Jakarta, CNBC Indonesia - Melati bunga yang identik dengan kesucian dan keanggunan dalam budaya Nusantara, banyak digunakan dalam upacara pernikahan adat Jawa serta menjadi elemen penting dalam ritual keagamaan di Bali. Saat musim nyekar atau ziarah kubur sebelum Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri seperti saat ini melati juga banyak dicari karena biasa digunakan untuk ditabur di makam.
Namun, di balik pesonanya, melati juga memiliki nilai ekonomi yang besar sebagai komoditas ekspor unggulan Indonesia.
Sebagai bahan baku utama industri minyak esensial, herbal, dan campuran teh, melati Indonesia menembus pasar global dengan permintaan yang terus meningkat. Meski di dalam negeri sering dikaitkan dengan mitos mistis, di luar negeri, bunga ini justru menjadi primadona, terutama di sektor kecantikan dan kesehatan.
Pada 2023, Indonesia mencatat keberhasilan besar dalam ekspor melati. Thailand menjadi pasar terbesar dengan nilai impor mencapai US$ 696.656 atau setara dengan 503.305 kg. Singapura menyusul dengan pembelian sebesar US$ 671.432 untuk 261.754 kg melati.
Selain itu, Malaysia dan Arab Saudi juga menjadi pembeli utama, terutama untuk kebutuhan industri kosmetik, minyak esensial, serta keperluan adat dan keagamaan. Sementara itu, China lebih banyak mengimpor melati Indonesia sebagai bahan campuran teh yang digemari karena aroma khasnya yang menenangkan.
Jawa Tengah menjadi daerah penghasil melati terbesar di Indonesia, dengan produksi mencapai 19.160.058 kg atau 19.160 ton pada 2023. Keberhasilan ini ditunjang oleh faktor iklim, kesuburan tanah, serta tenaga kerja yang melimpah. Kabupaten Batang, Pemalang, dan Pekalongan menjadi pusat utama produksi melati di provinsi ini.
Selain Jawa Tengah, Kalimantan Selatan dan Jawa Timur juga berkontribusi dalam produksi melati nasional. Pada 2023, Kalimantan Selatan menghasilkan 1.628.384 kg, sementara Jawa Timur menyumbang 646.061 kg. Perbedaan volume produksi ini dipengaruhi oleh luas lahan, dukungan teknologi pertanian, serta kondisi iklim di masing-masing daerah.
Meskipun prospek ekspor melati semakin cerah, tantangan tetap ada. Faktor cuaca yang tidak menentu dapat mengganggu produktivitas tanaman, sementara ketersediaan tenaga kerja menjadi isu krusial, mengingat panen melati harus dilakukan di pagi hari untuk menjaga kesegaran bunga.
Namun, tingginya permintaan global mendorong petani untuk terus meningkatkan produksi dan kualitas. Dengan dukungan pemerintah serta inovasi dalam teknik budidaya, Indonesia berpotensi semakin memperkuat posisinya sebagai pemasok utama melati dunia. Tidak hanya menjadi simbol budaya, melati kini juga menjadi kekuatan ekonomi Indonesia di pasar internasional.
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)