Negara NATO Ini Tindak Keras Gereja, Putin Berang

1 week ago 6

Jakarta, CNBC Indonesia - Parlemen Estonia menyetujui undang-undang baru yang mengatur Gereja Ortodoks Kristen Estonia (ECOC), Rabu (9/4/2025). Dalam aturan baru ini, gereja anggota ECOC dipaksa untuk memutuskan hubungan dengan Rusia.

Berdasarkan undang-undang baru tersebut, organisasi keagamaan di Estonia tidak dapat terikat oleh dokumen dasar dengan badan pemerintahan asing yang "menimbulkan ancaman" terhadap keamanan nasional. Perubahan tersebut diperkenalkan sebagai respons atas dukungan Patriarkat Moskow terhadap operasi militer Rusia terhadap Ukraina.

Secara rinci, ECOC ini juga diminta untuk merevisi piagamnya dan menghapus penyebutan apa pun tentang Patriarkat Moskow, meskipun mempertahankan hubungan kanonik dengan Gereja Ortodoks Rusia (ROC). Namun Menteri Dalam Negeri Estonia Lauri Laanemets telah mengancam akan menutup biara-biara yang menolak untuk memutus hubungan dan bahkan mengancam akan mengklasifikasikan ROC sebagai organisasi teroris.

Walau mendapatkan tekanan ini,ECOC mengatakan bahwa mereka selalu mematuhi semua hukum Estonia dan berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat tetapi memperingatkan bahwa undang-undang tersebut dapat secara efektif melarang kegiatannya.

"Kami terus percaya bahwa undang-undang ini secara langsung membatasi kebebasan beragama kami," kata gereja tersebut dikutip RT, seraya menambahkan bahwa kebebasan beragama adalah hak universal yang didasarkan pada prinsip-prinsip global yang fundamental.

ROC mengutuk undang-undang baru tersebut. Lembaga gereja itu mengatakan undang-undang tersebut mendiskriminasi 250.000 penganut Ortodoks di negara anggota UE dan merampas kebebasan beragama mereka.

"Kaim bahwa hubungan kanonik ECOC dengan ROC mengancam keamanan nasional Estonia adalah salah dan mencatat bahwa ECOC tidak pernah terlibat dalam politik atau membahayakan keselamatan publik," tuturnya.

Serupa, Pemerintah Rusia juga mengalamatkan kecaman pada aturan ini.  Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova menggambarkan keputusan parlemen Estonia sebagai "yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam agresi dan nihilisme hukumnya," dan mendesak pihak berwenang untuk mengakhiri diskriminasi agama.

"Di Estonia, penghancuran sistematis hak asasi manusia dan kebebasan fundamental terus berlanjut dengan kedok slogan-slogan yang tidak masuk akal dan disebut demokratis. Sekali lagi, pukulan telah diberikan pada salah satu bidang yang paling sensitif - hak dan kebebasan beragama," tuturnya.

Sebagian besar orang Estonia tidak beragama. Sekitar 16% mengidentifikasi diri sebagai Kristen Ortodoks dan 8% sebagai Lutheran, menurut data pemerintah. Estonia adalah bagian dari Uni Soviet dari tahun 1940 hingga 1991, dan penutur bahasa Rusia merupakan sekitar 27% dari populasinya.

Di sisi lain, saat ini Estonia masuk dalam aliansi militer Barat NATO sejak tahun 2004. Aliansi ini sedang memiliki hubungan yang memanas dengan Rusia karena manuver Moskow menyerang Ukraina.


(tps)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Ukraina Tuduh Rusia Rekrut Tentara Bayaran China

Next Article Video: Ini Peta Garis Depan PD 3 Jika Pecah Perang Rusia Vs NATO

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |