Jakarta, CNBC Indonesia- Dalam tarian lempeng bumi yang tak terlihat, Myanmar kembali diingatkan akan kekuatan alam yang dahsyat. Pada Jumat, 28 Maret 2025, gempa berkekuatan 7,7 magnitudo mengguncang wilayah Sagaing dekat Mandalay, meninggalkan jejak kehancuran dan duka yang mendalam.
Myanmar terletak di perbatasan lempeng tektonik India dan Eurasia, menjadikannya salah satu negara dengan aktivitas seismik tertinggi di dunia. Meskipun demikian, gempa besar jarang terjadi di wilayah Sagaing. Gempa kali ini disebabkan oleh pergerakan mendatar ("strike-slip") pada Sesar Sagaing, yang mirip dengan Sesar San Andreas di California.
Kedalaman gempa yang dangkal, hanya sekitar 10 kilometer membuat energi seismik tak sempat melemah sebelum mencapai permukaan. Inilah yang menyebabkan guncangan begitu hebat di kota-kota besar seperti Mandalay, yang berpenduduk lebih dari satu juta jiwa. Fenomena ini mirip dengan gempa besar di Turki pada Februari 2023, yang juga terjadi di sesar mendatar dengan kedalaman dangkal dan berujung pada kehancuran besar.
Gempa ini menewaskan lebih dari 1.600 orang dan melukai lebih dari 3.400 lainnya. Banyak bangunan runtuh, termasuk sebuah gedung pencakar langit di Bangkok, Thailand, yang menewaskan beberapa pekerja.
Kerusakan infrastruktur seperti jembatan, jalan, dan bandara memperumit upaya penyelamatan dan distribusi bantuan. Situasi ini diperparah oleh konflik internal dan standar konstruksi yang lemah, membuat banyak bangunan tidak tahan terhadap guncangan seismik.
Warga dan tim penyelamat berjuang keras untuk menemukan korban yang terperangkap di bawah reruntuhan, seringkali hanya dengan tangan kosong karena kurangnya peralatan berat.
Pemerintah militer Myanmar telah meminta bantuan internasional, dan berbagai negara seperti China, Amerika Serikat, India, serta Uni Eropa telah mengirimkan tim penyelamat dan bantuan kemanusiaan. Namun, tantangan logistik dan infrastruktur yang rusak menghambat distribusi bantuan secara efektif.
Tragedi ini menyoroti pentingnya kesiapan menghadapi bencana dan penerapan standar bangunan yang tahan gempa. Pemerintah dan masyarakat internasional diharapkan dapat bekerja sama untuk memperkuat infrastruktur, meningkatkan kesadaran akan mitigasi bencana, dan memastikan bahwa bantuan mencapai mereka yang paling membutuhkan.
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)