Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto buka-bukaan ihwal keuntungan yang akan diperoleh Indonesia bila akhirnya diterima sebagai negara anggota Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD).
Ia mengatakan, keuntungan pertama ialah semakin terbuka lebarnya pasar-pasar tujuan ekspor baru bagi Indonesia. Sebab, OECD yang beranggotakan 38 negara dengan kapasitas ekonomi besar dan mayoritas negara-negara maju menguasai 3/4 atau 75% aktivitas perdagangan dunia.
"Sehingga tentu ini membuat barang kita juga lebih kompetitif dan pasarnya lebih luas," kata Airlangga saat konferensi pers hasil menghadiri pertemuan tingkat menteri Dewan OECD 2025 di Paris, Prancis, dikutip Kamis (5/6/2025).
"Jadi tentu OECD ini bisa menjadi buffer karena ini 3/4 daripada global trade. Tentu kita berharap bahwa perdagangan kita dengan 3/4 negara ini setelah Indonesia diterima aksesinya, maka negara-negara ini terbuka terhadap produk-produk barang dan jasa dari Indonesia," tegasnya.
Keuntungan kedua, ia menilai, Indonesia akan mendapatkan sumber dana-dana investasi baru dengan bergabung ke dalam OECD. Sebab, OECD memiliki ketentuan terhadap seluruh negara anggotanya untuk menyesuaikan kebijakan berstandar negara maju.
"Nah tentu kita melihat bahwa jangka pendek persepsi dan minat investasi terhadap negara-negara yang mempunyai best practice sama itu relatif seharusnya bisa lebih cepat dan lebih tinggi walaupun sekarang kondisi daripada perekonomian global sedang tidak baik-baik saja," paparnya.
Duta Besar Republik Indonesia untuk Perancis Mohamad Oemar, yang turut mendampingi Airlangga dalam pertemuan itu menambahkan, khusus untuk potensi investasi yang makin terbuka lebar dengan masuknya RI ke OECD karena 70% aliran modal asing bersumber dari negara-negara anggotanya.
"Sehingga akses terhadap dana investasi internasional untuk pembangunan mendukung pembangunan nasional kita sendiri akan lebih terbuka lebar," ucapnya.
Terlebih lagi, OECD, kata Oemar, punya peran yang besar dalam mengadministrasikan sekitar 90% dari lembaga-lembaga bantuan pembangunan yang resmi atau official development assistance.
"Tapi bukan berarti Indonesia untuk bergantung pada bantuan pembangunan tapi kita bisa ikut membahas berbagai formula untuk mendukung negara-negara yang membutuhkan bantuan pembangunan ini bersama negara-negara anggota OECD lainnya," tegas Oemar.
Meski begitu, Pakar Hubungan Internasional dari Universitas Padjadjaran Teuku Rezasyah menilai juga ada beberapa efek negatif bila Indonesia memaksakan diri untuk bergabung sebagai anggota OECD.
Ia menganggap, Indonesia akan memaksakan diri menyepakati ratusan aturan internal yang dibuat sejak OECD berdiri. Selain itu, selama proses akses berjalan, birokrasi Indonesia akan disupervisi oleh banyak konsultan asing di berbagai kementerian atau lembaga, dengan target pencapaian yang belum tentu sejalan dengan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah maupun Panjang.
"Dalam semua pertemuan dan forum OECD, secara alfabetis Indonesia juga akan bersebelahan dengan Israel. Keadaan ini dapat memberikan kesan kedua negara yang sedang mempercepat pembukaan hubungan diplomatik," tutur Teuku.
Meski demikian, Teuku Rezasyah juga menilai, dengan keanggotaan di OECD, Indonesia sebetulnya terkesan sedang melakukan reformasi birokrasi secara besar-besaran, dengan standar yang amat tinggi. Kondisi ini ia anggap berpotensi mempercepat pertumbuhan ekonomi di atas 5%.
(arj/haa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Indonesia Telah Serahkan Initial Memorandum ke Sekjen OECD
Next Article Selangkah Lagi Masuk OECD, RI Akan Masukan Dokumen Maret 2025