Saat Mantan 'Orang Terkaya di RI' Ditetapkan Tersangka Kasus Jiwasraya

3 hours ago 2
Jakarta -

Kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) memasuki babak baru setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan satu tersangka baru dalam kasus ini. Dia adalah Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Isa Rachmatarwata.

Nama Isa Rachmatarwata itu sempat terkenal karena pernah disebut oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai 'orang terkaya di Indonesia'. Pernyataan itu dicetuskan Sri Mulyani saat acara orientasi calon ASN Kementerian Keuangan, pada 17 Februari 2021.

"Pak Isa Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, nah ini orang paling kaya di seluruh Indonesia," kelakar Sri Mulyani saat itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat itu Isa Rachmatarwata menjabat sebagai Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan. Kekayaan yang dimaksud Sri Mulyani itu merujuk pada kekayaan negara yang dikelola oleh Isa Rachmatarwata sebagai pimpinan DJKN.

Diketahui, DJKN adalah unit Kementerian Keuangan yang mengelola seluruh aset pemerintah, baik berupa barang maupun saham.

Kembali ke kasus Jiwasraya, Isa ditetapkan sebagai tersangka karena diduga merugikan negara atas pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya. Kejagung memastikan penetapan tersangka Isa ini sudah sesuai dengan alat bukti.

"Malam hari ini penyidik telah menemukan bukti yang cukup adanya perbuatan pidana yang dilakukan oleh IR, yang saat itu menjabat sebagai Kabiro Asuransi pada Bapepam LK (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan) 2006-2012. Yang bersangkutan saat ini menjabat Dirjen Anggaran pada Kementerian Keuangan RI," kata Direktur Penyidikan Kejagung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (7/2/2025).

Adapun penetapan tersangka ini berdasarkan pada laporan pemeriksaan investigasi atas kasus korupsi di PT Jiwasraya. Dia mengatakan kerugian yang ditimbulkan mencapai Rp 16,8 triliun.

"Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigasi penghitungan kerugian negara atas pemulihan keuangan pada PT Jiwasraya 2008-2018 sejumlah Rp 16.807.283.375.000," jelas Qohar.

Diduga Setujui Saving Plan

Logo asuransi Jiwasraya di Jl Rasuna Said Foto Gedung Jiwasraya: (Ari Saputra/detikcom)

Peran lainnya, Isa diduga menyetujui saving plan pada tahun 2009 meski perusahaan sedang bangkrut. Persetujuan ini ketika Isa menjabat di Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).

Qohar mengungkapkan saving plan itu diinisiasi oleh pihak direksi Jiwasraya saat itu Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo dan Syahmirwan, yang kini sudah menjadi terpidana. Saving plan ini dibentuk untuk menutupi kerugian Jiwasraya yang saat itu mengalami bangkrut.

"Untuk menutupi kerugian PT AJS tersebut, terpidana Hendrisman Rahim, terpidana Hary Prasetyo dan terpidana Syahmirwan membuat produk JS saving slan yang mengandung unsur investasi dengan bunga tinggi 9% hingga 13%, di atas suku bunga rata-rata Bank Indonesia saat itu sebesar 7,50% sampai 8,75% atas pengetahuan dan persetujuan dari tersangka IR, di mana untuk memasarkannya sebagai produk asuransi harus mendapatkan persetujuan dari Bapepam-LK," ungkapnya.

Selanjutnya, Isa bersama Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo dan Syahmirwan membicarakan pemasaran produk JS Saving Plan. Akhirnya, Isa pun membuat surat yang berisi Jiwasraya memasarkan produk JS Saving Plan nomor: s.10214/bl/2009 tanggal 23 November 2009 tentang pencatatan produk asuransi baru Super Jiwasraya plan surat nomor: s.1684/mk/10/2009 tanggal 23 November 2009 tentang pencatatan perjanjian kerja sama pemasaran produk Super Jiwasraya dengan PT Anz Panin Bank.

"Padahal tersangka IR tahu kondisi PT AJS saat itu dalam keadaan insolvensi (bangkrut)," kata Qohar.

Hingga akhirnya saving plan itu terlaksana di tahun 2014 hingga 2017. Sepanjang pelaksanaannya, saving plan ini sesuai data pada general ledger premi yang diterima Jiwasraya, memiliki total perolehan premi dan produk saving plan mencapai Rp 47,8 triliun.

Dana yang diperoleh dari dana saving plan ini pun selanjutnya dikelola oleh Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo dan Syahmirwan. Mereka menempatkan dana ini dalam bentuk investasi saham dan reksadana.

"Dalam pelaksanaannya, investasi yang dilakukan tidak didasari prinsip good corporate governance (GCG) dan manajemen risiko investasi, di mana dari penelusuran transaksi investasi saham dan reksadana tersebut diketahui terdapat transaksi yang tidak wajar terhadap beberapa saham," jelasnya.

"Antara lain IIKP, SMRU, TRAM, LCGP, MYRX, SMBR, BJBR, PPRO dan beberapa saham lainnya yang dilakukan baik secara langsung (direct) maupun melalui manajer investasi yang mengelola reksadana sehingga transaksi tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan nilai portofolio aset investasi saham dan reksadana sehingga PT AJS mengalami kerugian," tuturnya.

Ditahan di Rutan Salemba

Gedung Kejagung Baru Foto: Gedung Kejagung Baru (dok istimewa)

Atas dasar itu, Isa ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan. Isa ditahan di Rutan Salemba cabang Kejagung selama 20 hari ke depan.

"Terhadap tersangka pada malam ini dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba cabang Kejagung," kata Qohar.

Polemik Jiwasraya Kembali Mencuat

Polemik kasus Jiwasraya ini kembali mencuat setelah Manajemen Jiwasraya buka-bukaan mengenai masalah pengelolaan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) Jiwasraya. Manajemen Jiwasraya mengatakan telah terjadi fraud atau kecurangan dalam mengelola keuangan hingga menimbulkan kerugian Rp 257 miliar.

Hal itu disampaikan Direktur Operasional dan Keuangan Jiwasraya, Lutfi Rizal. Lutfi mengatakan fraud itu merupakan hasil audit yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada 31 Desember 2024. Menurutnya, kasus yang terjadi di DPPK Jiwasraya, sama seperti di asuransi Jiwasraya.

"Jadi ada pengelolaan investasi yang tidak sesuai dengan ranah manejemen risiko yang prudent. Kalau kita bisa bilang ini mirorring dengan Jiwasraya. Sudah dilakukan audit investigasi pada 31 Desember 2024 oleh BPKP terjadi fraud Rp 257 miliar. Pelakunya sama juga dengan Jiwasraya yang saat ini sudah dipenjara," kata dia dalam rapat dengar pendapat dengan Komis VI DPR RI seperti dilansir detikfinance, Kamis (6/2).

Lutfi memaparkan, kondisi ambruknya keuangan DPPK Jiwasraya telah terjadi pada 2003 hingga 2012. Dalam paparannya, kala itu setiap tahun terjadi defisit mulai dari Rp 701 juta hingga Rp 39 miliar.

Kemudian yang menjadi janggal, pada tahun 2013 hingga 2018, kondisi keuangan DPPK Jiwasraya kembali positif. Berdasarkan hasil investigasi, pada tahun itu telah dilakukan transaksi saham bermasalah bahkan tidak tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Lutfi menyebut, transaksi saham itu dilakukan oleh pelaku korupsi Jiwasraya Benny Tjokrosaputro, Heru Hidayat, Joko Hartono Tirto.

"Setelah 2018- dan 2019 itu negatif. Kalau dilihat pada 2019 ini kasus Jiwasraya telah merebak, dan para pelaku diproses secara hukum, sehingga pengelolaan dari investasi itu sudah nggak ada yang mengelola," pungkasnya.

(zap/dhn)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu


Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |