam persidangan, serta dilengkapi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) selaku auditor negara.
"Kalau memang mereka tidak terima, mestinya saat persidangan dong disampaikan. Mestinya PH itu menunjukkan 'oh ini perhitungan kami' kan seperti itu ya, kemudian diadu ke majelis hakim," terang Bambang.
"Majelis hakim memutuskan, yang mana ini. Jadi kalau misalnya majelis hakim itu belum pasti yang mana, mereka bisa bisa memanggil ahli lain," ucap dia.
Meski tak paham dengan maksud pelapor melaporkan dirinya ke polisi, Bambang memastikan siap mengikuti proses yang ada. Sebab, dia meyakini penghitungan kerugian lingkungan itu merupakan bagian dari tugas yang diamanahkan kepadanya.
"Iya, silakan saja, toh saya sudah laporkan juga ke Kejaksaan Agung karena mereka yang minta. Karena kan yang minta mereka, kecuali kalau saya misalnya ngarang-ngarang atau apa, silahkan, wong saya resmi kok," imbuh Bambang.
"Bagaimana mungkin saya bisa melakukan kegiatan di lapangan untuk verifikasi dan sebagainya, karena itu ada permintaan dari Pidsus Kejaksaan Agung," pungkasnya.
Dilaporkan ke Polda Babel
Diberitakan sebelumnya, Bambang dilaporkan ke Polda Babel oleh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Putra Putri Tempatan (Perpat) Babel, Andi Kusuma. Bambang adalah saksi ahli di kasus korupsi tata niaga timah 2015-2022 yang ditunjuk Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.
"Di sini (Bambang) kami laporkan Pasal 242 KUHPidana. Karena pada saat dihadirkan di persidangan sebagai saksi dari Kejagung, di situ disampaikan malas untuk menjawab (rincian kerugian negara)," jelas Andi kepada wartawan di Mapolda, Rabu (8/1/2025).
Untuk diketahui, Pasal 242 KUHP itu mengatur tentang pemberian keterangan palsu di atas sumpah. Menurut Andi, Bambang bukanlah seorang ahli perhitungan kerugian negara. Sehingga Bambang dinilai tidak berkompeten melakukan penghitungan kerugian lingkungan yang disebutnya mencapai Rp 271 triliun.
"Bapak Bambang Hero ini bukan ahli di bidang perhitungan kerugian negara, dia hanya (ahli) lingkungan. Pengambilan (sampel) itu pun dari satelit," terang Andi.Perhitungan Bambang Terbukti
Di persidangan, Jaksa telah menguraikan metode serta total kerugian lingkungan yang dihitung oleh Bambang dalam berkas dakwaan para terdakwa kasus korupsi pengelolaan timah. Jaksa mengatakan terjadi kerusakan tanah dan lingkungan akibat tambang timah PT Timah di Babel. Hal itu diketahui dari citra satelit yang diambil sejak 2015 hingga 2022.
Bambang kemudian melakukan identifikasi laboratorium terhadap temuan tersebut. Hasilnya, kawasan hutan itu sudah terganggu cukup parah.
"Bahwa akibat kegiatan penambangan yang dilakukan secara melawan hukum telah mengakibatkan kerugian lingkungan hidup di non Kawasan hutan seluas 95.017,313 hektare adalah sebesar Rp 47.703.441.991.650 (Rp 47,7 triliun) sedangkan nilai kerugian lingkungan hidup akibat tambang timah di dalam Kawasan hutan dengan luas 75.345,751 hektare adalah sebesar Rp 223.366.246.027.050 (Rp 223,3 triliun). Oleh karena itu maka kerugian lingkungan pada lahan nonkawasan hutan seluas 95.017,313 hektare dan pada kawasan hutan seluas 75.345,751 hektare dengan total luas area 170.363,064 hektare adalah sebesar Rp 271.069.688.018.700 (Rp 271 triliun)," ujar jaksa dalam dakwaannya terhadap para terdakwa kasus ini.
Jumlah itu terbagi ke dalam:
1. Biaya Kerugian Lingkungan (ekologis) sebesar Rp 183.703.234.398.100 (Rp 183 triliun)
2. Biaya Kerugian Ekonomi Lingkungan sebesar Rp 75.479.370.880.000 (Rp 75,4 triliun)
3. Biaya Pemulihan Lingkungan sebesar Rp 11.887.082.740.060 (Rp 11,8 triliun)
Kemudian, pada sidang vonis untuk para terdakwa. Suranto Wibowo selaku Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2015-2019 divonis 4 tahun penjara, Amir Syahbana selaku Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2021-2024 divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta, Rusbani selaku Plt Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung Maret 2019 divonis 2 tahun penjara dan denda Rp 50 juta.
Lalu, pengusaha money changer, Helena Lim, divonis 5 tahun penjara, dan pengusaha dan juga suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis divonis 6,5 tahun.
Dalam putusannya, hakim menyatakan kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun. Kerugian itu termasuk unsur kerusakan ekosistem akibat penambangan ilegal yang mencapai Rp 271 triliun.
(ond/aik)