Penciptaan 17 Juta Lapangan Kerja dan Potensi Besar Sektor Pariwisata RI

1 week ago 8

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Wawancara eksklusif Presiden Prabowo Subianto dengan enam jurnalis senior nasional pada 6 April 2025 lalu membuka banyak harapan sekaligus perenungan. Selama empat jam, beliau memaparkan visi dan strategi pembangunan nasional, salah satu yang paling disorot adalah rencana besar penciptaan 17 juta lapangan kerja melalui empat program unggulan.

Program pertama adalah Makan Bergizi Gratis (MBG) yang ditargetkan menyerap 3 juta tenaga kerja

Program kedua, melalui investasi Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), membuka potensi 8 juta lapangan kerja baru dari proyek-proyek hilirisasi sumber daya alam.

Program ketiga adalah pembentukan Koperasi Desa Merah Putih di 80.000 desa dan kelurahan, yang ditargetkan menyerap 1,6 juta tenaga kerja.

Program keempat, yakni pembangunan 3 juta rumah per tahun, diproyeksikan menciptakan 4,8 juta lapangan kerja.

Keempat program ini merupakan sebuah rencana ambisius yang menunjukkan kesungguhan pemerintah dalam menjawab tantangan ketenagakerjaan nasional.

Namun, sebagai seorang praktisi dalam strategi pengembangan sektor pariwisata, saya tidak bisa tidak mencermati satu hal yang mengusik pikiran: mengapa sektor pariwisata belum secara eksplisit dimasukkan dalam keempat program utama tersebut?

Padahal, jika kita menengok data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor pariwisata dan ekonomi kreatif terbukti mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Pada 2019, sebelum pandemi Covid-19, sektor ini menyumbang sekitar 12,7 juta lapangan kerja, atau sekitar 10% dari total angkatan kerja nasional.

Bahkan, menurut data Kemenparekraf, pada tahun 2023 jumlah tenaga kerja di sektor ini kembali naik mendekati angka 14 juta, mencerminkan pemulihan yang cepat dan kapasitas penyerapan kerja yang luar biasa besar. Dan hampir 40 juta masyarakat Indonesia bergantung dari sektor ini.

Sektor pariwisata adalah sektor padat karya berbasis lokal (local labor intensive). Artinya, setiap pengembangan destinasi wisata, hotel, restoran, atraksi budaya, hingga ekowisata, akan menciptakan lapangan kerja tidak hanya di pusat kota, tapi langsung menyentuh jantung desa-desa wisata, UMKM, petani, nelayan, perajin, hingga pemandu lokal. Pariwisata adalah "jalan tol" tercepat dalam menyalurkan manfaat pembangunan ke kantong-kantong kemiskinan secara langsung.

Kita mencatat bahwa Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana telah menggagas sejumlah program unggulan di Kementerian Pariwisata yang dipimpinnya. Namun, program-program itu belum masuk dalam narasi besar penciptaan lapangan kerja nasional sebagaimana empat program utama yang disebut Presiden.

Pertanyaannya: apakah program-program pariwisata ini belum cukup meyakinkan untuk ditampilkan sebagai tulang punggung penciptaan lapangan kerja? Ataukah memang belum tersampaikan secara strategis agar masuk dalam kerangka pembangunan lintas sektor?

Saya percaya, ini bukan soal kurangnya kepercayaan Presiden terhadap potensi pariwisata. Justru mungkin ini adalah panggilan untuk kita semua yang berada di ekosistem pariwisata, para perancang strategi, akademisi, pelaku industri, pekerja, komunitas, penggiat, UMKM dan seluruh stakeholder untuk lebih berani mengkomunikasikan bukti dan potensi pariwisata secara lebih sistemik dan relevan dengan agenda besar Presiden.

Pariwisata bukan hanya tentang "jalan-jalan" atau foto Instagram. Ia adalah katalisator ekonomi desa, penggerak UMKM, penyerap tenaga kerja muda dan perempuan, serta pintu masuk investasi hijau. Dalam konteks hilirisasi ala BPI Danantara, pariwisata bahkan bisa dimasukkan dalam agenda hilirisasi jasa yang memperkuat nilai tambah budaya dan sumber daya lokal.

Presiden Prabowo dengan sangat jelas mengatakan bahwa lapangan kerja tidak boleh hanya terkonsentrasi di kota besar. Ia mendorong lulusan perguruan tinggi untuk kembali ke desa, menjadi motivator, guru, pembina masyarakat.

Ini adalah misi yang sangat sejiwa dengan semangat pembangunan pariwisata berbasis komunitas. Di banyak desa wisata yang saya dampingi, anak muda lulusan kampus kini kembali ke kampung dan menjadi manajer homestay, pemandu wisata, pengembang produk lokal, bahkan CEO start-up pariwisata berbasis digital.

Tentu saja, semua ini harus diuji secara empiris dan tidak hanya bersandar pada optimisme. Namun jika disertai dengan perencanaan lintas sektor yang matang antara Kementerian Pariwisata, Kementerian Desa, Kementerian PUPR, dan Badan Otorita IKN maka sektor pariwisata bisa menjadi program kelima yang menopang pencapaian target 17 juta lapangan kerja tersebut.

Saya percaya bahwa Presiden Prabowo adalah sosok pemimpin yang terbuka terhadap ide-ide strategis yang kredibel dan berbasis data. Oleh karena itu, tulisan ini saya tujukan bukan sebagai kritik, melainkan sebagai undangan simpatik: mari tempatkan sektor pariwisata dalam panggung utama pembangunan nasional. Karena dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote, potensi wisata Indonesia bukan hanya sumber devisa, tapi juga ladang kesejahteraan.

Dengan kolaborasi, visi, dan semangat gotong royong, saya yakin kita bisa menjadikan pariwisata sebagai jalan tengah antara kemajuan dan keadilan. Tidak hanya untuk membangun ekonomi, tetapi untuk membangun Indonesia yang membahagiakan.


(miq/miq)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |