Sosiolog Setuju Kemenimipas Libatkan Napi di Ketahanan Pangan-MBG, Ini Analisisnya

1 day ago 6

Jakarta -

Sosiolog Organisasi dan Institusi dari Universitas Indonesia (UI), Nadia Yovani, sepakat dengan pelibatan warga binaan permasyarakatan atau narapidana (napi) di lembaga permasyarakatan (lapas) dalam program Ketahanan Pangan dan Makan Bergizi Gratis (MBG). Nadia mengatakan, berdasarkan pendekatan sosial, narapidana adalah manusia yang menyimpang dari hukum, sehingga perlu proses perbaikan atau rehabilitasi.

"Pertama, dari pendekatan sosial itu seperti apa? Mungkin yang pertama, kita tahu bahwa napi itu juga manusia. Berarti orientasinya adalah napi memang berbuat kriminal, menyimpang dari apa yang ditetapkan oleh KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana)," kata Nadia kepada detikcom pada Senin (2/6/2025).

"Karena ia menyimpang dari hukum yang ada, berarti harus direhabilitasi agar tahu undang-undang itu seperti apa. Misalnya apa yang boleh dan tidak dideteksi kriminal," sambung Nadia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nadia menjelaskan cara rehabilitasi beraneka macam, semisal konseling hingga pemberdayaan. Pelibatan napi dalam program Ketahanan Pangan di lapas dan dapur MBG di lapas, menurut Nadia, masuk rehabilitasi melalui pendekatan komunitas.

Untuk diketahui, Menteri Imigrasi dan Permasyarakatan (Imipas) Agus Andrianto menggalakkan program Ketahanan Pangan dari dalam lapas, di mana para narapidana dilibatkan pada kegiatan bertani, berkebun dan budidaya ikan air tawar dalam rangka mendukung misi Pemerintah untuk mewujudkan Ketahanan Pangan. Selain itu, Agus menginisiasi dapur lapas yang bersertifikat higienis dijadikan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk MBG.

Para napi yang diikutsertakan dalam program ketahanan pangan sebelumnya diasesmen oleh tim Badan Permasyarakatan (Bapas) Ditjenpas Kementerian Imipas. Mereka juga sudah mengikuti sidang tim pengamat permasyarakatan. Serta sudah melewati setengah masa pidana dan narapidana yang akan menjalani pembebasan bersyarat.

"Program rehabilitasi itu bermacam-macam. Ada yang berbentuk konseling, jadi mengenai bagaimana ia (napi) melihat kejahatan secara mental, Walau menurut hukum itu tidak benar, tetapi bisa jadi ia melihatnya sebagai hal yang sah-sah saja. Bicara tentang program konseling, ada kelanjutannya yaitu empowerment atau pemberdayaan masyarakat yang bermacam-macam," jelas Nadia.

"Misalnya, ada yang restorasi justice, pendekatan komunitas, dan pendekatan keluarga. Harapannya agar ia sesuai dengan keluarga Indonesia pada umumnya. Program MBG ini kan sebenarnya adalah bagian dari pemberdayaan napi dari sisi komunitas," imbuh Nadia.

Menteri Imigrasi dan Permasyarakatan (Imipas) Agus Andrianto. (Audrey/detikcom)Menteri Imipas Agus Andrianto pimpin panen raya jagung bareng napi di Nusakambangan, Cilacap, Jateng. (Audrey/detikcom)

Peningkatan Pengetahuan-Pelajaran Karakter

Nadia kemudian berpendapat pelibatan napi pada dapur MBG di lapas adalah wujud upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan. Sehingga, tambah Nadia, napi yang selesai menjalani masa pembinaan dapat berdaya Ketika Kembali terjun ke masyarakat.

"Dari sisi komunitas, ini spesifik tentang makan bergizi gratis. Jadi, namanya terjun ke masyarakat itu jelas aspeknya banyak. Ada yang hubungannya dengan bisnis makanan, bisnis menjual, bisnis produk-produk teknis yang memungkinkan dapat membantu manusia berusaha, dan lain-lain," tutur Nadia.

"Kata 'MBG' ini identik dengan seseorang secara politik. Padahal cukup saja dapat dilihat sebagai para napi yang diminta untuk mengolah. Sebenarnya itu bagian dari caranya dapat berdaya pada saat ia nanti masuk ke masyarakat. Artinya, spesifik untuk bisnis makanan, ia menjadi petugas di dapur," lanjut Nadia.

Aktivitas ketahanan pangan yang dikerjakan narapidana di Nusakambangan, Cilacap, Jateng.Aktivitas ketahanan pangan yang dikerjakan narapidana di Nusakambangan, Cilacap, Jateng. (Audrey/detikcom)

Manfaat yang didapat napi dari keikutsertaan di program ini juga tentang belajar sebuah proses dari hulu ke hilir. Termasuk manajemen pengelolaan dapur.

"Itu tentunya kan hulu ke hilir. Bila kita berbicara soal menjadi koki, tentunya bagaimana cara ia managing dapur. Jadi sebagai bentuk rehabilitasi saja, para napi ini diajari bagaimana cara menjadi koki. Artinya, kalau ia memang bagus untuk mengelola dapur, kenapa tidak diberi kesempatan untuk terjun ke masyarakat yang memang memiliki hubungan dengan makan bergizi gratis?" tutur Nadia.

Nadia memberi contoh lain peningkatan pengetahuan napi di program MBG, di mana secara otomatis akan tahu jenis bahan makanan apa saja yang mengandung gizi sesuai kebutuhan tubuh. Harapannya pengetahuan ini memberi kesadaran pada napi bahwa mereka sedang direhabilitasi untuk menjadi manusia yang lebih baik.

"Ada juga napi yang diajarkan cara meningkatkan kualitas dari bahan makanan. Katakanlah ikan asin diapakan ya supaya bergizi? Tentunya tidak hanya dengan natrium atau mineral, manusia juga membutuhkan protein, karbohidrat, dan macam-macam. Paduan makanan dibutuhkan oleh tubuh. Dengan adanya program ini, ia (napi) berpikir, 'Oh saya berarti dididik menjadi koki dan melihat kualitas makanan yang baik seperti apa untuk makanan bergizi gratis'," terang Nadia.

Selanjutnya soal pemberdayaan napi untuk menyukseskan program Ketahanan Pangan di lapas, Nadia menilai berkebun juga mengajarkan tentang kesabaran. Sehingga para napi yang sebelumnya terbiasa mendapatkan hasil yang instan dengan mencuri, merampok, jadi menikmati sebuah proses.

"Berkebun juga dapat memberi pelajaran mengenai kesabaran, orang harus menunggu tanaman untuk tumbuh. Sama seperti beternak, berarti harus menunggu hewan tumbuh dari kecil hingga besar. Para napi menginginkan sesuatu yang cepat atau instan, misalnya segera kaya, makanya mereka mencuri dan merampok," jelas Nadia.

"Jadi unsur yang diajarkan adalah agar mereka bersabar. Ia sabar menunggu tanaman itu tumbuh, ternak itu menjadi besar, lalu selanjutnya berpikir nanti akan diolah seperti apa? Dilanjutkan ke dapur. Jadi saya pikir sih itu sebenarnya baik-baik saja," kata Nadia.

Dirjen Pas Brigjen Mashudi saat panen melon di Lapas Sukamiskin Kota Bandung.Foto: Dirjen Pas Brigjen Mashudi saat panen melon di Lapas Sukamiskin Kota Bandung. (dok. Istimewa)

Monitoring Dampak Program pada Napi

Masih kata Nadia, Kementerian Imipas diharapkan melakukan monitoring terkait ada atau tidaknya dampak dari kegiatan Ketahanan Pangan dan dapur MBG terhadap perilaku napi. Nadia menjelaskan perubahan pola pikir dan perilaku memnbutuhkan konsistensi.

"Perubahan perilaku itu tidak bisa instan, itu butuh waktu dan konsistensi serta monitoring. Ini yang saya pikir lemah di petugas lapas, monitoring. Artinya, ketika dia dikembalikan ke masyarakat, harus ada proses monitoring," ujar Nadia.

Aktivitas ketahanan pangan yang dikerjakan narapidana di Nusakambangan, Cilacap, Jateng.Foto: Aktivitas ketahanan pangan yang dikerjakan narapidana di Nusakambangan, Cilacap, Jateng. (Audrey/detikcom)

Nadia pun menanyakan sedalam apa proses monitoring lapas terhadap para napi yang telah kembali ke tengah masyarakat. "How deep? Kalau how far atau seberapa jauh, mungkin jawabannya 'bisa dua bulan atau tiga bulan'. Namun kalau kita bicara how deep monitoring-nya, kita bisa lihat punya atau tidak," tambah Nadia.

Nadia menyebut karakter warga Indonesia yang kerap mengacu pada hasil-hasil instan. Padahal menurut dia, perubahan tak dapat dilakukan sekejap.

"Kalau berbicara soal merubah perilaku, tentunya tidak ada perubahan yang instan. Orang Indonesia mungkin terbiasa diajari dari zaman Orde Baru bahwa semuanya itu terjadi secara instan. Padahal kita tahu bahwa perubahan perilaku itu butuh kesabaran dan konsistensi. Dua hal ini lah yang tidak ada di orang Indonesia," ungkap dia.

(aud/fjp)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |