Penjualan Eceran Meningkat Jelang Nataru, Barang Ini Jadi Incaran

1 hour ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia memperkirakan, penjualan eceran berpotensi meningkat jelang periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Natal.

Berdasarkan SPE BI November 2025, kinerja penjualan eceran yang tergambar dari Indeks Penjualan Riil (IPR) November 2025 berpotensi tumbuh 5,9%, lebih cepat dibanding pertumbuhan pada Oktober 2025 sebesar 4,3%.

IPR November 2025 BI perkirakan akan mencapai level 222,1 lebih tinggi dari catatan per Oktober 2025 yang sebesar 219,7, dan masih jauh lebih tinggi dari catatan per November 2025 yang sebesar 209,7.

"Secara bulanan, penjualan eceran pada November 2025 diprakirakan tumbuh sebesar 1,1% (mtm) didorong oleh kinerja penjualan mayoritas kelompok seiring dengan peningkatan permintaan masyarakat menjelang persiapan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Natal dan Tahun Baru," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Direktur Eksekutif melalui siaran pers, Rabu (10/12/2025).

Peningkatan IPR secara tahunan didorong oleh kenaikan penjualan mayoritas kelompok, terutama Perlengkapan Rumah Tangga Lainnya sebesar 4% setelah sebelumnya terkontraksi 2,3% secara tahunan. Lalu Barang Budaya dan Rekreasi, Suku Cadang dan Aksesori, serta Makanan, Minuman, dan Tembakau masing-masing naik 12,8%, 15,4%, dan 8,2%, jauh lebih cepat dari bulan sebelumnya 6,7%, 12%, dan 6,4%.

Sementara itu, secara bulanan, kenaikan IPR didorong oleh kelompok Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 0,4%, Perlengkapan Rumah Tangga Lainnya,, dan Subkelompok Sandang 3,7%. "Peningkatan tersebut sejalan dengan permintaan masyarakat menjelang persiapan HBKN Natal dan Tahun Baru (Nataru) yang didukung oleh kelancaran distribusi," tegas Ramdan Denny.

Berdasarkan survei BI, responden memperkirakan penjualan eceran turun pada 3 dan 6 bulan yang akan datang, yakni Januari dan April 2026. Indeks Ekspektasi Penjualan (IEP) Januari dan April 2026 masing-masing tercatat sebesar 157,2 dan 144,8, lebih rendah dibandingkan 167,7 dan 155,7 pada periode sebelumnya.

Penurunan IEP Januari 2026 disebabkan oleh permintaan masyarakat yang kembali normal pasca-periode HBKN Natal dan libur akhir tahun.

Meski demikian, IEP Januari 2026 diprakirakan BI lebih tinggi dibandingkan rata-rata tiga tahun terakhir dipengaruhi oleh tambahan permintaan untuk persiapan menjelang Ramadan 1447 H. Sementara itu, penurunan IEP April 2026 disebabkan oleh normalisasi permintaan setelah berlalunya periode Ramadan dan HBKN Idulfitri 1447 H.

Adapun dari sisi harga, tekanan inflasi pada 3 bulan yang akan datang, yaitu Januari 2026 diprakirakan meningkat, sementara pada 6 bulan yang akan datang, yaitu April 2026 diprakirakan menurun. Hal ini tecermin dari Indeks Ekspektasi Harga Umum (IEH).

IEH Januari 2026 tercatat sebesar 163,2, lebih tinggi dibandingkan dengan 157,2 pada periode sebelumnya didorong oleh ekspektasi kenaikan harga bahan baku, upah, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan permintaan menjelang periode Ramadan 1447 H. Sementara itu, IEH April 2026 tercatat sebesar 161,7, lebih rendah dari periode sebelumnya sebesar 172,5 seiring dengan normalisasi permintaan pasca-HBKN Idulfitri.

Survei penjualan eceran (SPE) merupakan survei bulanan yang dilaksanakan sejak September 1999 dan bertujuan untuk memperoleh informasi dini mengenai arah pergerakan PDB dari sisi konsumsi.

Sejak Januari 2015 survei dilakukan terhadap ± 700 pengecer sebagai responden dengan metode purposive sampling di 10 kota yaitu Jakarta, Semarang, Bandung, Surabaya, Medan, Purwokerto, Makassar, Manado, Banjarmasin, dan Denpasar.

Indeks Penjualan Riil (IPR) dihitung dengan menggunakan bobot komoditas berdasar tabel Input-Output(1-0) dan bobot kota berdasar pangsa konsumsi Rumah Tangga (RT) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap konsumsi RT Produk Domestik Bruto (PDB).

Responden bersifat panel dan dikelompokkan berdasarkan 7 Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) tahun 2009. IPR menggunakan tahun dasar 2010-100 (sebelumnya 2000=100).

Untuk Indeks Ekspektasi Penjualan (IEP) dihitung menggunakan menggunakan metode balance score (net balance +100) yang menunjukkan bahwa jika indeks di atas 100 berarti optimis dan di bawah 100 berarti pesimis, sementara Indeks Ekspektasi Harga menggunakan perhitungan Weighted Balance Score yang dibobot menggunakan bobot kota atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH).

(arj)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |