Jakarta -
Kementerian Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Diplomasi, Promosi, dan Kerja Sama Kebudayaan menyelenggarakan Gelar Wicara 'Dari Kata ke Rasa' yang berlangsung di Plaza Insan Berprestasi, Kompleks Kemendikbudristek, Senayan, Jakarta. Kegiatan ini merupakan upaya dalam menegaskan peran sastra dan gastronomi sebagai medium strategis dalam memperkuat diplomasi budaya Indonesia.
Direktur Jenderal Diplomasi, Promosi, dan Kerja Sama Kebudayaan, Endah T.D Retnoastuti menyampaikan bahwa sastra dan gastronomi merupakan dua kekuatan unik dan memiliki keterkaitan dengan keseharian manusia.
"Kebudayaan Indonesia dari warisan tradisional hingga ekspresi kontemporer menjadi kekuatan identitas nasional dan soft power untuk menghadapi persaingan global. Tentunya kami adalah bagian dari diplomasi yang dijalankan oleh pemerintah yang dipimpin oleh Kementerian Luar Negeri. Jadi apabila Kementerian Luar Negeri adalah mesin, bisa dibilang kebudayaan adalah bahan bakarnya," kata Endah dalam keterangan tertulis, Rabu (24/12/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam refleksinya mengenai arah kebijakan kebudayaan nasional, Endah menyebutkan bahwa satu tahun Kementerian Kebudayaan memberikan pandangan kolektif khususnya mengenai kebijakan terkait diplomasi kebudayaan. Tantangannya adalah keterpaduan arah prioritas dan diplomasi budaya.
Endah menekankan pentingnya keterkaitan antara kemajuan kebudayaan dan kesejahteraan komunitas budaya.
"Pada akhirnya, kemajuan kebudayaan yang dimaksud juga harus berdampak pada ekonomi kreatif dan kesejahteraan komunitas budaya, sehingga budaya bisa menjadi engine untuk bangsa," ungkapnya.
Gelar wicara 'Dari Kata ke Rasa' menghadirkan tokoh ahli di bidang sastra dan gastronomi di antaranya Staf Ahli Menteri Luar Negeri Bidang Sosial, Budaya, dan Pemberdayaan Manusia, Kamapradipta Isnomo; Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Prof. E. Aminudin Aziz; Founder and Chair Indonesia Gastronomy Network, Vita Datau; dan Tim Promosi Sastra Indonesia di Luar Negeri, Yani Kurniawan.
Endah berharap gelar wicara ini dapat melahirkan strategi sinergi dan kolaborasi untuk memperkuat diplomasi budaya agar berdampak melalui sastra dan gastronomi.
"Kegiatan ini menjadi salah satu wujud nyata dari upaya Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia dalam mengintegrasikan nilai-nilai budaya sebagai instrumen diplomasi yang memperkuat identitas bangsa dan memperluas pengaruh budaya Indonesia di tingkat global," tutupnya.
Sementara itu, Kamapradipta Isnomo juga mengatakan bahwa sastra dan gastronomi penting untuk promosi kebudayaan Indonesia.
"Dua hal tersebut adalah spirit daripada identitas budaya suatu bangsa. Sastra dan gastronomi penting untuk mengetahui suatu peradaban, karena sastra adalah cermin dari aspek sejarah, aspek karakter, dan aspek sosiolog. Kemudian gastronomi juga merupakan cermin dari temperamen dan emosi dari suatu bangsa," ungkapnya.
Indonesia mempunyai banyak sastra lama yang terbenam di dalam manuskrip kuno seperti Serat Centhini dengan banyak kisah tentang Susada. Prof. E. Aminudin Aziz menyampaikan bahwa tahun ini bertepatan dengan 200 tahun peringatan Perang Diponegoro.
"Kami mengubah naskah kuno menjadi berbentuk komik dan ada 25 komik yang kami kerjasamakan dengan para kreator dari ITB dan masyarakat perkomikan. Karya tersebut menjadi salah satu bahan bacaan yang paling banyak diminati oleh anak anak." tutupnya
Turut hadir dalam diskusi tersebut di antaranya Inspektur Jenderal Kementerian Kebudayaan, Fryda Lucyana; Staf Ahli Menteri Kebudayaan Bidang Hubungan Antar Lembaga, Ismunandar; Direktur Kerja Sama Kebudayaan, Mardisontori; Direktur Bina SDM, Lembaga dan Pranata Kebudayaan, Irini Dewi Wanti; dan Direktur Pemberdayaan Nilai Budaya dan Kekayaan Intelektual, Yayuk Sri Budi Rahayu.
(ega/ega)


















































