Jakarta, CNBC Indonesia - Venezuela kembali masuk ke fase kritis dalam krisis ekonomi berkepanjangan yang telah berlangsung selama lebih dari satu dekade.
Pendapatan negara dari sektor minyak kembali anjlok akibat sanksi ekonomi terbaru yang dijatuhkan Amerika Serikat kepada pemerintahan Presiden Nicolas Maduro atas dugaan kecurangan pemilu. Situasi ini diperparah dengan minimnya kapasitas pemerintah untuk mengambil kebijakan responsif, meskipun sempat mencicipi stabilitas ekonomi pascapandemi.
Dilansir The Associated Press, Selasa (15/2025), kondisi memburuk begitu cepat sehingga Maduro pekan lalu mengumumkan keadaan darurat ekonomi. Ia mengirim dekrit ke Majelis Nasional-yang dikuasai partai berkuasa-untuk meminta kewenangan darurat guna menyusun langkah-langkah penyelamatan ekonomi.
Di antaranya termasuk penghapusan sementara pajak, serta menetapkan mekanisme pembelian wajib produk dalam negeri untuk mendorong substitusi impor.
Maduro menyebut kebijakan ini merupakan reaksi atas tarif global yang dipicu oleh kebijakan AS. Namun, para ekonom mencatat bahwa gejala kemerosotan sudah tampak jauh sebelum pengumuman tersebut.
Dari Kebangkitan Ekonomi ke Jurang Inflasi
Setelah pandemi Covid-19, Venezuela sempat menunjukkan tanda-tanda kebangkitan ekonomi. Pemerintah melonggarkan kontrol harga, memperbolehkan penggunaan dolar AS secara bebas, dan menyuntikkan jutaan dolar ke pasar valuta asing setiap pekan.
Hal ini menghentikan hiperinflasi yang sempat menyentuh 130.000% pada 2018 dan membawa pertumbuhan ekonomi 8% di tahun 2022, menurut Dana Moneter Internasional (IMF).
Ibukota Caracas pun terlihat hidup kembali. Toko barang impor, restoran, dan layanan digital seperti aplikasi ojek dan pesan-antar makanan tumbuh pesat. Di beberapa kawasan miskin, warga bahkan mulai membuka usaha kecil seperti gerobak hotdog dan warung makanan cepat saji.
Namun, kemajuan itu ternyata hanya terpusat di Caracas. Wilayah lain seperti Maracaibo tetap tertinggal.
"Kalau Anda lihat di jalan utama, banyak toko yang tutup," kata Luis Medina, 21 tahun, sambil menunjuk deretan toko tutup di pusat kota Maracaibo. "Ada Subway yang tutup, di sebelahnya toko ponsel Movistar juga tutup. Di sebelahnya lagi restoran Argentina El Gaucho, juga tutup."
Inflasi Meledak, Daya Beli Terjun Bebas
Kini, perbedaan tajam antara nilai tukar resmi dan pasar gelap membuat bisnis informal, seperti pasar tradisional tempat mayoritas warga membeli bahan pokok, memilih menggunakan kurs pasar gelap. Harga barang pun melambung, bahkan di toko-toko resmi seperti swalayan dan toko bangunan.
Ekonom Pedro Palma memperkirakan inflasi Venezuela kini mencapai 180-200%. Ia memperingatkan bahwa daya beli masyarakat akan terus menurun karena gaji tidak sebanding dengan inflasi, bahkan dapat menyebabkan pemutusan hubungan kerja.
"Kita menghadapi situasi yang benar-benar dramatis: di satu sisi inflasi melonjak, di sisi lain ada prospek resesi yang sangat signifikan," ujar Palma.
Kondisi ini juga berdampak pada kebijakan upah. Pemerintah hanya mampu memberikan gaji minimum sebesar US$1,65 per bulan, ditambah tunjangan bulanan sekitar US$100. Namun, perusahaan-perusahaan tak banyak yang membuka lowongan pekerjaan.
Bahkan beberapa perusahaan mulai membayar pekerja dengan bolivar, mata uang lokal yang nilainya terus merosot, meningkatkan permintaan dolar di pasar gelap.
Harapan yang Memudar, Migrasi yang Mandek
Menjelang pemilu tahun lalu, banyak warga Venezuela mempertimbangkan untuk migrasi demi menyelamatkan ekonomi keluarga. Survei nasional menunjukkan bahwa seperempat warga berencana migrasi, sebagian besar karena alasan ekonomi.
Namun kini, tren itu menurun. Pengetatan kebijakan imigrasi oleh mantan Presiden AS Donald Trump, khususnya terhadap imigrasi ilegal, membuat banyak orang mengurungkan niat.
Jonatan Urdaneta, sopir taksi yang selama dua tahun terakhir mengantar migran dari terminal bus Maracaibo ke perbatasan Kolombia, merasakan perubahan ini secara langsung. Dulu, ia bisa melakukan dua kali perjalanan pulang-pergi per hari, kini kadang satu hari pun tak ada penumpang.
"Terus terang, keadaannya terlihat sangat suram," kata Urdaneta, 27 tahun, berdiri di samping mobil Ford keluaran 1984 miliknya. "Semoga ini membaik, kalau Tuhan mengizinkan."
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Tekanan Inflasi AS Mereda, IHK Maret Turun Jadi 2,4% (YoY)
Next Article Derita Tetangga RI, Terlilit Utang China & Inflasi Menggila