Jakarta, CNBC Indonesia - Pada Rabu, 2 April 2025 jadi momen krusial bagi seluruh negara di dunia yang berhubungan dengan Amerika Serikat (AS) khususnya dalam hal tarif perdagangan. Pada 2 April, Presiden AS Donald Trump akan mengumumkan daftar negara-negara yang akan dikenai tarif resiprokal.
Presiden AS, Donald Trump mengungkapkan kebijakan tarif timbal balik (tarif resiprokal) yang akan segera diumumkannya pada 2 April dan berlaku untuk semua negara, bukan hanya yang memiliki defisit dagang besar dengan AS. Trump menyebut 2 April sebagai Liberation Day atau "Hari Pembebasan" bagi AS. Pemberlakuan ini hanya berselang 31 Maret saat umat Islam di seluruh dunia merayakan Hari Idul Fitri yang kerap diartikan sebagai "Hari Kemenangan".
Hari Pembebasan" Trump merujuk pada momen di mana ia berencana meluncurkan serangkaian tarif baru yang diklaim akan membebaskan Amerika Serikat dari ketergantungan pada barang impor.
Bagi AS dan banyak negara keduanya mungkin tidak ada korelasi tetapi bagi Indonesia dan negara-negara yang mayoritas Islam maka akan terdampak.
Pasar keuangan di Indonesia dan negara dengan penduduk mayoritas Islam tutup untuk merayakan Lebaran. Dampak dari kebijakan Trump baru akan terasa saat pasar dibuka nanti. Khusus untuk Indonesia, pasar keuangan akan dibuka kembali pada 8 April mendatang.
Pernyataan ini disampaikan Trump kepada wartawan di atas pesawat kepresidenan Air Force One pada Minggu waktu setempat.
"Kita akan mulai dengan semua negara. Pada dasarnya, semua negara yang kita bicarakan," kata Trump seperti dikutip laman Al Jazeera di Jakarta, Senin (31/3/2025).
Lebih lanjut, para pemimpin Asia menghadapi keputusan sulit seiring dengan kebijakan tarif timbal balik Trump, yang menjadi tantangan besar bagi generasi saat ini. Kebijakan ini mengancam model ekonomi kawasan yang bergantung pada ekspor ke Amerika Serikat dan sistem perdagangan dengan hambatan rendah.
Trump dan para pejabatnya telah lama menargetkan China, yang kini dikenai tarif 20% pada impor, menandai dimulainya kembali perang dagang yang pertama kali terjadi di masa kepresidenannya sebelumnya.
Kali ini, ia juga menyoroti Vietnam, Korea Selatan, Jepang, dan India, dengan alasan bahwa negara-negara tersebut menerapkan tarif tinggi atau mempertahankan surplus perdagangan besar atau bahkan keduanya.
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyatakan pada Maret lalu bahwa tarif timbal balik yang dijadwalkan mulai berlaku pada 2 April akan menargetkan "Dirty 15," yaitu negara-negara dengan arus perdagangan besar serta hambatan signifikan terhadap Amerika Serikat.
Ancaman Tarif ke Berbagai Negara
Banyak negara telah dikenakan tarif impor puluhan persen untuk masuk ke wilayah AS, seperti Kanada dan negara-negara lainnya.
Mulai tengah malam pada 4 Maret 2025, bea masuk sebesar 25% dikenakan pada semua impor produk asal Kanada (yaitu barang yang berasal dari Kanada) ke AS, kecuali untuk beberapa sumber energi dan sumber daya energi yang tercantum di bawah ini, yang dikenakan tarif lebih rendah sebesar 10%.
Selain Kanada, Trump berpendapat bahwa tarif diperlukan untuk impor dari China, yang sebagian besar merupakan barang manufaktur, guna memungkinkan Amerika Serikat membangun kembali sektor industrinya serta menghasilkan pendapatan pajak bagi anggaran federal. Ia memberlakukan tarif 10% terhadap hampir semua impor dari China pada awal Februari, dan menaikkannya menjadi 20%.
Ia telah menambahkan tarif 20% pada sekitar US$440 miliar barang China yang diimpor oleh Amerika Serikat setiap tahunnya. Rata-rata tarif AS terhadap barang China yang terdampak kini mencapai 39%, naik dari 3% ketika Trump memulai masa jabatan pertamanya delapan tahun lalu.
Begitu pula dengan negara Brasil yang dikenakan bea masuk 25% yang tampak mengabaikan hubungan ekonomi yang telah lama terjalin antara kedua negara.
Korea Selatan juga terkena dampak pemberlakuan tarif 25% terhadap semua impor baja dan aluminium. Langkah ini menyoroti fokus pemerintahan Trump dalam mengurangi defisit perdagangan AS.
Negara Asia Ikut Ketar-ketir
Bersama dengan Meksiko, Kanada, dan Uni Eropa, Asia telah menjadi target utama kebijakan proteksionis Trump sejak ia kembali ke Gedung Putih pada 20 Januari. Tarif 25% pada impor baja akan merugikan produsen Asia, yang mencakup enam dari 10 eksportir baja terbesar ke AS. Selain itu, penerapan tarif 25% pada impor mobil akan menekan keuntungan produsen otomotif, termasuk Hyundai Motor dari Korea Selatan dan Toyota Motor dari Jepang.
Tidak adanya pengecualian bagi sekutu AS, ditambah dengan pernyataan keras dari Trump dan pejabatnya yang menunjukkan kesiapan untuk menerima dampak ekonomi jangka pendek, telah mengguncang pasar global. Dalam wawancara dengan NBC News pada 30 Maret, Trump menyatakan bahwa ia "tidak peduli" jika produsen mobil asing menaikkan harga sebagai respons terhadap tarif yang diberlakukan pekan lalu.
Kini, penambahan tarif timbal balik menjadi ancaman serius bagi model pertumbuhan Asia pascaperang yang berorientasi pada ekspor, menurut Roland Rajah, kepala ekonom di lembaga pemikir Lowy Institute yang dikutip dari The Straits Times.
Tarif timbal balik, selain yang sudah diumumkan pada2025, dapat mengurangi pertumbuhan ekonomi di negara-negara di kawasan ini sebanyak 1,3 poin persentase, menurut ekonom di Goldman Sachs, sebagian besar karena ketergantungan mereka pada pembelian langsung dan tidak langsung dari AS.
Mengingat ketergantungan pada perdagangan dengan AS, para pembuat kebijakan di Asia hanya mempunyai sedikit pilihan yang baik. Sejauh ini, mereka sebagian besar bertujuan untuk menenangkan Trump, dengan melakukan perjalanan ke Washington dan menjanjikan pembelian barang serta memuji manfaat perdagangan bebas.
Para pemimpin Asia mengambil langkah-langkah untuk mengurangi ketergantungan pada Amerika Serikat dan memperkuat perekonomian domestik mereka.
"Jika kita memainkan peran kita dengan sangat cekatan dan tangkas, kita dapat mengatasi hal ini," kata mantan Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa. "Bukan kepentingan kami untuk menaruh semua telur dalam satu keranjang, kami harus melakukan diversifikasi."
Di China, ada penekanan baru untuk memacu konsumsi, dan Presiden Xi Jinping telah berjanji untuk membuka perekonomiannya bagi perusahaan global dan menolak proteksionisme. Sikap Beijing yang pro-bisnis dan optimisme terhadap kemajuan kecerdasan buatan baru-baru ini telah mendorong kenaikan saham-saham China bahkan ketika ancaman perdagangan Trump semakin besar.
Dampak Perang Dagang Bagi RI
Bank Danamon Indonesia menyampaikan kebijakan Trump bisa berdampak ke Indonesia sebagai eksportir utama untuk tembaga dan kayu. Mereka akan berdampak kepada Indonesia baik dalam jangka pendek, menengah, hingga panjang.
Di tengah kebijakan proteksionisme AS, Indonesia dapat memanfaatkan tren global dalamsupply chain diversification. Ketidakpastian perdagangan dan tarif baru mendorong banyak perusahaan global untuk mencari alternatif di luar China dan AS, membuka peluang bagi Indonesia untuk memperkuat posisinya dalam rantai pasok global.
Beberapa strategi yang dapat dilakukan Indonesia antara lain:
- Meningkatkan kapasitas manufaktur dan hilirisasi agar produk ekspor memiliki nilai tambah lebih tinggi sebelum masuk pasar AS dan global.
- Mempercepat perjanjian perdagangan dengan mitra strategis guna memperluas akses pasar di luar AS.
- Menarik investasi asing langsung (FDI) di sektor industri pengolahan untuk memperkuat peran Indonesia dalam rantai pasok global.
- Memperluas pasar ekspor ke kawasan lain, termasuk Asia, Eropa, dan Timur Tengah, guna mengurangi risiko ketergantungan pada satu negara tujuan ekspor.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)