Jakarta -
Polisi mengungkap modus operandi tiga tersangka mencoba memeras mantan Bupati Rote Leonard Haning dengan mengaku-aku sebagai pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tak hanya memalsukan surat perintah penyidikan (sprindik), pelaku juga membuat akun WhatsApp dengan mencatut nama Ketua KPK Setyo Budiyanto.
"Tersangka AA membuat akun WhatsApp (seolah-olah) Ketua KPK Setyo dengan menggunakan handphone-nya dan menunjukkan kepada korban untuk meyakinkan bahwa dokumen sprindik dan surat panggilan itu adalah seolah-olah benar," kata Kasat Reskrim Polres Metro Jakpus AKBP M Firdaus dalam konferensi pers di Polres Metro Jakpus, Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (7/2/2025).
"Yang kedua, tersangka AA membuat surat penyelidikan, yang selanjutnya, meyakinkan kepada korban untuk menunjukkan screenshot percakapan WhatsApp terkait dengan surat perintah penyelidikan dan surat panggilan, yang ditujukan kepada mantan Bupati Rote," sambungnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sprindik Palsu Diedit Aplikasi
Firdaus mengatakan pelaku AA membuat sprindik palsu dengan menggunakan aplikasi Pixellab. Sprindik palsu itu mencantumkan logo KPK yang diharapkan mampu meyakinkan pihak korban.
"Jadi modus operandi mereka melakukan pemalsuan Itu mereka menggunakan aplikasi Menggunakan aplikasi Pixellab. Mereka menggunakan aplikasi Pixellab dengan membuat surat undangan, khususnya amplopnya yang ada gambar KPK itu, menggunakan aplikasi Pixellab, jadi seakan-akan memang benar surat panggilan terutama amplopnya ini seakan-akan benar dan asli jadi inilah modus operandinya mereka," jelasnya.
Pelaku lain, yakni JFH (47), berpura-pura menjadi penyidik KPK. Kepada korban, JFH menunjukkan sejumlah dokumen terkait dugaan kerugian negara dari dugaan korupsi yang dituduhkan kepada Leonard Haning.
"Peran JFH, mengaku sebagai penyidik KPK yang menemui saksi Adelheid Da Silva, kemudian mengatakan bahwa saat ini sedang ada laporan atau penanganan di KPK, serta untuk meyakinkan hal tersebut, tersangka menjelaskan dan menunjukkan dokumen berupa surat bukti laporan atau dokumen lainnya, agar dipercaya bahwa benar ada proses di KPK terhadap mantan Bupati Rote," ujarnya.
Keterlibatan Oknum ASN
Sementara itu, pelaku lainnya, yakni FFF, yang berstatus sebagai aparatur sipil negara (ASN) di Dinas Kehutanan Pemprov NTT berperan menyiapkan sejumlah dokumen. Dokumen itu berupa Dana Silpa dengan kerugian negara Rp 20 miliar saat Leonard Haning masih menjabat Bupati Rote.
"Peran tersangka FFF, ASN di Dishut Provinsi NTT, perannya menyiapkan dokumen-dokumen terkait dan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh mantan Bupati Rote, yaitu dalam anggaran dana Silpa yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 20 miliar dan mengirimkan kepada tersangka JFH," katanya.
"Tersangka FFF ini adalah bertugas di Dinas Kehutanan Provinsi yang mana bahan-bahan itu didapat di tempat dimana tersangka FFF ini bertugas, yaitu dugaan korupsi Dana Silpa. Nah seperti itu, nah diduga pada saat mantan Bupati menjabat Bupati pada saat itu, nah di situlah dugaan terjadi korupsi Dana Silpa yang saat ini mereka sedang kerjakan, yang seakan-akan itu benar, padahal kenyataannya mereka pegawai KPK gadungan," jelasnya.
Tonton juga Video Penipu AI Deepfake yang Catut Prabowo-Sri Mulyani Ditangkap!
(mea/mea)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu