Jakarta -
Simeulue, salah satu pulau terluar Aceh, menjadi wilayah dengan kasus pelecehan seksual dan pemerkosaan terhadap anak terbanyak di samping kasus narkotika. Hal ini disebabkan oleh minimnya sumber daya manusia di Simeulue serta rendahnya pendidikan.
Kasubsi Intelijen Kejaksaan Negeri Simeulue Muhammad Rafiqan, mengungkapkan bahwa rendahnya pemahaman masyarakat tentang hukum mendorong jaksa hadir lebih dekat ke desa.
"Warga Simeulue ini mayoritasnya belum begitu paham akan hukum karena dari segi fasilitas pelayanan pendidikan, kemudian sumber daya manusia yang ada di sini, terutama di dalam hal pendidikan itu masih rendah," jelas Rafiqan kepada detikcom.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk itu, lanjut Rafiqan, berbagai program telah dirancang oleh Kejaksaan untuk menekan potensi kasus melalui sosialisasi hukum. Hal ini dilakukan agar masyarakat lebih peka terhadap potensi pelanggaran, khususnya yang menyangkut tindak pidana.
"Dari segi intelijen kejaksaan sendiri, yaitu bekerja secara preventif, represif, dan juga edukatif. Nah, preventif di sini adalah kita dalam melakukan sosialisasi ataupun kegiatan-kegiatan itu tujuannya adalah mencegah supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan, terutama terkait dengan pidana," lanjut Rafiqan.
Jaga Desa sebagai Upaya Pencegahan Kekerasan Domestik dan Seksual
Oleh sebab pemahaman hukum masyarakat di Simeulue masih terbatas, Rafiqan menjelaskan bahwa kejaksaan melalui program Jaga Desa hadir sebagai upaya strategis untuk memberikan edukasi hukum.
"Salah satu tugas dan kewenangan jaksa itu adalah memberikan penyuluhan hukum. Untuk itulah kami hadir di tengah-tengah masyarakat. Di kejaksaan, kita mempunyai program Jaga Desa, kemudian juga ada program Jaksa Masuk Sekolah, dan Jaksa Jaga Laut Aceh. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya hal-hal yang merugikan masyarakat itu sendiri, apalagi yang menyangkut tentang tindak pidana," ujarnya.
Rafiqan menambahkan, dengan skala program Jaga Desa yang luas dan berkelanjutan memungkinkan untuk masyarakat memiliki kesempatan lebih besar untuk memperoleh pemahaman hukum secara langsung.
"Program Jaksa Jaga Desa sendiri tahun lalu kita sudah lakukan ke 50 lebih desa dari total 138 desa yang ada di Kabupaten Simeulue. Dan untuk tahun ini hampir sepuluh desa yang sudah kami lakukan kegiatan sosialisasi," ungkap Rafiqan.
Pemahaman masyarakat kemudian ditumbuhkan dalam program ini. Rafiqan menuturkan bahwa masyarakat terwadahi untuk mendiskusikan persoalan terkait isu-isu domestik seperti Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT).
"Mereka itu kadang justru bertanya di luar dari pembahasan pokok misalkan pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut tentang keluarga kemudian kekerasan dalam keluarga. Jadi tidak terbatas pada materi yang kami sampaikan saja pertanyaan-pertanyaan yang lebih meluas juga kami terima dan kami sebisa mungkin kami memberikan solusinya," ungkapnya.
Sepakat dengan kebermanfaatan program, salah satu warga Desa Pulau Teupah, Riya menilai sosialisasi yang diberikan membantu mereka memahami kekerasan yang sering dialami adalah bagian dari tindak pidana KDRT.
"Saya bertanya tadi untuk mengenai KDRT karena KDRT kami tidak tahu apa-apa, apa artinya dengan KDRT. Tadi Mas Raffi sudah menjelaskan itu artinya KDRT. Dibilang sama Pak Rafi tadi kalau KDRT-nya bisa kita selesaikan di desa mungkin, insyaallah bisa kita selesaikan di desa saja. Sosoknya ramah, penyampaiannya lembut, sangat bagus. Kami sangat berterima kasih terutama bagi kami ibu-ibu PKK yang tidak mengerti apa-apa, apalagi mengenai hukum," ungkapnya.
detikcom bersama Kejaksaan Agung menghadirkan program khusus yang mengungkap realita penegakan hukum dan keadilan di Indonesia. Program ini tidak hanya menyorot upaya insan kejaksaan dalam menuntaskan kasus, namun juga mengungkap kisah dari dedikasi dan peran sosial para jaksa inspiratif.
Program ini diharapkan membuka cakrawala publik akan arti pentingnya institusi kejaksaan dalam kerangka pembangunan dan penegakan supremasi hukum di masyarakat. Saksikan selengkapnya di sini.
(prf/ega)