Jakarta -
Penegakan hukum di daerah perbatasan sering berhadapan dengan keterbatasan fasilitas dan keragaman budaya. Di Rote Ndao, para jaksa mengandalkan kemampuan beradaptasi dan kepercayaan warga untuk menjaga kelancaran proses hukum.
Kepala Subseksi Prapenuntutan pada Seksi Tindak Pidana Umum, Boby Bintang Hasiholan Sigalingging, mengungkapkan bahwa kondisi geografis Rote Ndao dan keterbatasan jaringan komunikasi sering mengganggu tugas kejaksaan. Situasi ini menuntut kesabaran dan fleksibilitas para jaksa.
"Tantangan-tantangan seperti itu sih yang didapati di daerah perbatasan seperti ini. Mulai dari infrastruktur, kemudian sinyal juga susah. Kayak tadi, waktu saya mau koordinasi sama ahli akuntan publik, sinyal lagi bermasalah pada saat itu. Ya, hal-hal yang seperti itu sih yang menjadi tantangan dan mau tidak mau ya harus dinikmati," ujar Boby kepada detikcom beberapa waktu lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menekankan pentingnya memahami keragaman budaya Indonesia dan beradaptasi cepat agar dapat diterima masyarakat setempat. Bagi Boby, membangun kepercayaan warga adalah fondasi hubungan yang baik.
"Indonesia ini kan beraneka ragam suku budaya dan adatnya, tinggal bagaimana kita yang memang sudah mengabdikan diri di kejaksaan, ya kita harus gampang menyesuaikan diri, makanya kalau menurut saya sih, menjadi seorang jaksa itu juga harus pintar dan cepat beradaptasi sama lingkungan sekitar," ungkapnya.
Kepala Kejaksaan Negeri Rote Ndao, Febrianda Ryendra, menilai tantangan lainnya berasal dari kerasnya kultur lokal dan rendahnya kesadaran hukum menjadi hambatan besar dalam proses penegakan hukum.
"Kultura rote yang masih primordial. Kemudian kesadaran hukum masyarakat maupun aparatur. Seolah-olah kadang-kadang terkesan bahwa ketidaktahuan mereka adalah ketidaktahuan yang disengaja. Nah ini merupakan tantangan terberat buat kami," katanya.
Febrianda menambahkan bahwa pintu kejaksaan selalu terbuka bagi masyarakat untuk berkonsultasi dan meminta bantuan hukum. Kepercayaan publik mulai tumbuh seiring pendekatan yang mereka lakukan.
"Setiap bertemu masyarakat atau setiap bertemu dengan aparatur manapun saya katakan pintu kejaksaan itu terbuka. Untuk Anda. Untuk berkonsultasi, minta bantuan, hukum untuk apa saja, pelan-pelan kepercayaan masyarakat itu mulai ada dibuktikan dengan beberapa kepala desa itu kadang-kadang datang," tambahnya.
Meski begitu, Boby mengakui masih adanya intervensi dan ancaman yang kerap dihadapi, termasuk intimidasi dan penyebaran isu negatif yang merugikan institusi kejaksaan.
"Untuk penangan-penangan perkara itu ya, pasti akan ada intervensi-intervensi seperti itu, Ibu. Baik itu untuk dalam tanda kutip menyerang balik kami ya. Dengan hal-hal yang mereka anggap itu bisa menyerang balik kami lah. Kebetulan tim juga pernah dikuntit sama orang yang tidak dikenal. Kemudian juga ada isu-isu yang tidak benar. Yang menjerumuskan korps adhyaksa," pungkas Boby.
detikcom bersama Kejaksaan Agung menghadirkan program khusus yang mengungkap realita penegakan hukum dan keadilan di Indonesia. Program ini tidak hanya menyorot upaya insan kejaksaan dalam menuntaskan kasus, namun juga mengungkap kisah dari dedikasi dan peran sosial para jaksa inspiratif.
Program ini diharapkan membuka cakrawala publik akan arti pentingnya institusi kejaksaan dalam kerangka pembangunan dan penegakan supremasi hukum di masyarakat. Saksikan selengkapnya di sini.
(prf/ega)