Jakarta -
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Rano Alfath mengapresiasi Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipisiber) Bareskrim Polri yang mengungkap kasus deepfake mencatut Presiden Prabowo Subianto. Rano menilai modus penipuan ini ancaman serius.
"Tentu kami apresiasi kinerja Bareskrim Polri, khususnya Dittipidsiber, yang berhasil mengungkap dan menindak pelaku kejahatan digital berbasis AI yang mencatut nama Presiden Prabowo Subianto serta pejabat lainnya. Ini adalah ancaman serius terhadap stabilitas informasi publik, kredibilitas institusi negara, dan keamanan digital nasional," kata Rano kepada wartawan, Jumat (7/2/2025).
Rano mengatakan deepfake berpotensi digunakan sebagai bentuk misinformasi dan disinformasi tingkat tinggi yang dapat digunakan untuk rekayasa sosial, manipulasi opini publik, hingga kejahatan ekonomi dan politik. Jika dibiarkan, aksi ini dapat menciptakan distrust massal terhadap institusi negara dan bahkan melemahkan legitimasi kepemimpinan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Maka, langkah Polri dalam mengusut kasus ini bukan hanya tentang penegakan hukum, tetapi juga bagian dari strategi perlindungan demokrasi dan ketahanan digital nasional," ucapnya.
Rano menyebut kasus ini menggarisbawahi rendahnya literasi digital masyarakat terhadap teknologi AI dan risiko yang menyertainya. Menurutnya, publik harus menyadari bahwa era digital menghadirkan tantangan baru dalam bentuk cyber deception, di mana batas antara realitas dan manipulasi semakin kabur.
"Oleh karena itu, saya mendesak agar Polri, pemerintah, dan sektor akademik mempercepat penguatan regulasi serta literasi digital untuk mencegah eskalasi kejahatan berbasis AI," ujarnya.
Dia juga meminta Polri agar penegakan hukum terhadap kejahatan digital tidak boleh bersifat reaktif semata, tetapi harus progresif dan berkelanjutan.
"Ini berarti bukan hanya menangkap pelaku, tetapi juga mengembangkan metode deteksi dini deepfake, memperketat regulasi platform digital, serta memperkuat kapasitas aparat dalam menghadapi kejahatan siber berbasis AI," katanya.
Menurut Rano, dengan kemajuan AI yang semakin pesat, kejahatan digital akan terus berkembang. Maka, kata dia, Polri harus terus meningkatkan kapasitasnya dalam digital forensic, AI-driven crime investigation, dan kolaborasi lintas sektor agar selalu selangkah lebih maju dalam menghadapi tantangan kejahatan siber di masa depan.
Sebagai informasi, sejauh ini Bareskrim Polri telah menangkap dua pelaku deepfake atau pemalsuan video menggunakan kecerdasan buatan (AI) yang mencatut Presiden Prabowo Subianto. Kedua pelaku adalah AMA (29) dan JS (25).
Keduanya diduga sebagai pembuat video palsu yang telah memakan korban hingga 100 orang. Pelaku disebut menggunakan deepfake berwajah Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan penipuan sejak 2024.
"Mengunggah dan menyebarluaskan video di platform media sosial Instagram memanfaatkan teknologi deepfake menggunakan foto dan suara menyerupai Bapak Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani," ujar Dirtipidsiber Bareskrim Polri Brigjen Himawan Bayu Adji dalam konferensi pers di gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (7/2).
Himawan mengungkapkan JS dijerat dengan UU ITE Pasal 51 Ayat 1 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 karena dinilai telah memanipulasi informasi elektronik sehingga dianggap autentik. JS pun terancam hukuman pidana penjara 12 tahun atas sangkaan UU ITE ini.
"Dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan atau dendang paling banyak Rp 12 miliar," ujar Himawan.
Kemudian Himawan menjelaskan, JS juga disangkakan dengan Pasal 378 KUHP lantaran telah melakukan penipuan dan kebohongan. JS pun terancam hukuman 4 tahun penjara atas pasal ini.
"Pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta," jelas Himawan.
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu