Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan China mulai melunak. Presiden AS Donald Trump dan Presiden Xi Jinping telah 'konsolidasi' via telepon.
Selanjutnya, tiga staf utama Trump akan bertemu langsung dengan rekan-rekan mereka dari China di London, Inggris pada Senin (9/6) mendatang untuk melakukan pembicaraan guna menyelesaikan sengketa perdagangan antara dua ekonomi terbesar di dunia yang telah membuat pasar global gelisah.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent, Menteri Perdagangan Howard Lutnick, dan Perwakilan Perdagangan Jamieson Greer akan mewakili Washington dalam pembicaraan tersebut, kata Trump.
Tidak jelas siapa yang akan mewakili China. Kedutaan Besar China di Washington tidak segera menanggapi permintaan komentar. Gedung Putih tidak segera menanggapi permintaan untuk keterangan lebih perinci.
"Pertemuan itu akan berjalan dengan sangat baik," tulis Trump di media sosial personalnya, dikutip dari Reuters, Sabtu (7/6/2025).
Penjadwalan pertemuan itu dilakukan sehari setelah Trump berbicara dengan Xi Jinping dalam panggilan telepon antarpemimpin yang jarang terjadi di tengah ketegangan perdagangan yang meningkat selama berminggu-minggu dan pertikaian atas mineral-mineral penting.
Trump dan Xi Jinping sepakat untuk saling mengunjungi dan meminta staf mereka untuk mengadakan pembicaraan sementara itu.
Kedua negara berada di bawah tekanan untuk meredakan ketegangan. Ekonomi global di bawah tekanan atas kendali China terhadap ekspor mineral tanah jarang.
Investor secara umum cemas tentang upaya Trump yang lebih luas untuk mengenakan tarif pada barang-barang dari sebagian besar mitra dagang AS. Sementara itu, China telah melihat pasokan impor utamanya dari AS seperti software desain chip dan suku cadang pembangkit nuklir dibatasi.
Sebelumnya, AS dan China telah mencapai kesepakatan 90 hari pada 12 Mei 2025 di Jenewa, Swiss, untuk mencabut sebagian tarif tinggi dari masing-masing negara.
Kesepakatan awal itu memicu reli pemulihan global di pasar saham, dan indeks AS yang sebelumnya berada di level lesu telah menutup sebagian besar kerugian mereka.
Indeks saham S&P 500 yang pada titik terendahnya di awal April dengan penurunan hampir 18%, lantas mulai menanjak dan berada di level minus 2% sejak level tertinggi di Februari 2025, setelah Trump mengumumkan penundaan tarif tinggi.
Namun, kesepakatan sementara itu tidak mengatasi kekhawatiran yang lebih luas yang membebani hubungan bilateral, mulai dari perdagangan fentanil ilegal hingga status Taiwan yang diperintah secara demokratis. Keluhan AS tentang model ekonomi China yang didominasi negara dan didorong oleh ekspor juga menjadi bahan pertikaian.
Sejak kembali ke Gedung Putih pada Januari lalu, Trump telah berulang kali mengancam serangkaian tindakan hukuman terhadap mitra dagang, hanya untuk mencabut beberapa di antaranya pada menit terakhir.
Pendekatan yang kadang-kadang dilakukannya telah membingungkan para pemimpin dunia dan membuat takut para eksekutif bisnis. Beijing melihat ekspor mineral sebagai sumber daya ungkit.
Menghentikan ekspor tersebut dapat memberikan tekanan politik domestik pada presiden AS dari Partai Republik tersebut jika pertumbuhan ekonomi merosot karena perusahaan tidak dapat membuat produk bertenaga mineral.
Dalam beberapa tahun terakhir, AS telah mengidentifikasi China sebagai saingan geopolitik utamanya dan satu-satunya negara di dunia yang mampu menantang AS secara ekonomi dan militer.
(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Ekonomi Dunia Menuju Pemulihan, AS & China Jadi Penentu Arah
Next Article Mendag Minta RI Waspada Perang Tarif Trump 2.0, Efek Masuk BRICS?