DHE Wajib Disimpan 100%, Petani Sawit Blak-blakan Tunjuk Borok Ini

7 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah telah menetapkan kewajiban menyimpan 100% Devisa Hasil Ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) di dalam negeri selama setahun. Aturan itu berlaku sejak Maret 2025.

Kewajiban itu ditetapkan dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025 sebagai Perubahan atas Peraturan Pemerintah 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam. Ini sebagai langkah optimalisasi pengelolaan DHE SDA agar kian meningkat kontribusinya bagi perekonomian nasional.

Salah satu komoditas ekspor RI yang terkena aturan ini adalah kelapa sawit dan turunannya, mulai dari minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO).

Menyoroti aturan baru ini, petani sawit milenial sukses di Kalimantan Timur Ahmad Indradi pun angkat bicara. Dia blak-blakan membeberkan masalah yang tengah dihadapi Indonesia. 

"Sumber daya alam Indonesia selama ini lebih dominan dimiliki/dikuasai oleh asing. Devisa hasil penjualan sumber daya alam selama ini lari ke luar negeri karena pemiliknya adalah orang luar negeri (asing)," katanya kepada CNBC Indonesia, Jumat (9/5/2025).

"Devisa hasil penjualan sumber daya alam itu disimpan, dibelanjakan dan dinikmati oleh asing. Jika ada nilai yg tertinggal di dalam negeri itu hanyalah biaya produksi (biaya operasional dan biaya tenaga kerja) saja," tambahnya.

Hal ini, ujar Ahmad, menunjukkan bagaimana rakyat Indonesia tidak benar-benar memiliki dan menikmati kekayaan sumber daya alam negeri ini.

"Karena jika sumber daya alam benar-benar dimiliki dan dinikmati oleh rakyat Indonesia ,maka devisa akan tinggal di dalam negeri, disimpan di dalam negeri, ditukarkan oleh rupiah di dalam negeri, dibelanjakan, dan berputar menggerakkan ekonomi di dalam negeri," tukasnya.

"Tapi faktanya kan tidak demikian. Aturan ini dibuat justru membuktikan yang sebaliknya. Maka tidak heran jika negeri yang kaya sumber daya alam ini rakyatnya banyak yang miskin, sangat ironis. 

Dia pun blak-blakan mengkritik langkah pemerintah yang dinilai instan dengan menetapkan kewajiban menyimpan DHE 100% di dalam negeri selama 1 tahun. 

"Pemerintah memilih cara instan jangka pendek dalam menjaga devisa yaitu dengan menahan dalam rekening selama 12 bulan agar tidak lari keluar negeri," ucapnya.

"Semestinya dalam jangka panjang harus menyelesaikan problema mendasar atau akar masalahnya. Yaitu, mengembalikan kepemilikan sumber daya alam itu sesuai pasal 33 UUD 45, bahwa bumi, air dan kekayaan alam yg terkandung di dalamnya dipergunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat," tukas Ahmad.

Aturan Wajib Simpan DHE Rugikan Petani

Terpisah, Anggota Dewan Nasional Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto mengatakan, kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia dengan meningkatkan cadangan devisa dan stabilitas nilai tukar rupiah. 

Hanya saja, lanjut Darto, petani sawit akan terkena efek dari kebijakan ini, baik langsung maupun tidak langsung. 

"Petani kecil biasanya tidak mengekspor langsung hasil sawitnya (CPO atau TBS/ tandan buah segar), melainkan menjual ke koperasi, tengkulak, atau perusahaan pengolahan (PKS). Namun, dalam ekosistem kelapa sawit (rantai suplai), pabrik kelapa sawit selaku pengolah TBS petani kecil akan sangat bergantung pada eksportir kelapa sawit," paparnya.

"Kebijakan ini memang kepada eksportir. Tapi, jika mereka terdampak maka akan berdampak ke bawah. Misalnya, seluruh eksportir itu tidak mampu membeli TBS atau CPO dari ribuan perusahaan sawit karena dananya terbatas karena ditahan akibat DHE. Maka mereka tidak mampu membeli CPO dari pabrik-pabrik sawit yang ada," tambah Darto menjelaskan.

Akibat tidak adanya serapan itu, petani akan terkena dampaknya. 

"Petani jadi tidak bisa panen. Harga TBS turun, sekarang sudah mulai turun Rp30-50 per kg. TBS petani tidak laku, eksportir akan memilih-milih pemasoknya. Eksportir akan memprioritaskan bahan baku dari grup perusahaannya," bebernya.

"Akibatnya, akan banyak pabrik yang ditutup dan PHK massal akan terjadi," tukas Darto.

Meski petani kecil yang merupakan 42% dari 17,3 juta hektare adalah bukan eksportir, tapi akan merasakan dampaknya.

"Dampak bisa positif atau negatif, tergantung bagaimana perusahaan dan pemerintah mengelola transisi kebijakan ini. Misalnya, perkebunan diberlakukan seperti minyak dan gas yang hanya 30% disimpan, bukan 100%," katanya. 

"Kebijakan ini juga dapat berdampak pada program hilirisasi sawit dan tergerusnya CPO nasional untuk food dan energi," tutup Darto.


(dce/dce)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Produksi Sawit RI Bisa 100 Juta Ton, Bos PTPN Ungkap Syaratnya!

Next Article Tok! Pemerintah Rombak Aturan Main DHE, Berlaku Januari 2025

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |