Jakarta -
Sebuah perahu sederhana bergoyang pelan di bentangan aliran Kali Pesanggrahan. Di titik itulah terdapat sebuah jasa penyebrangan antar-daratan yang melintasi aliran sungai.
Hermawan (29) tampak duduk diam sejenak, hingga akhirnya beranjak ke arah utasan tali perahu yang dibentang melintasi badan kali dan diikat pada kedua sisi kali. Rupannya dia melihat penumpang yang hendak menyebrang menggunakan jasa eretan yang dikemudikannya.
Dengan sigap pria asal Brebes, Jawa Tengah, itu langsung memindahkan perahu eretannya ke arah sebrang perahunya beradiam. Sehari-hari Wawan, sapaan akrabnya bergantian dengan keponakannya Endah (26).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Upah jasa penyebrangan sebesar Rp 2000 sekali jalan. Mayoritas penumpangnya merupakan para pelajar. Sebab lokasi kali itu tepar berada antara MTsN 13 Jakarta di Pesanggrahan dan SMPN 31 Jakarta di Peninggaran Barat.
"Kebanyakan di sini anak sekolah. Makannya kalau dari penghasilan mah ya itu banyakan dari anak sekolah. Kalau liburan kan di sini sepi, paling satu dua yang nyebrang," kata Wawan saat ditemui detikcom, Sabtu (8/2/2025).
Dia menetapkan waktu operasional perahu kecil itu mulai subuh hingga malam hari. Dia bahkan tinggal dan menghabiskan waktu di perahu bermaterial kayu itu.
"(Operasinya) Dari subuh sampai malem. Kalau malem aslinya aturan di sini jam delapan tutup," ujarnya.
Wawan menceritakan mulanya menggeluti pekerjaan itu karena mengikuti sang ayah. Ayahnya telah puluhan tahun mencari nafkah melalui perah eret di lokasi itu.
"Adannya dari tahun 87, dulu bapak saya sama pakde dari kampung yang mulai cek jalur air yang bisa dibikin 'getek' dapat lah di sini," cerita Wawan.
"Kalau ikut bapak dari kecil, kalau mulai narik dari mulai lulus sekolah tahun 2015. Tapi kalau nganggur aja, kalau kerja ya diseling, kalau ada panggilan (pekerjaan) bapak saya yang ke sini, atau ponakan," lanjutnya.
Suka Duka Narik Perahu Eret
Sama seperti pekerjaan lainnya, Wawan berujar pasti ada suka duka di dalamnya. Salah satunya meninggalkan keluarga yang jauh di Brebes. Wawan mengaku tidak memiliki tempat tinggal di Jakarta, dia melakukan segala aktivitasnya di perahu.
"Kalau mandi, salat di Masjid, paling cari makan sesekali jalan ke luar. Tapi tidur, masak air, di sini (di perahu)," tuturnya.
Wawan menyebut cuaca yang ekstrem tak jarang membuatnya khawatir. Terlebih pasang surut debit air yang tak menentu dan sulit diprediksi.
"Kayak semalem kan saya udah nyiapin (tali) sling ditinggiin supaya banjir nggak kena sampah. Eh nyatanya pas ujan kan lagi pada tidur, tau tau kawat sling ini udah di bawah, berartikan air naik kita nggak terasa," ungkap Wawan.
Kendati begitu, dia berujar tak ada kejadian berarti hingga kini. Wawan juga mengaku selalu memperhatikan seluruh bagian baik tali, jembatan hingga perahu dalam kondisi baik dan aman.
"Di situ tanggung jawabnya, jangan sampai kelalaian lah. Talinya diturun atau naikin, jembatannya juga dibersihin kalau ada sampah nyangkut. Perahunya juga lima tahun sekali diganti baru, walaupun modelnya gini-gini aja," pungkas Wawan.
(ond/zap)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu