KPK mendakwa dua pengusaha memberikan suap total SGD 199 ribu atau setara Rp 2,5 miliar ke mantan Direktur Utama Industri Hutan V atau Inhutani V Dicky Yuana Rady. Suap itu diberikan agar dua terdakwa bisa bekerja sama dengan Inhutani dalam memanfaatkan kawasan hutan.
Sidang dakwaan keduanya digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (11/11/2025). Dua terdakwa pengusaha swasta tersebut ialah Djunaidi Nur selaku Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng (PML) serta Aditya Simaputra selaku asisten pribadi dan orang kepercayaannya sekaligus staf perizinan di PT Sungai Budi Grup (SBG).
"Yaitu memberikan uang sebesar SGD 10 ribu dan bersama Aditya Simaputra memberikan uang sebesar SGD 189 ribu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, yaitu kepada Dicky Yuana Rady," ujar Jaksa KPK Tonny F Pangaribuan saat membacakan surat dakwaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaksa mengatakan dugaan tindak pidana tersebut dilakukan pada 21 Agustus 2024 dan 1 Agustus 2025 di kantor Inhutani V serta di salah satu lokasi di Kembangan, Jakarta Barat. Jaksa mengatakan suap tersebut dimaksudkan agar Dicky mengkondisikan PT PML tetap dapat bekerja sama dengan Inhutani V. Jaksa menuturkan kerja sama tersebut dalam memanfaatkan kawasan hutan pada register 42, 44 dan 46 di wilayah Lampung.
Jaksa mengatakan perkara ini bermula pada tahun 2009. Saat itu, Inhutani V mengadakan kerja sama pengelolaan hutan dengan PT PML atas area hutan yang izinnya dimiliki oleh PT Inhutani V. Pada 2014, kata jaksa, terjadi sengketa antara PT Inhutani V dengan PT PML.
PT PML kemudian mengajukan gugatan ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan menang. Putusan BANI tersebut dibatalkan oleh putusan PN Jakarta Pusat. Namun, putusan PN Jakpus tersebut dibatalkan oleh Putusan MA yang pada intinya menguatkan putusan BANI.
Jaksa mengatakan PT PML dan PT Inhutani V sepakat mengakhiri sengketa setelah adanya putusan MA pada 1 November 2018. Pada Juli 2019, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mulai melaksanakan pemeriksaan terhadap PT Inhutani V dan menerbitkan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Pengelolaan Pendapatan, Biaya, dan Investasi Tahun Buku 2017, 2018, dan 2019 (Triwulan l) PT Inhutani V di Provinsi DKI dan Lampung tanggal 15 Januari 2020.
Jaksa mengatakan BPK berkesimpulan PT Inhutani V sama sekali tidak memperoleh manfaat dari bagi hasil kerja sama dengan PT PML sejak tahun 2009 sampai dengan 2019. Kemudian, kata jaksa, BPK merekomendasikan kepada Direksi PT Inhutani V agar berkoordinasi dengan Perum Perhutani selaku induk perusahaan untuk melakukan peninjauan kembali perjanjian kerja sama dengan PT PML.
Pada 2023, ada putusan MA yang pada intinya memutuskan PT PML telah melakukan wanprestasi dalam kerja sama dengan Inhutani V. MA menghukum PT PML membayar ganti rugi Rp 3,4 miliar ditambah dengan 6% setiap tahun terhitung sejak gugatan didaftarkan pada tahun 2021.
"Bahwa dengan adanya putusan MA tersebut, PT PML ternyata belum sepenuhnya dapat mengerjakan kawasan hutan yang perizinannya dimiliki oleh PT Inhutani V karena terdapat sebagian lahan yang dikelola oleh pihak lain," kata jaksa.
"Sehingga terdakwa (Djunaidi) bersama dengan Aditya Simaputra melakukan pendekatan kepada pihak-pihak PT Inhutani V di antaranya Dicky Yuana Rady, Apik Karyana selaku Komisaris Utama dan Raffles Brotestes Panjaitan selaku Komisaris dengan cara memenuhi setiap permintaan pihak PT Inhutani V apabila kerja sama PT Inhutani V dengan PT PML dapat terus berlanjut," lanjutnya.
Setelah dilakukan sejumlah pertemuan, kata jaksa, ada kesepakatan pengelolaan hutan oleh PT PML. Jaksa mengatakan Dicky yang saat itu menjabat Dirut Inhutani V meminta uang.
"Bahwa pada tanggal 8 Agustus 2025, setelah Dicky Yuana Rady menerima uang dari Terdakwa tersebut, Dicky Yuana Rady meminta agar Aditya Simaputra mengambil mobil Mitsutbishi Pajero Nomor Polisi D
1686 AKG milik Dicky Yuana Rady di rumah dinasnya yang bertempat di Wisma Perhutani Jakarta," ujar jaksa.
"Setelah mengambil mobil tersebut, selanjutnya Aditya Simaputra melaporkan kepada Terdakwa dan Terdakwa meminta agar mobil tersebut disimpan di rumah Aditya Simaputra," imbuhnya.
Atas perbuatannya, Djunaidi dan Aditya didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 KUHP.
(mib/haf)


















































