Perhitungan BMKG, La Nina Bikin Musim Kemarau 2025 Pendek-Ini Efeknya

2 days ago 7

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi, musim kemarau tahun 2025 ini bakal lebih pendek. Selain itu, ENSO (El Nino-Southern Oscillation) dalam kondisi normal alias Netral, atau tidak dalam level La Nina atau El Nino.

Dalam Analisis Dinamika Atmosfer Dasarian I April 2025 yang dirilis BMKG di situs resmi disebutkan, IOD -0.03 (0.267) dan indeks ENSO -0.26 (0.185). IOD diprediksi Netral hingga semester kedua tahun 2025. Sementara itu, ENSO diprediksi tetap Netral hingga semester kedua tahun 2025.

Sebelumnya, BMKG telah mengonfirmasi, La Nina lemah yang melanda RI sejak akhir 2024 lalu telah berakhir. Ditandai dengan indeks IOD dan ENSO, di mana IOD berada pada kategori Netral dengan indeks-0.31, fase IOD Netral diprediksi akan bertahan hingga semester kedua tahun 2025.

Sementara itu, anomali SST di Nino 3.4 menunjukkan indeks sebesar 0.30. Kondisi ini mengindikasikan ENSO Netral dan diprediksi akan tetap Netral hingga semester kedua tahun 2025. Hal itu tercatat dalam Analisis Dinamika Atmosfer Dasarian I Maret 2025 yang dirilis Badan Meteorologi, Klimarologi, dan Geofisika (BMKG) hari ini, Kamis (13/3/2025) lalu.

Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menjelaskan, prediksi musim kemarau tahun 2025 yang lebih pendek dipengaruhi 3 faktor.

Yaitu, kondisi La Nina lemah yang terjadi hingga awal tahun 2025, suhu laut meningkat dan ENSO dalam posisi Netral, serta curah hujan tahun 2025 diprediksi normal.

"Awal tahun 2025 diprediksi akan mengalami La Nina lemah, yang dapat meningkatkan curah hujan di beberapa wilayah Indonesia. Hujannya enggan pergi dari Indonesia, sehingga musim kemarau jadi mepet dan jadi pendek," kata Guswanto kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu, (16/4/2025).

"Sementara, curah hujan di Indonesia diprediksi normal. Artinya, sebagian besar wilayah Indonesia diprediksi akan mengalami curah hujan normal hingga atas normal pada tahun 2025. Sehingga musim kemarau tidak terlalu panjang," ucapnya.

Lalu apa artinya jika musim kemarau lebih pendek?

Guswanto mengatakan, musim kemarau yang lebih pendek dapat mendorong peningkatan produktivitas tanaman pangan. 

"Curah hujan yang normal hingga atas normal dapat mendukung peningkatan produktivitas tanaman pangan di wilayah-wilayah sentra pangan," katanya.

"Karena itu, saat masih ada hujan seperti sekarang, perlu manajemen sumber daya air. Karena nanti akan ada daerah-daerah yang tanpa hujan, sehingga saat ini ketika masih ada hujan dimanfaatkan untuk menampung hujan," sambungnya. 

Di sisi lain, Guswanto mengingatkan perlu mewaspadai potensi bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor. Terutama pada periode awal tahun yang beririsan dengan periode musim hujan. 

"Penting untuk mengoptimalkan fungsi infrastruktur sumber daya air, seperti penyiapan kapasitas pada sistem drainase dan tampungan air, untuk mencegah terjadinya banjir dan memanfaatkannya saat musim kemarau," ujarnya. 

"Di beberapa wilayah, seperti Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, perlu diwaspadai kondisi hari tanpa hujan yang berkepanjangan. Oleh karena itu, penting untuk melakukan antisipasi dan pengelolaan yang tepat untuk menghadapi potensi dampak iklim ini," tegas Guswanto.

Musim Kemarau Sudah Dimulai

Sebelumnya. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengungkapkan, pada bulan April 2025, sebanyak 115 Zona Musim (ZOM) akan memasuki musim kemarau. Jumlah ini akan meningkat pada Mei dan Juni, seiring meluasnya wilayah yang terdampak, termasuk sebagian besar wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Papua.

"Fenomena iklim global seperti El Nino-Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) saat ini berada dalam fase netral, yang menandakan tidak adanya gangguan iklim besar dari Samudra Pasifik maupun Samudra Hindia hingga semester II tahun 2025," katanya, dikutip dari keterangan di situs resmi BMKG.

"Namun, suhu muka laut di wilayah Indonesia cenderung lebih hangat dari normal dan diperkirakan bertahan hingga September, yang dapat memengaruhi cuaca lokal di Indonesia," tambahnya.

Menurut Dwikorita, puncak musim kemarau akan terjadi pada Juni hingga Agustus 2025.

"Wilayah-wilayah seperti Jawa bagian tengah hingga timur, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Maluku diperkirakan mengalami puncak kekeringan pada Agustus," sebutnya.

Di sisi lain, Dwikorita mengingatkan agar tetap waspada dengan potensi bencana.

"Peningkatan kesiapsiagaan terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi hal yang sangat krusial. Terutama di wilayah yang diprediksi mengalami musim kemarau dengan sifat normal hingga lebih kering dari biasanya," ujarnya.

"Pada periode saat ini dimana masih ada hujan, perlu ditingkatkan upaya pembasahan lahan-lahan gambut untuk menaikkan tinggi muka air dan pengisian embung-embung penampungan air di area yang rentan terbakar," tegas Dwikorita.


(dce/dce)

Saksikan video di bawah ini:

Video: BMKG Warning Puncak Cuaca Ekstrem & Potensi Banjir Susulan

Next Article La Nina Berakhir, BMKG Jelaskan Kapan Musim Kemarau Tahun 2025 Dimulai

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |