Jakarta -
Warga Rumah Susun (Rusun) Marunda, Jakarta Utara tak setuju dengan rencana Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) soal pembatasan masa tinggal warga di rusun. Mereka beralasan, tinggal di rusun karena keterbatasan ekonomi dan tertib membayar sewa.
Asnawati (47) warga Blok A5 mengatakan, sampai saat ini dia belum mendengar lansung soal rencana Pemprov itu. Namun jika terlaksana, mnurutnya aturan itu bukan kabar bagus untuk warga.
"Nggak setuju kalau saya. Orang kita bayar di sini, ngapain dibatesin. Nunggak nggak, bayar lancar, nggak ada masalah apa-apa sama siapapun," kata Asnawati saat berbincang dengan detikcom di Rusun Marunda, Jakarta Utara, Sabtu (8/2/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Asnawati mengaku keberatan jika pindah. Dia merasa sudah nyaman tinggal di Rusun Marunda dengan harga sewa yang lebih murah ketimbang mencari kontrakan di luar rusun.
"Kalau mau naik juga silakan saja, asal jangan gede-gede. Kita juga di sini nyari hunian yang terjangkau, biayanya murah, daripada kos tempat lain," jelasnya.
Asnawati sudah tinggal selama 12 tahun di Rusun Marunda dengan suami dan anaknya. Dia masuk ke kategori umum dengan besaran sewa saat ini sekitar Rp 400 ribu.
"Rp 400 ribuan sekarang, dulu masih 300an, naik. Teru bayar air sama listrik itu nambah lagi. Cuma kalau saya dapat yang listrik bersubsidi," ucapnya.
Selanjutnya warga blok A5 lain, Yaya (42) juga kontra dengan rencana Pemprov soal pembatasan masa tinggal. Dia merasa selama 10 tahun tinggal tertib membayar sewa bulanan dan tak punya masalah apapun.
"Nggak dong, lah kita kan bayar, yang penting bayaran lancar, nggak nunggak, sesuai sama ketentuan di sini. Kenapa harus pindah. Mau tinggal di mana ntar? Susah nyari rumah terjangkau di Jakarta," kata Yaya.
Di Rusun Marunda, Yaya juga membuka warung sayur untuk menyambung hidupnya sehari-hari. Dia membayar sewa untuk hunian dan toko total sekitar Rp 1 juta setiap bulannya.
Selanjutnya, Yaya juga merespons soal ada penghuni rusun yang punya aset berlebih hingga dinilai tak lagi masuk warga dengan ekonomi terbatas. Menurut catatan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) ada penghuni yang sampai punya lima angkot Jaklingko.
"Banyak yang kayak gitu, orang di sini ada yang punya mobil bagus-bagus, tapi masih nunggak bayar bulanannya. Ada yang punya motor sampai berapa-berapa. Itu sama pengelola juga tahu, sering ada pendataan ulang tiap tahunnya," kata Yaya.
Dia pun menegaskan jika penghuni tersebutlah yang layak untuk dibatasi masa tinggalnya oleh Pemprov. Sebab hunian di rusun khusus untuk orang dengan kemampuan ekonomi yang lemah.
"Nah yang kayak gini yang harus dibatasi. Kalau yang masih susah, ya kasihan. Sadar diri aja kalau udah punya aset lebih berarti udah mampu. Bisa cari tempat lain, jangan kita juga yang dibatesin," ungkapnya.
Pembatasan Masa Tinggal
Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Kelik Indriyanto menjelaskan aturan pembatasan masa tinggal di rumah susun sederhana sewa (rusunawa) memang dibutuhkan. Dia menyebut pembatasan masa tinggal agar warga punya hunian, tak lagi menyewa.
"Pembatasan masa tinggal di rusunawa sebagai upaya mendorong masyarakat mempunyai peningkatan hunian dari selaku penyewa menjadi pemilik hunian. Jadi ada housing carrier yang jelas," kata Kelik saat dihubungi, Jumat (7/2/2025).
Kelik menerangkan saat ini Dinas Perumahan menyalurkan dana KPR berupa penyaluran fasilitas pembiayaan pemilikan rumah dengen bunga 5 persen dan masa tenor sampan 20 tahun bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang memenuhi syarat.
"Selain itu, rusunawa sebagai tempat inkubasi bagi masyarakat yang memiliki keterbatasan finansial, setelah penghasilannya melewati batas maksimal pendapatan sebagaimana diatur dalam Perda 1 Tahun 2024, maka penghuni tersebut sudah tidak dapat lagi menempati rusunawa yang dikelola DPRKP," ujarnya.
Dia mengatakan pembatasan masa tinggal ini akan disosialisasikan kepada penghuni rusunawa. Pembatasan juga akan diberlakukan setelah masa berlaku habis.
"Pemberlakuan masa tinggal tentunya baru diterapkan setelah habis masa berlaku surat perjanjian sewa sebelumnya, sehingga SP yang baru akan tertuang batas waktu menghuni rusun sepanjang penghuni masih sesuai dengan kriterianya dan/atau penghuni tidak melakukan pelanggaran berat/pelanggaran khusus," ujarnya.
Pihaknya mencatat tunggakan pembayaran sewa rumah susun (rusunawa) mencapai Rp 95,5 miliar. Penghitungan tunggakan itu sudah terakumulasi dalam waktu yang sangat lama hingga 31 Januari 2025.
(dek/dek)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu