Selamat Jalan Paus Fransiskus...Terima Kasih Untuk Segalanya

6 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia- Paus Fransiskus telah berpulang. Dalam usia 88 tahun, sosok pemimpin Gereja Katolik yang melewati masa 12 tahun penuh cinta, keberanian, dan reformasi itu akhirnya akan dimakamkan di Basilika Santa Maria Maggiore, tempat yang sejak awal ia tunjukkan sebagai ruang kontemplasi rohaninya.

Tidak seperti para pendahulunya yang dimakamkan di bawah Basilika Santo Petrus, pilihan Paus Fransiskus untuk beristirahat di tempat ikonik untuk devosi Bunda Maria ini mencerminkan arah pastoral yang ia bawa: sederhana, dekat dengan umat, dan menjauh dari simbol-simbol kemewahan.

Selama lebih dari satu dekade, Jorge Mario Bergoglio (nama lahir Paus Fransiskus) mengguncang institusi Vatikan yang selama berabad-abad dikenal penuh protokol dan simbol agung.

Foto: AP/Tatan Syuflana
Pope Francis waves as he arrives at Madya Stadium in Jakarta, Indonesia, Thursday, Sept. 5, 2024. (AP Photo/Tatan Syuflana)

Ia memulai dari hal sederhana, tinggal di wisma tamu alih-alih Istana Apostolik, mengenakan salib besi bukan emas, hingga menjual mobil mewah koleksi Vatikan demi disumbangkan kepada kaum miskin. Karena itu pula dia disebut sebagai The People's Pope.

Namun gebrakan beliau tidak hanya simbolik. Ia membuka pintu Vatikan bagi para pengungsi Suriah, mencium kaki narapidana yang sebagian besar Muslim saat Kamis Putih, hingga menyatakan bahwa komunitas LGBT juga adalah anak-anak Tuhan yang layak dicintai. Salah satu kutipan terkenalnya adalah: "If someone is gay and he searches for the Lord and has good will, who am I to judge?"

Kunjungan Paus ke IrakFoto: Reuters
Kunjungan Paus ke Irak

Kepemimpinannya menyentuh banyak jiwa karena ia berbicara dari hati dan bertindak dengan kasih. Paus Fransiskus juga menolak keras kapitalisme yang serakah.

Dalam salah satu pidatonya di Bolivia, ia mengecam sistem ekonomi global yang menjadikan uang sebagai Tuhan baru: "You cannot worship God and money." Ia berbicara untuk mereka yang tidak bersuara kaum miskin, para imigran, korban perang, bahkan alam semesta yang dirusak oleh keserakahan manusia. Dokumen ensiklik Laudato Si', yang menyoroti krisis lingkungan dari sudut iman, menjadi salah satu warisan moral terbesar yang ditinggalkannya.

Ketika dunia tengah terjebak dalam polarisasi, Paus Fransiskus berdiri sebagai penenang badai. Ia tidak sempurna, namun keberaniannya untuk menjadi pemimpin moral di era yang bising menjadikannya berbeda.

Ia mendamaikan umat Katolik dengan diri mereka sendiri: bahwa menjadi orang beriman tidak berarti menjadi penghakim, tetapi pelayan kasih. Ia mengingatkan bahwa Gereja bukan museum orang kudus, tetapi rumah sakit bagi yang terluka.

"12 tahun penuh cinta yang diudarakan oleh Paus Fransiskus, sosok yang hangat, tenang, dan penuh cinta telah berpulang ke rumah Bapa di Surga. Pesonanya yang hidup dari kesederhanaan, pandangannya yang menyorotkan ketenangan, tutur katanya yang bijaksana, serta tindakan kepeduliannya yang nyata benar-benar menciptakan awan duka bagi kami umat Katolik. Paus Fransiskus benar-benar hidup seperti Santo Fransiskus nama yang menjadi simbol kemiskinan, kerendahan hati, kesederhanaan, dan pembangunan kembali Gereja Katolik. Semua dilakukan dengan nyata. Keberaniannya untuk menjadi suara rakyat yang tersingkir tetap dijalankan walaupun seluruh dunia mengecam. Terima kasih atas pelayananmu, segala bentuk pesan akan diingat dengan baik, segala pengorbanan akan dihormati, segala bentuk cinta kasih akan dikenang, dan segala kabar baik akan kami wartakan."

Tiba di Katedral, Paus Fransiskus Berkati Bayi Hingga Sapa WargaFoto: CNBC INDONESIA
Tiba di Katedral, Paus Fransiskus Berkati Bayi Hingga Sapa Warga

Dan dari kami yang tumbuh di tengah dunia yang semakin bingung akan makna iman, surat cinta ini juga untukmu,

"Bapa Suci, engkau mengingatkan kami bahwa iman bukan tentang ornamen, bukan tentang ritual kosong, melainkan tentang keberpihakan. Engkau hadir di antara tenda-tenda pengungsi, di dalam penjara, di atas kapal migran yang karam, bukan di singgasana. Engkau menantang kami semua untuk memilih: menyembah Tuhan atau menyembah uang. Engkau tidak memaksakan doktrin, tetapi menghadirkan belas kasih. Engkau membuat kami sadar, bahwa Gereja bisa menjadi lembut tanpa kehilangan wibawanya. Bahwa cinta Kristus bukan milik satu kelompok, tapi milik semua orang, tak peduli orientasi, masa lalu, atau status sosial. Terima kasih telah membawa kembali cahaya pada altar hati kami. Kami akan merindukanmu, tetapi warisanmu hidup di antara kami."

Selamat jalan, Paus Fransiskus. Dalam awan kasih dan doa umat, kami antar engkau pulang. Semoga cinta yang kau tanamkan menjadi benih perdamaian yang terus tumbuh di dunia yang rapuh ini.

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |