Menguak Skandal "Proyek Esther", Upaya AS Bungkam Warga Pro-Palestina

1 day ago 10

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebuah cetak biru bernama Proyek Esther tiba-tiba mencuat ke publik Amerika Serikat (AS). Proyek ini merupakan sejumlah tindakan yang dirancang untuk mengikis dukungan warga Negeri Paman Sam terhadap perjuangan Palestina dan Gaza.

Mengutip Al Jazeera, Selasa (3/6/2025), proyek ini dicanangkan oleh Heritage Foundation, sebuah lembaga pemikir sayap kanan terkemuka di AS. Laporan itu dibuat sebagai serangkaian rekomendasi untuk memerangi anti-Semitisme, dan Presiden AS Donald Trump disebut-sebut telah mengikuti sejumlah langkah yang disarankan oleh Proyek Esther.

Menurut laporan New York Times yang diterbitkan awal bulan ini, proyek tersebut diawasi oleh Victoria Coates, seorang wakil presiden di Heritage Foundation yang menjabat sebagai wakil penasihat keamanan nasional selama masa jabatan pertama Trump.

Secara terperinci, prakarsa tersebut menyatakan bahwa tujuannya adalah untuk membongkar infrastruktur yang mendukung apa yang disebutnya "Jaringan Dukungan Hamas" (HSN) dalam waktu 24 bulan. Para penulis mengklaim bahwa kelompok-kelompok yang terlibat dalam advokasi hak-hak Palestina adalah anggota HSN, yang sebetulnya merupakan organisasi imajiner.

Proyek Esther secara eksplisit juga mengidentifikasi sejumlah organisasi Arab, Muslim, dan Yahudi progresif serta kelompok mahasiswa sebagai bagian dari apa yang disebut HSN. Cetak biru tersebut mengklaim bahwa jaringan tersebut berpusat di sekitar Muslim Amerika untuk Palestina (AMP), sebuah kelompok advokasi pendidikan dan sipil.

"Jaringan HSN berisi orang-orang dan organisasi yang secara langsung dan tidak langsung terlibat dalam mendukung gerakan Hamas yang bertentangan dengan nilai-nilai Amerika dan merugikan warga negara Amerika serta kepentingan keamanan nasional Amerika," tulis isi Proyek Esther.

Selain itu, Proyek Esther menguraikan 19 tujuan yang disebutnya sebagai "dampak yang diinginkan". Tujuan tersebut meliputi penolakan akses ke universitas bagi pendukung hak-hak Palestina yang bukan warga negara AS, memastikan bahwa platform media sosial tidak mengizinkan "konten anti-Semit", dan menyampaikan bukti "aktivitas kriminal" oleh para pendukung Palestina kepada cabang eksekutif perusahaan.

"Para pendukung Israel harus melakukan penelitian hukum dan swasta terhadap kelompok-kelompok pro-Palestina untuk mengungkap pelanggaran pidana dan merusak kredibilitas mereka. Kita harus melakukan perang hukum."

Selain itu, Proyek Esther juga menjabarkan bahwa prakarsa ini akan bekerja dengan melibatkan institusi akademik. Hal ini disebabkan merosotnya dukungan terhadap Israel di kampus-kampus ternama Negeri Paman Sam seperti Harvard dan Columbia.

"Program studi Timur Tengah/Afrika Utara atau Islam dianggap memiliki profesor yang memusuhi Israel," tambahnya.

Meski begitu, sejumlah analis, termasuk dari lembaga Yahudi, menyebut tindakan yang dijabarkan Proyek Esther akan memicu reaksi keras. Hal ini hanya akan menambah militansi dari kelompok Pro Palestina.

"Sifat ekstrem dari serangan-serangan ini juga telah membuat orang-orang berani untuk terus berbicara menentang serangan-serangan ini," kata Direktur Jewish Voice for Peace (JVP), Beth Miller.

"Dan sebenarnya, dalam banyak kasus, tindakan itu telah menyadarkan orang-orang - yang sebelumnya tidak memperhatikan - terhadap kemunafikan yang telah lama ada dalam keinginan untuk membungkam dan menyensor para aktivis hak-hak Palestina."


(tps)

Saksikan video di bawah ini:

Elon Musk 'Resign' dari Pemerintahan Trump

Next Article Video: Trump Protes, Pelantikannya Diwarnai Bendera Setengah Tiang

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |