Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi Korea Selatan (Korsel) berkontraksi secara tak terduga. PDB kuartal pertama (Q1) 2025, negatif (-) 0,1%.
Bank sentral, Bank of Korea, mengatakan negara itu terhuyung-huyung akibat kekacauan politik selama berbulan-bulan. Krisis politik dipicu oleh upaya mantan presiden Yoon Suk Yeol pada bulan Desember untuk menangguhkan pemerintahan sipil, yang berpuncak pada pemakzulan dan pemecatannya dari jabatan bulan ini.
Namun bukan hanya itu. Ekonomi Korsel juga menjadi korban kebijakan perang dagang melalui kenaikan tarif impor Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Perlu diketahui Korsel adalah ekonomi terbesar keempat di Asia, yang sangat bergantung pada ekspor. Ancaman tarif timbal balik (respirokal) sebesar 25% Trump terhadap Korsel, menyebabkan saham yang terdaftar di Seoul jatuh dan mendorong mata uang tersebut ke level terlemahnya sejak 2009.
"PDB riil turun 0,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu," kata bank sentral dalam siaran pers seraya menambahkan bahwa PDB turun 0,2% dari kuartal sebelumnya, dikutip dari AFP, Kamis (24/5/2025).
Ekonomi negara itu tumbuh 1,3% pada Q1 tahun lalu tetapi tumbuh lebih rendah dari yang diharapkan pada Q4, karena dampak dari deklarasi darurat militer Yoon berdampak pada kepercayaan konsumen dan permintaan domestik. Menurut Layanan Bea Cukai Korea, hingga pertengahan April, ekspor negara itu telah turun lebih dari 5% dibandingkan tahun sebelumnya, dengan penurunan dilaporkan dalam sembilan dari sepuluh kategori ekspor utama negara itu, tidak termasuk semikonduktor.
Penurunan paling tajam terjadi pada ekspor ke AS yang turun lebih dari 14%. Minggu ini, Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi tajam perkiraan pertumbuhannya untuk Korsel tahun ini, memangkasnya dari 2,0% menjadi 1,0%.
"Ekonomi Korsel menghadapi beban struktural berupa inflasi tinggi dan nilai tukar won-dolar yang lemah, dan di bawah tekanan ganda ini, perlambatan pertumbuhan menjadi semakin nyata," kata seorang profesor di Universitas Sejong, Kim Dae-jong.
Minggu lalu, gubernur Bank Korea Rhee Chang-yong mengatakan tingkat pertumbuhan tahunan negara itu sekarang diperkirakan akan turun di bawah perkiraan 1,5% yang dibuat pada bulan Februari. Pengetatan kebijakan tarif, yang jauh lebih kuat dari yang diproyeksikan sebelumnya, kemungkinan akan semakin membebani prospek pertumbuhan.
"Ketidakpastian politik telah berlangsung lebih lama dari yang diharapkan, sehingga menunda pemulihan sentimen ekonomi," tambahnya.
"Permintaan domestik yang lesu, bersama dengan faktor-faktor seperti kebakaran hutan skala besar yang melanda sebagian besar wilayah tenggara negara itu pada akhir Maret, juga berkontribusi terhadap kemerosotan tersebut," kata Rhee.
Bangkit di Q2?
Sementara itu, ekonom di Bloomberg Economics, Hyosung Kwon, meyakini kedepannya, ekonomi akan bangkit kembali di Q2 2025. Ini dibantu oleh meredanya ketidakpastian politik di dalam negeri.
"Namun, pemulihan kemungkinan akan tetap rapuh karena tarif AS yang tinggi membebani permintaan eksternal," tambah Kwon.
(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:
Video: 50 Negara Negosiasi Ke AS Terkait Kebijakan Impor
Next Article Dunia Makin Kacau, China Respons Perang Dagang Jilid II Trump